JAKARTA, KOMPAS – Pencegahan obesitas pada anak bisa dilakukan melalui gaya hidup yang dibiasakan oleh orangtua di rumah. Makanan yang disediakan dan dikonsumsi di rumah adalah bagian dari pendidikan anak mengenai makanan sehat dan seimbang. Hal itu perlu diiringi dengan membiasakan anak untuk melakukan aktivitas fisik yang cukup.
Ketua Indonesia Sport Nutritionist Association, Rita Ramayulis, mengatakan bahwa anak akan merekam dengan baik kebiasaan pola makan yang ada di piring yang setiap hari disajikan di rumah. Untuk itu, pemberian makanan beragam untuk anak perlu diperhatikan.
“Keberagaman makanan yang sehat dapat membuat anak terbiasa dan hafal ketika mengkonsumsi makanan sehat di luar rumah. Hal ini bisa mengurangi kemungkinan obesitas pada anak,” kata Rita ketika dihubungi Kompas di Jakarta, Selasa (22/1/2019).
Rita mengatakan, makanan di dalam piring anak setidaknya perlu mengandung empat unsur, yakni karbohidrat, protein, sayur, dan buah. Asupan energi itu perlu diimbangi dengan pengeluaran energi dengan cara melakukan aktivitas fisik.
Peran keluarga
Setiap tanggal 25 Januari diperingati sebagai Hari Gizi Nasional. Tema Hari Gizi Nasional 2019 ini adalah membangun gizi bangsa, yaitu dengan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya peran keluarga dalam membangun gizi bangsa. Masalah terkait gizi tidak hanya malnutrisi atau kurang gizi, termasuk stunting, tetapi juga obesitas.
Menurut Rita, saat ini tantangan orangtua untuk mencegah obesitas lebih sulit karena kemajuan teknologi di banyak lini. Anak kerap berlama-lama bermain gawai sehingga aktivitas fisik sedikit. Selain itu, kesibukan sekolah dan kursus juga membuat anak jadi memiliki sedikit waktu untuk bermain dengan melibatkan aktivitas tubuh.
“Orangtua harus bisa menilai, kalau anak terbiasa makan banyak, aktivitas fisiknya juga harus sesuai agar energi yang dikeluarkan juga banyak. Hal ini tidak bisa serta merta dilakukan, butuh pembiasaan dan dilakukan teratur,” ujar Rita.
Olahraga bersama keluarga sebelum beraktivitas bisa menjadi alternatif agar anak memiliki aktivitas fisik yang baik. Di luar rumah, pihak sekolah juga membuat program rutin untuk anak-anak agar dapat bergerak dengan ceria.
Rita mengatakan, permasalahan berat badan adalah akumulasi jaringan lemak yang terjadi dalam waktu yang tidak singkat. Untuk itu, butuh proses agar anak memiliki gaya hidup sehat. Anak di kelompok umur apa saja berisiko terhadap permasalahan gizi pada usia berikutnya. Rita mencontohkan, kondisi tubuh anak usia dua tahun tentu dipengaruhi pada pola makan pada umur setahun.
Obesitas memang bukan penyakit mematikan, tetapi obesitas bisa memicu penyakit berbahaya, seperti penyakit jantung, diabetes, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, penyakit hati, dan kandung empedu.
“Selagi obesitas tidak bisa ditangani, maka penyakit tidak menular seperti itu tidak akan pernah berhasil ditangani,” ujar Rita.
Menurut Riset Kesehatan Nasional (Riskesdas), angka balita gemuk menurun dari 11,9 persen pada 2013 menjadi 8 persen pada 2018. Namun, angka itu belum menyentuh batas masalah kesehatan WHO soal bayi gemuk, yakni 5 persen.
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Kirana Pritasari mengatakan, persoalan balita gemuk di Indonesia perlu di selesaikan oleh berbagai pihak. Kebijakan dalam percepatan perbaikan gizi melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) perlu disukseskan oleh banyak pihak.
Peran keluarga dalam Germas adalah dengan mempraktikkan pola hidup sehat, seperti melakukan aktivitas fisik secara rutin setiap hari, membiasakan konsumsi buah dan sayur, tidak merokok, dan melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin.
“Makanan di rumah itu sangat penting karena kita tahu siapa yang masak dan apa saja kandungannya. Kalau makan di luar, kita tidak tahu. Perilaku makan di rumah bersama keluarga itu perilaku makan yang baik karena gula, garam, dan lemak bisa dikendalikan,” ujar Kirana pada konferensi pers Hari Gizi Nasional ke-59 di Jakarta, Jumat (18/1/2019). (SUCIPTO)