Perkembangan teknologi informasi menuntut perubahan pola pikir guru dari sumber ilmu pengetahuan menjadi fasilitator. Peningkatan literasi siber guru diperlukan.
JAKARTA, KOMPAS – Peningkatan literasi siber guru-guru guna menghadapi kemajuan teknologi tidak bisa hanya menggunakan imbauan. Harus ada metode yang sistematis dan bersifat mengikat agar pelaksanaannya bisa berkesinambungan dan benar-benar diterapkan dalam proses mendidik siswa sehari-hari di lingkungan sekolah.
Selama ini, pelatihan bersifat imbauan dan tidak ada kewajiban bagi guru untuk menerapkan pengetahuan baru tersebut di kelas. Akibatnya, proses pembelajaran di kelas tidak mengalami kemajuan walaupun guru banyak mengikuti pelatihan
Demikian dikatakan Guru Besar Teknologi Informasi dan Komunikasi Universitas Perbanas Richardus Eko Indrajit pada seminar nasional bertopik “Revolusi Industri 5.0: Meneropong Peran Guru dan Dosen serta Karakteristik Satuan Pendidikan di Masa Depan” di kantor Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) di Jakarta, Kamis (24/1/2019).
Eko mengatakan, dirinya melakukan penelitian sekaligus pelatihan di PB PGRI untuk mengubah pola pikir guru dari sumber ilmu pengetahuan menjadi fasilitator. Setelah diberi materi pelatihan, guru diwajibkan merancang metode pembelajaran yang mengharuskan mereka berbicara di depan kelas selama 10 menit. Sisa jam pelajaran digunakan untuk mengelola dan mengarahkan siswa belajar secara mandiri dan kreatif.
“Ternyata, jika diberi syarat dan kewajiban, guru-guru bisa melaksanakan perubahan pola pembelajaran itu dengan baik,” tutur Eko.
Metode tersebut mengembangkan guru belajar membangun proses pembelajaran berdasarkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Ketika guru menguasai kompetensi ini dan terbiasa memakainya, guru bisa menurunkannya kepada siswa. Pembelajaran tidak hanya melihat hasil, melainkan memastikan setiap tahap mulai dari cara menerangkan, sikap siswa, perubahan pola pikir siswa, dan keputusan yang mereka ambil dalam mengeksekusi permasalahan diperhatikan.
Pembelajaran tidak hanya melihat hasil, melainkan memastikan setiap tahap mulai dari cara menerangkan, sikap siswa, perubahan pola pikir siswa, dan keputusan yang mereka ambil dalam mengeksekusi permasalahan diperhatikan.
Arsitek pembelajaran
Dalam kuliah umumnya, Eko memaparkan bahwa guru adalah arsitek pembelajaran. Pesatnya perkembangan teknologi, terutama pada Revolusi Industri 4.0 yang menjadikan segala aspek kehidupan berbasis internet, segala jenis pengetahuan bisa diakses di dunia maya. Bahkan, informasi pelajaran yang tersedia di internet jauh lebih mutakhir daripada buku-buku teks di sekolah. Pengemasannya juga sangat menarik perhatian karena banyak menggunakan ilustrasi, animasi, dan interaksi.
Posisi guru tidak lagi memberi materi, melainkan mengarahkan siswa agar bisa mencari informasi sendiri dengan cara yang benar. Dengan demikian, guru harus mengetahui perkembangan informasi di media. Ia kemudian melakukan kurasi informasi dan memberi siswa berbagai alternatif dalam mengakses informasi.
Selain itu, ia menjabarkan bahwa makna arsitek pembelajaran tidak hanya pandai mengarahkan siswa, tetapi juga memberi inspirasi, aspirasi, mengajarkan cara berempati, memotivasi, mampu mengidentifikasi potensi siswa, dan mau mendengar permasalahan siswa serta bersama-sama mencari solusi.
“Kompetensi ini tidak akan tergantikan oleh teknologi secanggih apapun. Dalam diskusi mengenai Revolusi Industri 5.0 yang berkembang, dikemukakan bahwa tujuan seluruh perkembangan teknologi adalah demi membentuk manusia yang lebih baik. Teknologi hanya alat bantu,” ujarnya.
Gerakan guru
Ketua Umum PB PGRI Unifah Rosyidi mengatakan, PGRI memiliki titik-titik penting di setiap kabupaten/kota. Mereka bekerja sama dengan dinas-dinas pendidikan untuk meningkatkan kompetensi guru. Salah satunya adalah melalui Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis yang berada di bawah PGRI.
“Guru-guru mata pelajaran yang ada dalam asosiasi ini mengunggah berbagai terobosan pembelajaran ke media sosial agar bisa dilihat oleh rekan-rekannya se-Indonesia. Ini salah satu metode menyebar informasi selain adanya pelatihan berbentuk kegiatan tatap muka,” ucapnya.