JAKARTA, KOMPAS—Banjir selama beberapa hari terakhir merendam 20.628 hektar (ha) lahan sawah. Dari luas lahan ini, Dri 739 ha puso di antaranya mengalami puso atau tidak menghasilkan panen. Adapun lahan yang paling banyak puso ada di wilayah Jawa Tengah dengan luas 712 ha dan dan Jawa Timur 27 ha.
Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Maman Suherman, mengatakan, luas total lahan sawah yang terkena banjir seluas 20.628 ha. Adapun rinciannya, antara lain Sulawesi Selatan 16.795 ha, Jawa Tengah 3.415 ha, Kalimantan Tengah 148 ha, Jawa Barat 138 ha, Jawa Timur 129 ha, dan Aceh 3 ha. Dari total luas sawah yang terkena banjir, sekitar 779 ha gagal panen atau puso.
“Hingga saat ini, di 3.867 lahan sawah sudah surut airnya. Sementara untuk lahan sawah yang puso akan kami ganti dengan bibit gratis untuk petani,” kata Maman, Sabtu (26/1/2019) melalui sambungan telepon.
Catatan Litbang Kompas, selama Januari 2019, telah terjadi sembilan kali banjir di beberapa wilayah Indonesia. Salah satu banjir terjadi belakangan ini melanda Sulawesi Selatan pada Selasa (22/1/2019). Berdasarkan Data Posko Bencana Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, banjir disertai longsor dan angin kencang terjadi di 10 kabupaten / kota.
Jakarta aman
Meski banjir merendam sejumlah wilayah, hal ini belum berdampak terhadap stok beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta Timur. Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya Arief Prasetyo mengatakan, stok beras di PIBC saat ini berjumlah 41.000 ton. Jumlah ini didapat setelah menghitung kembali persediaan beras di semua pertokoan dan pergudangan di PIBC pada 24 Januari 2019.
“Stok beras kita masih di atas batas aman (30.000 ton). Adanya banjir di beberapa wilayah tidak berpengaruh. Sebab, kalau stok beras dari wilayah macet, stok beras di PIBC akan disuplai oleh Perum Bulog,” kata Aries.
Dia melanjutkan, dari 41.000 ton beras yang ada di PIBC, 16 persen disuplai Perum Bulog. Biasanya, kata Aries, suplai beras di Sulawesi Selatan dibutuhkan pada bulan November hingga awal tahun. Hingga saat ini, PT Food Station Tjipinang Jaya sudah mendatangkan 10.000 ton beras dari Sulawesi Selatan. “Sekitar 70.000 ton sudah sampai, sedangkan 30.000 ton masih dalam perjalanan,” lanjut dia.
Sejumlah pedagang beras di PIBC mengonfirmasi bahwa stok beras masih aman. Andri (43), pemiliki toko Taruna Sembada, masih menyimpan beras sebanyak 40 ton di gudang. “Stok beras saat ini masih cukup. Banjir dibeberapa wilayah belum berpengaruh, gak tahu deh kalau banjirnya berlangsung lebih lama,” kata Andri. Hal senada dikatakan Ayong (60). Di toko Ayong, masih ada stok beras sebanyak 30 ton.
Harga tinggi
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57/M-DAG/PER/8/2017 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras, untuk beras premium di wilayah Jawa, Sulawesi, Lampung, dan Sumatera Selatan, HET beras medium Rp 9.450 per kilogram. Sementara untuk wilayah Kalimantan dan Provinsi Aceh, HET beras medium Rp 9.950 per kilogram.
Pusat informasi harga pangan strategis nasional (PIHPS) mencatat, harga beras Medium II di Sulawesi Selatan Rp 10.000, Jawa Tengah Rp 10.650, Kalimantan Tengah Rp 13.400, Jawa Barat Rp 11.150, Jawa Timur Rp 10.450, dan Aceh Rp 10.500. Secara nasional, harga beras medium II RP 11.850.
Sementara dilihat dari infopanganjakarta.go.id, harga beras IR. I (IR 64) Rp 11.588 per kilogram, IR. II (IR 64) Rp 10.711 per kilogram, dan IR. III (IR 64) Rp 9.409 per kilogram. Artinya, harga beras medium masih berada di atas HET yang ditetapkan Kementerian Perdagangan.
Dihubungi secara terpisah, Guru Besar Fakultas Pertanian Istitut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa, menyatakan, banjir yang melanda 20.628 ha sawah tidak terlalu berpengaruh pada harga dan stok pangan. Sebab, usia tanaman padi masih kecil. Petani akan melakukan penanaman kembali.
"Januari ini masuk musim tanam. Bahkan, di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa tengah, baru melakukan penanaman pada pertengahan Januari ini," kata Andreas saat dihubungi dari Jakarta.
Panen mundur
Andreas menyatakan, pemerintah justru harus mewaspadai mundurnya musim panen yang terlambat. Panen diperkirakan baru dimulai Maret dan mencapai puncak pada April. Menjelang panen, kata Andreas, harga beras akan tetap stabil tinggi.
Di sisi lain, Andreas memprediksi harga beras akan mulai turun pada bulan Mei. Dia memperkirakan, pada saat itu harga gabah kering giling (GKG) berkisar Rp 4.000-Rp 4.500. Dengan acuan GKG tersebut, harga beras di tingkat petani berkisar Rp 8.000-Rp 9.000. "Harga eceran, tinggal ditambahkan saja Rp 1.500. Artinya harga eceran di bulan Mei berkisar Rp 9.500-Rp 10.500," kata dia. (INSAN ALFAJRI)