JAKARTA, KOMPAS – Dewan Perwakilan Rakyat akan membentuk sebuah panel ahli untuk mendapatkan masukan terkait dengan tema dan proses uji kelayakan dan kepatutan terhadap para calon hakim mahkamah konstitusi yang mengikuti seleksi. Pelibatan panel ahli dalam seleksi hakim konstitusi yang dilakukan oleh DPR diharapkan bisa menghasilkan calon hakim konstitusi yang berintegritas dan memiliki kompetensi mumpuni.
Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan, Kamis (24/1/2019) di Jakarta mengatakan, DPR pada senin pekan depan akan mengumumkan nama-nama dari pendaftar seleksi itu. Sampai saat ini, ada 12 pendaftar yang mengikuti seleksi di DPR.
“Kami akan mengadakan rapat pleno dan sekaligus membentuk panel ahli, pekan depan. Setelah terbentuk panel ahli, baru kami bisa melakukan fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan). Panel ahli tersebut akan memberikan masukan kepada kita, termasuk dengan informasi mengenai track record (rekam jejak) orang-orang yang mendaftar tersebut. Begitu juga penekanannnya pada apa saja yang harus kami telusuri dari orang-orang itu. Hal tersebut akan menjadi masukan yang berharga bagi kami,” kata Trimedya.
Adapun untuk uji kepatutan dan kelayakan, menurut Trimedya, sepenuhnya akan dilakukan oleh Komisi III DPR. Tahapan seleksi dan fit and proper test itu diproyeksikan tuntas sebelum DPR memasuki masa reses, 15 Februari.
Sejumlah nama yang masuk seleksi adalah para tokoh yang selama ini telah dikenal publik, antara lain mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciada Azhari, mantan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Hesti Armiwulan, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Askari Razak, dan ahli hukum tata negara Refly Harun. Dua hakim konstitusi dari DPR yang habis masa jabatannya, 21 Maret 2019, yakni Aswanto dan Wahiduddin Adams juga kembali ikut seleksi.
Beri Apresiasi
Terkait dengan seleksi hakim konstitusi oleh DPR, elemen masyarakat sipil memberikan apresiasi karena seleksi itu dilakukan secara terbuka, dan melibatkan panel ahli. Kendati demikian, waktu pendaftaran yang diumumkan sejak 11 Januari, dan ditutup pada 18 Januari dinilai terlalu pendek. Waktu pendaftaran yang pendek memperkecil kemungkinan ornag-orang terbaik, akademisi, dan ahli untuk mendaftarkan diri. Kondisi ini dikhawatirkan akan memperkecil pilihan bagi DPR untuk memilih calon-calon hakim konstitusi yang berintegritas dan berkompetensi.
“Waktu pendaftaran yang efektifnya hanya lima hari itu sangat pendek. Kalau dibandingkan dengan masa akhir jabatan dua hakim yang akan diganti, yakni pada 21 Maret 2019, rentangnya masih jauh, dan ada cukup waktu sebenarnya untuk melakukan tahapan seleksi. Sebaiknya tahap pendaftaran diperpanjang, sehingga lebih banyak ahli dan akademisi yang mendaftarkan diri, karena sebelum mendaftarkan diri, mereka biasanya memerlukan waktu untuk menyiapkan syarat-syarat administrasi, dan mental mereka,” kata Veri Juanidi, Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif.
Trimedya mengatakan, penambahan waktu atau perpanjangan masa pendaftaran dinilai tidak diperlukan karena para pendaftar banyak yang telah memiliki pengalaman di berbagai lembaga negara, selain juga para ahli dan akademisi.
“Yang dibutuhkan kan, hanya dua hakim konstitusi. Dari nama-nama yang mendaftar tampaknya juga sudah cukup menjanjikan, sehingga tidak ada perpanjangan waktu. Mudah-mudahan sebelum 15 Februari, masa reses, tahapan seleksi itu bisa kami jalankan. Kami lihat nanti waktunya semoga mendukupi,” katanya.
Trimedya secara pribadi juga mengusulkan agar nama-nama para pendaftar itu diumumkan, sehingga bisa dimintakan pendapat dari publik mengenai rekam jejak para calon hakim itu. “Alangkah bagusnya kalau partisipasi masyarakat juga dilibatkan, dan kami menerima infromasi dari masyarakat mengenai para calon yang mendaftar itu. Misalnya, walau pun Ketua KY, perlu dipantau oleh masyarakat bagaimana selama ini ia menjalankan tugasnua, apakah ada penyimpangan yang dilakukan, atau tidak. Begitu juga dengan incumbent (dua hakim petahana), bagaimana selam ini menjadi hakim konstitusi, bagaimana kinerjanya, dan sebagainya,” katanya.
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menambahkan, upaya DPR melakukan seleksi hakim konstitusi secara terbuka sebagai respons atas masukan publik. Dalam pemilihan hakim konstitusi sebelumnya, yakni ketika mantan Ketua MK Arief Hidayat terpilih kembali sebagai hakim MK, seleksi ketika itu tidak melibatkan panel ahli, dan pendaftaran tidak diumumkan secara terbuka.
“Ini adalah respons kami atas kritik dan masukan publik yang mengharapkan seleksi dilakukan transparan dan lebih memberikan kesempatan kepada lebih banyak orang, akademisi, dan ahli,” katanya.
Namun, Arsul menambahkan, permintaan untuk memperpanjang waktu pendaftaran sulit dipenuhi di tengah kesibukan para anggota DPR yang sedang mempersiapkan diri untuk Pemilu 2019. Kemungkinan besar, tenggat pendaftaran tetap akan diberlakukan sesuai jadwal yang ada.
Komisi III saat ini dikejar tenggat bahwa pada 17 Maret 2019 mendatang sudah harus ada dua orang hakim MK baru dari DPR. Di sisi lain, DPR juga akan segera memasuki masa reses pada minggu ketiga-keempat Februari 2019. “Di sisi lain, jadwal Komisi III juga telah disusun dengan cukup ketat. Usulan elemen masyarakat sipil ini menjadi sulit diakomodasi di tengah kesibukan masa kampanye ini,” katanya.