BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Sekitar 30 jurnalis menggelar unjuk rasa memprotes kebijakan Presiden Joko Widodo atas pemberian remisi terhadap I Nyoman Susrama, terpidana kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali, AA Bagus Narendra Prabangsa, Sabtu (26/1/2019) di Bandar Lampung. Keputusan itu dinilai menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers di Indonesia. Presiden diminta segera mencabut remisi tersebut.
Unjuk rasa diikuti jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Lampung, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Lampung, dan Aliansi Pers Mahasiswa (APM) Lampung. Selain itu, penggiat dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung dan LBH Pers Bandar Lampung juga ikut serta dalam demo tersebut.
Koordinator Bidang Advokasi AJI Bandar Lampung Rudiyansyah mengatakan, aksi itu sebagai bentuk kekecewaan jurnalis Lampung atas kebijakan remisi dari Presiden Joko Widodo. Pengurangan hukuman tidak hanya melukai rasa keadilan keluarga korban, tetapi juga melukai seluruh jurnalis di Indonesia.
”Keputusan ini secara tidak langsung menjadi ancaman karena pembunuh jurnalis justru mendapat keringanan hukuman. Kami menuntut agar Presiden mencabut remisi tersebut,” kata Rudiyansyah saat menyampaikan orasi.
Sebelumnya diberitakan, remisi bagi I Nyoman tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Berupa Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara.
Kasus pembunuhan keji terhadap Prabangsa terjadi pada 11 Februari 2009. Setelah hilang selama 5 hari, redaktur berita daerah Radar Bali tersebut ditemukan tak bernyawa dengan kondisi tubuh rusak pada 16 Februari 2009 di Teluk Bungsil, perairan Padang Bai, Karangasem, Bali.
Kasus ini bermula dari berita yang dibuat Prabangsa pada 3, 8, dan 9 Desember 2008 tentang dugaan korupsi dalam proyek pembangunan taman kanak-kanak bertaraf internasional di Bangli. Pemberitaan itu mengusik Susrama. Ia bersama rekannya kemudian merencanakan pembunuhan terhadap Prabangsa (Kompas, 23 Januari 2019)
Berdasarkan data AJI Indonesia, masih ada sejumlah kasus pembunuhan terhadap jurnalis yang belum diusut tuntas. Kasus-kasus tersebut antara lain kasus pembunuhan terhadap Fuad M Syarifuddin (Udin), wartawan harian Bernas Yogya (1996); pembunuhan Herliyanto, wartawan lepas harian Radar Surabaya (2006), dan kematian Ardiansyah Matrais, wartawan Tabloid Jubi dan Merauke TV (2010).
Direktur LBH Pers Bandar Lampung Hanafi S Jaya mengatakan, pemberian remisi itu mencerminkan bahwa Presiden tidak berpihak pada keselamatan jurnalis. Kebijakan itu juga dinilai menjadi langkah mundur bagi upaya penegakan kebebasan pers di Indonesia.