Makam Para Raja di Tengah Konflik Israel-Palestina
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
Nilai arkeologi dan keagamaan sejumlah tempat historis terkadang tidak bisa dinikmati akibat konflik antarkelompok yang melanda wilayah itu. Makam Para Raja, dikenal juga sebagai Tombs of the Kings, yang terletak tidak jauh dari Kota Lama Jerusalem, misalnya, masih ditutup untuk umum sejak 2010.
Tempat itu ditutup untuk program renovasi dengan nilai 1,1 juta dollar AS. Namun, persoalan lain yang menunda pembukaannya adalah karena lokasinya yang berada di area yang sedang diperebutkan antara Israel dan Palestina.
Tempat arkeologis di Jerusalem Timur seringkali rawan diserang dengan isu keagamaan dan dikaitkan dengan konflik antara Israel dan Palestina. Israel mulai menguasai Jerusalem Timur setelah Perang Enam Hari pada 1967.
Meskipun tidak diakui secara internasional, Israel menempatkan seluruh Jerusalem sebagai ibu kotanya. Sementara itu, Palestina ingin mempertahankan Jerusalem Timur sebagai ibu kota mereka di masa depan.
Bagi Israel, Makam Para Raja merupakan tempat pemakaman suci leluhur mereka. Pada Kamis (24/1/2019), kelompok Yahudi ortodoks berkumpul di gerbang makam dan mendesak agar tempat itu dibuka kembali agar mereka dapat berdoa di sana.
"Kami hanya minta untuk masuk, berdoa, dan pergi," kata Natanel Snir, yang turut berpartisipasi dalam unjuk rasa yang dihadiri belasan orang itu.
Perancis ingin jaminan
Perancis, sebagai pemilik wilayah mausoleum itu, menolak membuka tempat itu sebelum memperoleh jaminan bahwa tempat itu tidak akan berhadapan dengan isu hukum. Perancis juga menuntut komitmen dari seluruh pihak terkait agar kunjungan di sana dikelola dengan baik.
Dikhawatirkan, makam itu akan lebih dijadikan sebagai tempat ibadah dan bukan untuk kunjungan arkeologis. Negosiasi antara Perancis dan Israel dalam rangka membuka makam itu masih berlangsung.
"Monumen (Makam Para Raja) ini mungkin yang paling penting, menarik, dan besar di luar Kota Lama Jerusalem," kata Yuval Baruch, arkeolog dari Otoritas Purbakala Israel untuk wilayah Jerusalem.
Bagi Baruch, makam itu harus dibuka kembali dan seluruh artefak asal sana yang dipamerkan di museum luar negeri dikembalikan ke tempatnya.
"Menurut pandangan saya, tempat ini harus dijadikan sebagai situs budaya arkeologi. Tentu saja diperbolehkan, apabila anda, secara individu, ingin pergi ke sana dan berdoa," kata Baruch.
Sejarah
Sejarah mengenai makam itu masih menjadi tanda tanya dan belum ada konsensus di antara para ahli tentang kisah yang melatarbelakangi asal usulnya.
Penggalian makam pada 1860, saat Kekaisaran Ottoman menguasai wilayah itu, merupakan salah satu proyek arkeologis modern pertama yang pernah dilaksanakan. Proyek itu dipimpin oleh Arkeolog Perancis, Louis Felicien de Saulcy.
Toleransi dan rasa saling menghormati diperlukan agar solusi damai ditemukan dan tempat historis itu tidak hilang dari sejarah
Menurut de Saulcy, makam itu merupakan makam Raja Daud dan Raja Salomon. Dari situlah makam itu diberikan nama Makam Para Raja.
Meskipun nama itu dipertahankan hingga sekarang, teori de Saulcy tidak didukung ahli lain. Sejumlah sarkofagus dengan ukiran tulisan Bahasa Aram ditemukan di area dan kini dipamerkan di museum Louvre di Paris, Perancis.
Berdasarkan temuan tersebut, barang antik itu berasal dari era Ratu Helena dari Adiabene, yang wafat pada 50-56 Sebelum Masehi.
Sementara itu, Jean-Baptiste Humbert, Arkeolog Perancis yang terlibat dalam eksplorasi makam, menganggap luas makam terlalu besar untuk Ratu Helena dari Adiabene. Luas makam bawah tanah sekitar 250 meter per segi atau sedikit lebih kecil dibanding lapangan tenis. Menurut teori Humbert, makam itu dibangun oleh Herod Agrippa, cucu Herodes yang Agung.
Setelah digali de Saulcy, Makam Para Raja dibeli oleh saudara-saudara Pereire, sebuah keluarga perbankan Yahudi di Paris yang cukup ternama. Mereka kemudian menyerahkan properti itu kepada Pemerintah Perancis.
Apa pun kisah atau sejarahnya, Makam Para Raja merupakan tempat unik yang membawa imajinasi pengunjung ke era dahulu kala. Toleransi dan rasa saling menghormati diperlukan agar solusi damai ditemukan dan tempat historis itu tidak hilang dari sejarah dunia.(AFP)