Eksportir Akan Dikenai Sanksi
JAKARTA, KOMPAS — Teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2019 perihal devisa hasil ekspor dari kegiatan sumber daya alam akan diatur dalam peraturan dan keputusan menteri keuangan. Eksportir yang tidak memasukkan devisa ekspor ke dalam negeri akan dikenai sanksi.
Sekretaris Menteri Koordinator Perekonomian Susiwijono Moegiarso, Minggu (27/1/2019), mengatakan, peraturan menteri keuangan (PMK) dan keputusan menteri keuangan (KMK) secara substansi sudah selesai dibahas. Keduanya ditargetkan terbit pekan depan bersama peraturan Bank Indonesia yang baru.
”Saat ini sedang menunggu proses untuk harmonisasi dan penandatanganan,” ujar Susiwijono.
Sebelumnya, payung hukum mengenai devisa hasil ekspor sudah diterbitkan, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan Pengolahan Sumber Daya Alam, yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 10 Januari 2019.
Sebagai turunan PP itu, kata Susiwijono, PMK akan berisi teknis pelaksanaan pengawasan dan sanksi administratif, sementara KMK menetapkan jenis barang ekspor yang devisanya wajib disimpan di dalam negeri. Ada empat sektor usaha yang menjadi sasaran, yakni pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan.
”Semua barang di empat sektor tersebut, dari hulu sampai hilir, wajib memasukkan devisa hasil ekspor ke dalam negeri,” kata Susiwijono.
Dalam rancangan PP yang baru, eksportir yang tidak memasukkan devisa ekspor ke dalam negeri, tidak memindahkan escrow account dari luar negeri ke bank devisa dalam negeri, dan menggunakan devisa tidak sesuai ketentuan akan dikenai sanksi. Sanksi itu berupa tidak dapat melakukan kegiatan ekspor, denda administratif, dan atau pencabutan izin usaha.
Eksportir wajib membuat dan memindahkan escrow account dari luar negeri ke bank devisa dalam negeri paling lama 90 hari sejak PP diundangkan. Nantinya peraturan Bank Indonesia akan mengatur rekening simpanan khusus devisa hasil ekspor. ”Kebijakan ini langsung efektif berlaku setelah seluruh aturan turunan PP terbit,” kata Susiwijono.
Berdasarkan data Bank Indonesia, devisa hasil ekspor pada Januari-Juni 2018 sebesar 69,88 miliar dollar AS. Dari jumlah itu, yang masuk ke dalam negeri sekitar 92,6 persen atau 64,74 miliar dollar AS.
Insentif pajak
Secara terpisah, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, insentif pajak penghasilan (PPh) final atas bunga deposito tidak berubah, tetapi ada beberapa pelonggaran kebijakan. Misalnya, insentif pajak akan otomatis diberikan jika deposito diperpanjang atau dipindahkan ke bank lain di dalam negeri.
”PMK akan mengatur tarif. Nanti juga ada peraturan Bank Indonesia yang mengatur bagaimana perbankan supaya tidak tercampur antara valas devisa hasil ekspor dan valas yang biasa,” kata Suahasil.
Devisa hasil ekspor yang disimpan dalam rekening khusus akan mendapat insentif PPh final atas bunga deposito sesuai Peraturan Pemerintah No 123/2015.
PPh atas bunga deposito dalam dollar AS berkisar 0-10 persen, bergantung pada jangka waktu penempatan. Adapun devisa ekspor dalam deposito rupiah dikenai tarif 0-7,5 persen. Semakin lama devisa ekspor bertahan di dalam negeri, PPh semakin kecil.
Di tengah gejolak ekonomi global, Indonesia membutuhkan tambahan cadangan devisa untuk membiayai utang dan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Dalam berbagai pertemuan, pelaku usaha diminta menyimpan devisa ekspor lebih lama di dalam negeri dan mengonversinya ke rupiah.
Per Jumat (25/1/2019), nilai tukar berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate Rp 14.163 per dollar AS. Adapun cadangan devisa RI per 31 Desember 2018 sebesar 120,7 miliar dollar AS.
Kendati ditempatkan dalam negeri, pemerintah menjamin eksportir tetap bisa menggunakan devisa hasil ekspor untuk pinjaman luar negeri, impor bahan baku, keuntungan atau dividen, dan keperluan lain untuk penanaman modal. Eksportir juga tidak diwajibkan mengonversi devisa dari dollar AS ke rupiah atau menjual ke negara.
Nantinya, devisa ekspor sumber daya alam harus dilaporkan dalam sistem keuangan dan ditempatkan di rekening khusus pada bank devisa dalam negeri. Penempatan di rekening khusus wajib ini dilaksanakan paling lambat akhir bulan ketiga atau 90 hari setelah pendaftaran pemberitahuan ekspor.
Pengembangan kebijakan
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Ari Kuncoro berpendapat, upaya untuk menarik devisa ekspor ke dalam negeri masih bisa dikembangkan. Misalnya, bekerja sama dengan perbankan milik badan usaha milik negara yang membuka cabang di luar negeri. Eksportir bisa menyimpan devisa di bank BUMN itu tanpa harus kembali ke Indonesia.
”Devisa bisa disimpan di bank BUMN dan bisa dikirim ke Indonesia sewaktu-waktu untuk alat penopang rupiah. Kalau butuh biaya pengiriman, bisa diambil dari bank tersebut,” kata Ari.
Selain eksportir komoditas sumber daya alam, pemerintah dapat membidik perusahaan manufaktur. Selama ini, mereka tidak menyimpan devisa di dalam negeri karena butuh untuk impor bahan baku. Oleh karena itu, masa simpan devisa perusahaan manufaktur mesti lebih pendek dari 6 bulan. Sistem bisa dibuat lebih fleksibel agar eksportir tertarik dan percaya kepada pemerintah.
Untuk mengoptimalkan insentif pajak dan devisa, Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia juga mengintegrasikan data dan informasi devisa terkait dengan ekspor-impor. Sinkronisasi data dilakukan melalui sistem monitoring devisa terintegrasi seketika atau disingkat Simodis.
Secara teknis, Simodis akan mengintegrasikan aliran dokumen, barang, dan uang melalui dokumen ekspor dan impor dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan data nomor pokok wajib pajak (NPWP) dari Direktorat Jenderal Pajak serta data dari Bank Indonesia.