Kemegahan Dingin Alpen
It\'s winter fall
Read skies are gleaming, oh
Seagulls are flyin\' over
Swans are floatin\' by
Smoking chimney tops
Am I dreaming
Am I dreaming?
Perjalanan di lereng Pegunungan Alpen di tenggara Perancis hingga Montreux di Swiss seperti membangkitkan lantunan lagu ”A Winter’s Tale” dalam benak. Lagu dari grup band Queen dengan penggalan lirik di atas tadi seperti meluncur dari kemegahan ”The White Lady (La Dame Blanche)”, panggilan kehormatan untuk puncak tertinggi Alpen, Mont Blanc.
”A Winter’s Tale” dari album Made in Heaven itu dirilis pada 1995, empat tahun setelah kematian vokalis grup band Queen, Freddie Mercury, pada 1991. Freddie menciptakan lagu itu saat melamun memandang keluar dari jendela apartemennya di Montreux, Swiss.
Keindahan Pegunungan Alpen, danau Geneva, dan anakanak yang bermain-main di lanskap berlatar panorama pegunungan dan danau menginspirasi Freddie dengan begitu melankolis.
Lagu ”A Winter\'s Tale” seperti merangkum impian, kerinduan, dan harapan Freddie untuk hidup dalam keheningan dan kedamaian. Ah, La Dame Blanche, vita Freddie, dari puncak Mont Blanc ”The White Lady” menuju sepenggal jalan hidup Freddie. Imaji yang merasuk dalam sukmanya menjadi untaian lagu yang membikin orang termenung.
Geneva atau Jenewa di Swiss menjadi titik awal perjalanan menuju Chamonix, kota kecil di lereng Pegunungan Alpen, di tenggara Perancis. Perjalanan pada awal musim dingin menuju kota itu ditempuh melalui jalur darat sekitar dua jam. Perjalanan itu cukup mengesankan karena melewati kota-kota pinggiran di tiga negara, yaitu Swiss, Italia, dan Perancis.
Kota-kota itu terhubung dengan Tol Trans-Alpen. Sebagian besar panorama rutenya berupa desa dan kota kecil berlatar Pegunungan Alpen. Di perbatasan Italia-Perancis, tak jauh dari terowongan Mont Blanc, panorama langit biru Alpen berpadu dengan kabut es dingin terlihat jelas dari jalan tol Trans-Alpen.
Cukup mengesankan juga dapat melintasi jalur bersejarah itu, terutama melewati terowongan Mont Blanc. Pembangunan terowongan Mont Blanc dimulai pada 1957 dan selesai pada 1965. Terowongan sepanjang 11,6 kilometer itu menghubungkan Chamonix, Haute-Savoie di Perancis, dan Courmayeur, Valle d’Aosta di Italia.
Jalur gletser kuno
Setiba di Chamonix, udara dingin dan tumpukan salju di tepi jalan menyambut kedatangan para pengunjung. Dua lokasi utama yang dituju adalah Mer de Glace atau lautan es dan pusat kota Chamonix.
Mer de Glace merupakan jalur gletser kuno Gunung Les Drus dan Les Grandes Jorasses yang berada tak jauh dari puncak tertinggi Alpen, Mont Blanc (4.810 meter di atas permukaan laut). Jalur gletser sepanjang 7 kilometer itu berada pada ketinggian 1.913 meter di atas permukaan laut. Mer de Glace yang merupakan bagian utama situs Montenegro ini telah dikenal sebagai tempat wisata sejak abad ke-19.
Mer de Glace bisa ditempuh menggunakan kereta Montenvers dari Stasiun ChamonixMont Blanc. Harga tiket trem merah itu 33,5 euro untuk dewasa dan 28,5 euro untuk anak usia 5-14 tahun pergi-pulang. Dari Stasiun Chamonix menuju Mer de Glace membutuhkan waktu sekitar 20 menit.
Perjalanan menggunakan trem merah itu tidak akan membosankan. Dari jalur kereta yang melewati lereng-lereng Pegunungan Alpen itu, desa-desa di Chamonix terlihat padat dikelilingi ”dinding-dinding” Alpen.
Di Mer de Glace, pengunjung juga dapat menikmati panorama puncak gunung Les Drus dan Les Grandes Jorasses yang megah. Di tengah kemegahan alam yang dingin itu, ada Glacier Snack Bar dan Refuge du Montenvers yang menyajikan masakan tradisional keju lelehan Savoie. Keju reblochon de savoie itu diproduksi di Haote-Savoie, kota kecil di Perancis.
Makanan tradisional itu juga dapat dinikmati di Restoran La Caleche, Chamonix. Restoran yang dibangun sejak 1946 itu juga menyajikan kisah perjalanan Chamonix dari masa ke masa. Hal itu terlihat dari berbagai barang, foto, dan ornamen-ornamen khas Chamonix yang dipajang di sana.
Sembari menikmati hidangan khas, para tamu bisa melihat sejumlah peralatan ski pada Olimpiade Musim Dingin 1924, kompor kuno, jam dinding ”cuckoo Swiss”, dan buku-buku tua tentang Alpen. Ada pula foto-foto bersejarah kehidupan keseharian tempo dulu masyarakat Chamonix serta pembangunan jalur, kereta, trem, dan kereta gantung tertua di dunia.
Chamonix baru masuk dalam peta dunia pada 1741. Penginapan pertama di desa itu dibuka pada 1770 ketika para pendaki Alpen mulai banyak menempuh jalur pendakian melalui Chamonix. Pada masa Napoleon III (1952-1870), jalur darat diperbaiki dan jalur kereta menuju Chamonix dibangun.
Kedamaian Freddie
Seusai menjejaki Chamonix, perjalanan berlanjut ke kota Montreux di Swiss. Jalur yang dipilih adalah jalur melewati lereng-lereng Pegunungan Alpen. Butuh waktu sekitar tiga jam menuju kota tempat Freddie Mercury ”rehat” dari keriuhan setelah dunia tahu ia positif mengidap AIDS. Di Montreux, Freddie bersama Queen membeli studio kecil, Mountain Studios.
Jejak-jejak Freddie di kota itu masih terabadikan. Sebut saja Brasserie Bavaria dan Funky Claude’s, dua tempat makan favorit Freddie, serta Montreux Palace, hotel tempat Freddie dan bandnya beristirahat.
Mountain Studios yang dibeli Freddie juga masih ada dan sekarang menjadi bagian dari Casino Barriere Montreux. Di studio itu, Queen merekam enam album, yaitu Jazz, Hot Space, Kind of Magic, Miracle, Made in Heaven, dan album kompilasi Live Killer.
Tempat favorit yang paling sering dikunjungi di Montreux adalah monumen Freddie Mercury. Monumen patung berbentuk sosok Freddie yang menghadap ke Danau Geneva itu terbuat dari perunggu. Patung setinggi 3 meter karya pemahat Ceko, Irena Sedlecka, itu diresmikan ayah Freddie, Bomi Bulsara, bersama diva Spanyol, Montserrat Caballe, pada 26 November 1996.
Sejak 2003, penggemar dari seluruh penjuru dunia berkumpul setiap tahun di Swiss
menghadiri Freddie Mercury Montreux Memorial Day. Montreux pun dikenal sebagai kota alunan musik, terutama jazz. Setiap tahun kota tersebut juga menggelar Montreux Jazz Festival, Christmas Market, dan The Montreux Comedy Festival.
”Silakan datang ke Montreux jika ingin merasakan kedamaian,” kata Freddie setelah menciptakan ”A Winter’s Tale”.