JAKARTA, KOMPAS— Upaya terobosan amat dibutuhkan untuk mengatasi korupsi di daerah. Partai politik sebagai salah satu sumber kepemimpinan punya peran penting dalam mewujudkan upaya tersebut.
Terobosan ini dibutuhkan karena korupsi terus terjadi di daerah. Sepanjang tahun 2018, sebanyak 28 kepala daerah dan 91 anggota DPRD diproses hukum. Tahun ini, Bupati Mesuji, Lampung, Khamami menjadi kepala daerah pertama yang ditangkap KPK.
Kondisi ini menjadi ironis karena komitmen untuk menerapkan sikap antikorupsi hingga membangun sistem pemerintahan yang transparan dan akuntabel telah banyak disepakati kepala daerah ataupun anggota DPRD melalui pakta integritas. Sejumlah daerah juga telah bekerja sama dengan KPK untuk memperkuat upaya pencegahan korupsi.
Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (25/1/2019), menuturkan, selama ini memang telah banyak dilakukan upaya pencegahan. Upaya itu mulai dari penguatan aparatur pengawas internal pemerintahan, membangun sistem pengadaan barang dan jasa berbasis daring, hingga pendampingan oleh KPK melalui tim koordinasi, supervisi, pencegahan.
”Banyak yang sudah dilakukan agar korupsi tidak terjadi. Namun, upaya pencegahan ternyata tidak otomatis membuat korupsi tidak terjadi lagi,” kata Basaria.
Guna makin mengoptimalkan upaya pencegahan ini, menurut dia, perlu dilakukan penindakan. ”Kini, yang dilakukan adalah upaya pencegahan dan penindakan terintegrasi,” ujarnya.
Kondisi serupa
Kondisi korupsi di Indonesia, menurut Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Dadang Trisasongko, mirip degan India. Bahkan, di India, suap untuk hal-hal seperti mengurus administrasi kependudukan, izin mengemudi, sampai memperoleh pelayanan kesehatan dan pendidikan, jauh lebih buruk dibandingkan Indonesia.
Namun, India punya indeks persepsi korupsi (IPK) lebih baik dibandingkan Indonesia. Dengan skor 1-100—makin besar skor berarti makin dipersepsikan bersih dari korupsi—IPK India tahun 2012 adalah 36, sedangkan IPK Indonesia 32. Pada tahun 2017, IPK India 40 dan Indonesia 37.
Kondisi ini terjadi, lanjut Dadang, karena penegakan hukum di India lebih kuat dibandingkan di Indonesia.
Membersihkan aparat penegak hukum dari korupsi juga menjadi langkah awal Hong Kong dalam memberantas korupsi. Kini, Hong Kong jadi negara yang dipersepsikan lumayan bersih dari korupsi. IPK Hong Kong 2017 adalah 77. ”Hong Kong jadi contoh bagus bagi Indonesia,” ujarnya.
Selain memperkuat penegakan hukum, komitmen partai politik juga amat dibutuhkan dalam pemberantasan korupsi. Komitmen ini terutama berupa mencari kader terbaik dalam rekrutmen, membangun transparansi, serta mewujudkan biaya politik yang murah.
Saat ini, sejumlah partai politik memang telah berupaya melakukan perbaikan. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Renanda Bachtar, misalnya, menuturkan bahwa sejak 2,5 tahun lalu, partainya telah bekerja sama dengan KPK untuk membuat sekolah antikorupsi. Lewat sekolah itu, kader Partai Demokrat diingatkan tentang bahaya korupsi dan hal-hal yang bisa dikategorikan korupsi.
Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menuturkan, partainya juga telah bekerja sama dengan KPK untuk meningkatkan kesadaran para kader terhadap korupsi.
Namun, Donal Fariz dari Indonesia Corruption Watch mengatakan, sejumlah upaya itu belum diikuti dengan pembenahan sistem di internal politik partai. Akibatnya, korupsi terus berpotensi terjadi.
Pembenahan sistem ini, lanjut Donal, antara lain diperlukan dalam pemilihan kandidat pejabat daerah yang akan diusung partai, yang semestinya dilakukan secara transparan untuk mencari kader terbaik. Biaya politik yang murah juga mesti terus diusahakan. (IAN/E08/NAD)