JAKARTA, KOMPAS – Debat pemilihan presiden dan wakil presiden tahap kedua pada 17 Februari 2019 diharapkan memunculkan adu gagasan, konsep, strategi, serta komitmen politik lingkungan. Panelis yang akan ditetapkan Komisi Pemilihan Umum dalam pekan ini memegang peranan kunci agar debat bermutu dan membuka kapasitas serta keberpihakan para calon pemimpin negara tersebut.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Lembaga Kajian Hukum Lingkungan Indonesia (ICEL) berturut-turut menyampaikan masukan ini ke KPU. Dengan posisi strategis panelis, KPU diminta berhati-hati memilih panelis meski akan memilihnya dari kalangan akademisi.
Selain meminta agar panelis bukan titipan atau memiliki relasi dengan pasangan calon, mereka juga meminta agar panelis tidak memiliki catatan buruk dalam kerja-kerja lingkungan hidup. “KPU bisa melihat rekam jejaknya agar jangan pilih panelis yang pernah membela perusak lingkungan dan pernah menggadaikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya untuk perusak lingkungan hidup,” kata Raynaldo Sembiring, Deputi Direktur ICEL, Kamis (24/1/2019), di Jakarta.
KPU bisa melihat rekam jejaknya agar jangan pilih panelis yang pernah membela perusak lingkungan dan pernah menggadaikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya untuk perusak lingkungan hidup.
ICEL beraudiensi ke KPU terkait substansi dan panelis pada debat kedua tersebut pada Selasa, 24 Januari 2019. Sedangkan Walhi baru beraudiensi Kamis kemarin. Mereka menyodorkan sejumlah nama yang dinilai layak dan terbebas dari kepentingan pasangan calon maupun rekam jejak bersih.
Tantangan
Belajar dari debat pertama pada 17 Januari 2019 yang dinilai tak substantif, panelis memiliki tantangan untuk menghasilkan pertanyaan yang memantik kedua pasangan calon untuk adu gagasan. Ini agar kedua pasangan calon tak menggunakan ajang debat untuk berkutat pada gimmick dan pernyataan normatif yang tak mengakar permasalahan.
Apalagi isu lingkungan hidup sangat bisa mewarnai segmen-segmen debat II yaitu energi, pangan, infrastruktur, dan sumber daya alam. Raynaldo menyebutkan contoh isu yang bisa dielaborasi terkait perlindungan lingkungan yang acapkali berhadap-hadapan dengan pembangunan infrastruktur.
Isu yang bisa dielaborasi terkait perlindungan lingkungan yang acapkali berhadap-hadapan dengan pembangunan infrastruktur.
“Kita ingin tahu bagaimana strategi paslon (pasangan calon) agar hal itu tak mengorbankan masyarakat,” kata dia.
Sementara Walhi memberi ide terkait isu kebakaran hutan dan lahan serta kerusakan gambut. “Belasan tahun terjadi kebakaran hutan dan lahan, korban jiwa serta kerugian negara terus terjadi, bagaimana komitmen capres (calon presiden) untuk melakukan penegakan hukum lingkungan terhadap pelaku korporasi,” kata Khalisah Khalid, Ketua Tim Adhoc Politik Keadilan Ekologis Walhi.
Ia mengatakan pasangan calon pun ditantang untuk mengurai problem struktural lingkungan hidup dan sumber daya alam. Ini terkait pilihan pembangunan ekonomi yang bertumpu pada industri ekstraktif, ketimpangan penguasaan sumber-sumber agraria, tata kelola sumber daya alam yang buruk, serta praktik korupsi yang mewarnainya.
Pasangan calon pun ditantang untuk mengurai problem struktural lingkungan hidup dan sumber daya alam.
Isu ini menurutnya menarik dan menjadi pertanyaan masyarakat mengingat kedua pasangan calon ini hingga kini masih didukung oleh industri ekstraktif. Keterikatan pendanaan politik dari industri kotor pengekstraksi sumber daya alam ini yang umumnya berkelindan dengan kekuasaan dan politik balas budi yang akhirnya merugikan masyarakat dan ekologi (Kompas, 16 Januari 2019).
“Tema debat kedua ini penting mengingat meningkatnya bencana ekologi, kebakaran hutan dan kerusakan ekosistem rawa gambut serta konflik lingkungan serta perampasan ruang hidup/sumber agraria di masyarakat. Apa agenda paslon (pasangan calon) untuk mengakhiri ini,” kata dia.