JAKARTA, KOMPAS – Sinergitas penegak hukum diperlukan untuk menuntaskan kasus korupsi di daerah. Dalam tiga tahun terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi banyak menangkap kepala daerah yang terjerat korupsi, sementara pada saat yang sama keterbatasan sumber daya di KPK juga menuntut lembaga itu untuk fokus menyelesaikan kasus-kasus besar berskala nasional.
Mantan pimpinan KPK yang juga Guru Besar Hukum Pidana Universitas Krisnadwipayana Indriyanto Seno Adji, Kamis (24/1/2109) di Jakarta mengatakan, banyaknya korupsi di daerah dipicu oleh perubahan sistem ketatanegaraan terkait otonomi daerah, yang membuat desentralisasi korupsi juga terjadi. Bahkan, korupsi di daerah itu semakin meluas, dan merambah lebih banyak daerah di Tanah Air.
Akan tetapi, untuk mengatasi korupsi di daerah itu, KPK tidak bisa berjalan sendirian. KPK perlu bekerja sama dengan lembaga penegak hukum lainnya, seperti kepolisian dan kejaksaan, yang memiliki banyak jaringan dan cabang di daerah.
“Korupsi merambah daerah, dan semakin luas. Oleh karenanya, untuk mengatasi korupsi di daerah-daerah tetap diperlukan joint law enforcement yang sinergis antara KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung untuk emnjangkau daerah-daerah itu,” kata Indriyanto.
Di sisi lain, untuk menghentikan korupsi daerah juga harus dilakukan upaya reformasi birokrasi kelembagaan di daerah. Misalnya, efesiensi prosedur pemberian ijin.
Harus bersama-sama
Direktur HICON Law&Policy Strategy Hifdzil Alim mengatakan, energi KPK akan habis bila sendirian mengatasi korupsi di daerah. Potensi dan kekuatan penegak hukum lainnya, yakni polisi dan kejaksaan mesti didorong untuk bersama-sama mengatasi persoalan itu.
“Jadi harus saling bahu-membahu. Kalau KPK sendiri yang dipaksa turun ke daerah, KPK tidak akan mempunyai energi yang cukup untuk mengatasi itu semua di tengah-tengah ketidakcukupan penyidik dan jumlah pegawia yang terbatas. Maka institusi yang sudah ada, yakni kepolisian dan kejaksaan harus juga didorong. Sebab kepolisian memiliki polda, polres, dan polsek di daerah-daerah. Begitu juga dengan kejaksaan yang memiliki kejari dan kejati,” kata Hifdzil.
Ketika peran kepolisian dan kejaksaan juga lebih besar dalam mengatasi korupsi di daerah, peran koordinasi dan supervisi yang dijalankan oleh KPK kepada kepolisian dan Kejaksaan bisa berjalan denagn lebih optimal. Untuk kasus-kasus tertentu yang berat, atau berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antarpenegak hukum, KPK bisa mengambil alih dalam peran supervisi dan koordinasinya.
“Dengan sinergitas antarlembaga penegak hukum. pemberantasan korupsi akan lebih cepat akselerasinya. Tentu saja dengan pertimbangan polisi dan jaksa juga harus bersih. Dengan demikian, KPK bisa membongkar kasus-kasus besar atau big fish, sedangkan polisi dan kejaksaan bsia menangani korupsi skala daerah dan korupsi kecil atau petty corruption,” katanya.