Melambatnya pertumbuhan ekonomi global diyakini bakal berpengaruh ke industri dalam negeri. Namun, selalu ada peluang di setiap situasi. Optimisme mesti terus menyala.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·2 menit baca
Melambatnya pertumbuhan ekonomi global diyakini bakal berpengaruh ke industri dalam negeri. Namun, selalu ada peluang dan tantangan di setiap situasi. Optimisme mesti terus menyala.
Pelaku industri alas kaki, misalnya, yakin kebutuhan alas kaki global akan tetap tumbuh seiring bertambahnya populasi dunia. Optimisme itu terlontar dari Ketua Pengembangan Sport Shoes dan Hubungan Luar Negeri Dewan Pengurus Nasional Asosiasi Persepatuan Indonesia Budiarto Tjandra awal tahun 2019 terkait peluang ekspor alas kaki di tengah prediksi perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
Keyakinan itu merupakan sesuatu yang logis mengingat alas kaki adalah produk yang selalu dibutuhkan orang. Optimisme pelaku usaha di berbagai sektor memang penting. Sebaliknya, pesimisme mesti dikubur dalam-dalam.
Apalagi, dalam kondisi apa pun, pasti selalu ada peluang atau pilihan tindakan. Namun, kemampuan pelaku industri menggarap peluang mesti didukung para pemangku kepentingan agar kian tangguh.
Harapan pelaku industri soal dukungan dari pemangku juga terlontar pada rangkaian pameran International Manufacturing Components dan Wood Working Machinery Exhibition di Jakarta, September 2018. Di kesempatan itu, pembicara dari Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menyoroti arti penting dukungan, termasuk kebijakan pemerintah, dalam meningkatkan daya saing industri. Harapannya, industri mebel dalam negeri mampu memenangkan persaingan di pasar domestik dan ekspor.
Sebagai ilustrasi, sebelum tahun 1970-an, pusat kekuatan industri mebel ada di negara-negara Eropa. Namun, pada tahun 1970-an hingga 1980-an, kekuatan industri mebel bergeser ke Asia dengan pusat di Taiwan, Hong Kong, dan Singapura.
Dalam perkembangannya, situasi berubah lagi. Dalam kurun sekitar 10 tahun kemudian, China mengebut dan akhirnya mampu mendominasi kekuatan industri mebel dunia.
Tentu ada yang salah sehingga Indonesia, negeri kaya bahan baku industri mebel, kalah berlaga di pasar mebel dunia.
Merujuk data CSIL (center for industrial studies) yang diolah HIMKI (2016), China berada di posisi pertama dunia dengan nilai ekspor mebel mencapai 52 miliar dollar AS. Vietnam menempati urutan kelima dunia dengan nilai ekspor mebel 8,5 miliar dollar AS. Malaysia ada di peringkat ke-11 dunia dengan nilai ekspor mebel 2,4 miliar dollar AS. Sementara Indonesia di urutan ke-18 dunia dengan nilai ekspor mebel 1,7 miliar dollar AS.
Tentu ada yang salah sehingga Indonesia, negeri kaya bahan baku industri mebel, kalah berlaga di pasar mebel dunia. Pemetaan masalah dan solusi mengatasi persoalan kiranya merupakan pekerjaan yang harus dilakukan tanpa henti.
Apalagi beragam sektor industri di Tanah Air masing-masing memiliki tantangan tersendiri. Tantangan yang harus dijawab bersama agar industri dalam negeri mampu berkinerja gemilang, bahkan di saat kondisi ekonomi dunia sedang lesu.