JAKARTA, KOMPAS – Kebijakan wajib perekaman biometrik sebagai syarat mengajukan visa umrah ke Kedutaan Besar Kerajaan Arab Saudi di Jakarta cukup membebani jamaah umrah di Indonesia. Badan Koordinasi Penanaman Modal didesak mengeluarkan surat keputusan pemberhentian operasi perekaman biometrik tersebut sejalan dengan sikap pemerintah dan DPR yang meminta hal itu dihentikan karena berkait dengan kegiatan pengambilan data penduduk Indonesia.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah (Amphuri), Firman Muhammad Nur berharap agar Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) segera mengeluarkan surat keputusan pemberhentian operasional VFS Tahseel di Indonesia. Sebab, para jamaah masih terbebani dengan wajib perekaman biometrik yang meliputi foto wajah dan rekam 10 sidik jari sebagai syarat pengurusan visa ke Kedutaan Besar Kerajaan Arab Saudi di Jakarta.
“Hingga saat ini para jamaah masih dipersulit dengan proses perekaman biometrik tersebut,” ujar Firman saat dihubungi di Jakarta, Jumat (25/1/2019).
Firman menganggap bahwa VFS Tahseel belum memberikan pelayanan yang terbaik bagi para jamaah umrah sejauh ini. Jumlah kantor layanan perekaman biometrik baru tersedia sekitar 30-an di seluruh Indonesia yang berlokasi jauh dari tempat domisili jamaah umrah.
Kondisi ini membuat jamaah umrah mesti mengeluarkan biaya ekstra untuk melakukan perjalanan dalam proses perekaman biometrik tersebut. “(Jumlah kantor) itu tidak sesuai dengan 500 kota dan kabupaten yang ada di Indonesia,” kata Firman.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan bahwa perekaman biometrik sepakat untuk ditunda. (Kompas, 22/1/2019). Keputusan ini diambil dalam rapat yang diikuti pejabat dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Informasi dan Komunikasi, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, serta BKPM.
Namun, perekaman biometrik di VFS Tahseel di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, masih beroperasi pada Jumat siang. Kompas sempat meminta konfirmasi ke pihak VFS Tahseel, namun mereka enggan memberikan komentar. Menurut sejumlah petugas sekuriti, pihak VFS Tahseel tidak memiliki otoritas untuk berkomentar.
Salah satu jamaah umrah dari Jakarta Pusat, Reza Baihaqi, mengatakan, pemberlakuan kebijakan wajib perekaman biometrik sebelum mengajukan visa umrah cenderung menyulitkan jamaah. Terlebih bagi jemaah yang di daerah domisilinya belum ada layanan perekaman biometrik.
“Orang-orang yang ada di pedesaan atau yang aksesnya sulit harus datang ke kota besar untuk mengurusnya,” kata Reza.
Menurut Reza, selain harus mengeluarkan tenaga ekstra, biaya akomodasi dan perekaman biometriknya juga dinilai membebani jemaah. Masyarakat harus mengeluarkan biaya Rp 117.000 per orang untuk proses perekaman biometrik.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Sibil, dari biro perjalanan umroh. Menurutnya, proses perekaman biometrik bisa jadi memakan waktu yang lama. Di VFS Tahseel Mal Cipinang, Jakarta, beberapa hari lalu, satu jamaah bahkan harus mengantre hingga 1,5 jam.
“Tergantung antrean, bisa jadi lama, bisa jadi cepat. Mau bagaimana lagi, peraturannya memang seperti itu,” kata Sibil.
Meskipun telah membuat reservasi jadwal perekaman biometrik melalui situs internet beberapa hari sebelumnya, pemanggilan masuk ke kantor VFS Tahseel pada hari yang dijadwalkan sangat bergantung kondisi saat itu. Setelah dipanggil masuk, jamaah masih harus mengantre masuk ke kamar-kamar yang tersedia untuk perekaman biometrik.
Bisa menolak
Sejak 17 Desember 2018, VFS Tahseel sebagai perwakilan dari Pemerintah Arab Saudi resmi melakukan perekaman biometrik di Indonesia. Perekaman tersebut, khususnya ditujukan bagi para jemaah haji dan umroh yang akan berangkat ke tanah suci sebagai persyaratan untuk mendapatkan visa.
Direktur Utama Patuna Travel, Syam Resfiadi, mengatakan, mekanisme perekaman biometrik telah menjadi peraturan Pemerintah Arab Saudi bagi semua negara.
Di Indonesia, pemberlakuan aturan ini sebenarnya sudah akan diterapkan 2 tahun silam. Namun, pemerintah masih bisa menolak lantaran pihak VFS Tahseel belum siap untuk menjangkau wilayah-wilayah di Indonesia. “Karena itu, dua tahun tertunda,” kata Syam.
Akhirnya, pada 17 Desember 2018, perekaman biometrik ini resmi diberlakukan di Indonesia. Meski begitu, layanan bagi para jemaah umroh baik di kota besar maupun kecil masih terkendala. Misalnya, kantor layanan Jambi yang terletak di pinggiran kota.
“Itu untuk menjangkau seluruh wilayah Jambi yang waktu tempuh lokasi terjauhnya mencapai 11 jam,” ungkap Syam.
Syam menganggap perlu ada pembahasan antara pemerintah dan pihak VFS Tahseel. Sebab, peraturan ini tidak bisa ditolak lantaran menjadi syarat dalam pengurusan visa. Pemerintah seharusnya bisa mendukung VFS Tahseel untuk menjangkau daerah-daerah.
“Dari Kementerian Agama misalnya, bisa memberikan fasilitas kantor departemen agama di kecamatan-kecamatan,” ungkapnya. (FAJAR RAMADHAN)