CIREBON, KOMPAS -Nelayan di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, kembali menganggur akibat gelombang tinggi dan angin kencang sejak awal tahun baru 2019. Kerap mengalami kejadian ini, nelayan tetap saja tidak pernah memiliki alternatif pekerjaan lain.
"Saya sudah setengah bulan tidak melaut. Anginnya kencang. Ombak sampai 2,5 meter," ujar Daing Mudakkir (50), nelayan asal Desa Bandengan, Kecamatan Mundu, Jumat (25/1/2019). Lebih dari 100 perahu berukuran di bawah 5 gros ton (GT) tertambat di Muara Bandengan.
Sebagian besar nelayan terpaksa menganggur karena tidak melaut. Mereka tampak memperbaiki jaring dan perahu. Menurut Daing, karena tidak melaut, nelayan kehilangan pemasukan sedikitnya Rp 50.000 per hari.
"Kalau nekat melaut, nelayan paling di daerah pinggir bukan di tengah laut. Hasilnya juga sedikit, sekitar Rp 20.000 per hari," ujarnya. Dia berharap, pemerintah punya solusi bagi nelayan yang tidak melaut berminggu-minggu akibat cuaca buruk.
"Kalau mau usaha lain, keahlian nelayan cuma melaut. Modal juga tidak ada. Bahkan, kini semakin banyak yang utang ke tengkulak," ungkapnya.
Yudi, Ketua Koperasi Mina Waluya Bondet, mengatakan, hampir semua nelayan di daerah tersebut tidak melaut karena cuaca buruk. Di Bondet, terdapat sekitar 500 perahu. "Kalau begini, nelayan menganggur. Paling, ikut membantu nelayan lain memperbaiki jaring," ujarnya.
Kepala Seksi Penangkapan Ikan di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon Muhaemin mengakui, sebagian besar nelayan belum memiliki diversifikasi usaha saat tak melaut akibat cuaca buruk. Di Cirebon, terdapat 17.965 nelayan. "Ada nelayan yang menjadi buruh tani saat tidak melaut, seperti di daerah Bungko Kapetakan," ujarnya.
Pihaknya pernah menggelar pelatihan bagi sejumlah nelayan untuk membuat diversifikasi usaha, seperti keripik ikan. Ini diharapkan dapat membantu nelayan tetap memiliki penghasilan saat tidak melaut. "Namun, kami terkendala anggaran. Kami hanya memberikan pelatihan, bukan sarana dan prasarana," ujar Muhaemin.
Menurut dia, kendala lainnya adalah ketergantungan nelayan pada tengkulak . Akibatnya, saat melaut sehari, nelayan harus segera menjual hasil tangkapannya ke tengkulak. Itu pun dengan harga murah. Akhirnya, nelayan tidak dapat menabung untuk menghadapi masa sulit seperti cuaca buruk.
Selain itu, sebagian besar perahu nelayan berukuran di bawah 5 GT. Ketika terjadi gelombang, nelayan pun tak dapat melaut. "Dari sekitar 6.700 perahu di Cirebon, hanya 10 unit yang ukurannya di atas 5 GT," ujarnya.
Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Jatiwangi, Ahmad Faa Iziyn, mengatakan, gelombang di perairan Cirebon dapat mencapai ketinggian 2,5 meter dengan kecepatan angin 25 knot atau 50 kilometer per jam. "Kondisi ini diprediksi berlangsung hingga akhir Januari. Nelayan harus waspada bila ingin tetap melaut," ujarnya.