Kepanikan dan Antusiasme Warnai Harlah Muslimat NU
Oleh
Madina Nusrat
·4 menit baca
Peringatan Hari Lahir Ke-73 Muslimat Nahdlatul Ulama yang diadakan di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (27/1/2019), menyisakan kepanikan bagi sebagian peserta. Tak sedikit peserta dalam acara yang diikuti lebih dari 100.000 ibu Muslimat NU dari banyak daerah di Indonesia itu terpisah dari rombongan.
Seperti yang dialami Nur Kholiah. Ia terduduk lemas di pelataran Zona 4 Stadion GBK sekitar pukul 09.30. Ia masih mencari tahu keberadaan tetangganya, Khoirumah, yang hilang sejak pukul 02.00. Ia terus mengusap air matanya dengan jilbab hijau yang ia kenakan.
Nur dan Khoirumah berangkat bersama rombongan dari Kota Pekalongan, Jawa Tengah, pada Sabtu (26/1/2019) malam. Pada Minggu dini hari, bus yang mereka tumpangi mogok di jalan, tak jauh dari Stadion GBK. Mereka kemudian memutuskan untuk berjalan kaki menuju toilet di Stadion GBK terlebih dahulu.
Sebelum masuk ke toilet, Khoirumah menitipkan tasnya kepada Nur yang menunggu di luar. Namun, 30 menit berselang, Khoirumah tak kunjung kembali. Sementara area di sekitar toilet dipadati peserta hari lahir (harlah) yang berebut mengambil air wudu untuk shalat Tahajud.
Nur yang panik langsung mengadu kepada panitia acara. Pengumuman melalui pengeras suara pun dilakukan meski berujung nihil. Nur terus mencari dari pintu ke pintu Stadion GBK, sampai-sampai ia tidak mengikuti kegiatan istigasah dan tahlil.
”Saya bingung harus bilang apa ke keluarganya. Saya harus tanggung jawab,” ungkapnya sambil terus menangis.
Hingga Minggu pagi, saat Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato yang menjadi salah satu acara inti di harlah tersebut, Khoirumah belum juga ditemukan. Perempuan berusia 60 tahun itu tak bisa dihubungi lantaran telepon selulernya masih tersimpan di dalam tas yang dititipkan kepada Nur.
Beruntung, sekitar pukul 10.00, teman satu rombongan lain mendatangi Nur dan mengabarkan bahwa Khoirumah sudah berada di bus. Tangis syukur Nur pecah kala itu. Dalam kondisi sempoyongan akibat panik dan lelah menangis seharian, Nur dengan dibantu teman-temannya berdiri dan berjalan menuju bus untuk kembali ke Kota Pekalongan.
Nur tak sendiri. Tak sedikit peserta yang terpisah dari rombongannya. Pagi itu, pusat informasi dipenuhi oleh orang-orang yang mencari keberadaan rombongannya atau teman dan sanak saudaranya. Contohnya Damirah dari Blora, Jawa Tengah, yang terpisah dari rombongan saat akan menunaikan shalat Tahajud.
Awalnya ia mengambil air wudu sebelum menunaikan shalat Tahajud dan istigasah. Namun, saat masuk ke dalam area stadion, ia kebingungan karena semua orang terlihat seragam menggunakan mukena berwarna putih. Situasi semakin kacau saat hujan turun karena peserta berhamburan mencari tempat teduh.
”Handphone (telepon seluler) saya tinggal di rombongan, lengkap dengan tasnya,” ungkap Damirah.
Petugas dari Pusat Informasi Stadion GBK telah berupaya mengumumkan keberadaan Damirah yang terpisah dari kelompok rombongannya. Pengumuman itu telah disampaikan melalui pengeras suara sebelum acara inti harlah dimulai. Namun, hingga acara selesai, tak ada satu pun teman dari rombongan Damirah yang datang. Hingga pukul 10.00, ia masih menunggu di area pusat informasi.
Lautan hijau
Stadion GBK pagi itu menjelma menjadi lautan manusia berpakaian hijau. Di tengah stadion tampak seluruh tribune yang mengarah ke panggung utama dipadati peserta.
Bahkan, saat Presiden sudah berada di dalam Stadion GBK, banyak peserta yang tidak bisa masuk karena arena stadion telah dipadati peserta. Mereka memilih bertahan di area luar stadion sambil duduk dan tiduran di atas tikar yang mereka bawa.
Kedatangan Presiden menambah animo anggota Muslimat NU dari banyak daerah untuk memadati Stadion GBK. ”Harlah ini setiap tahun dilaksanakan di tempat berbeda. Saya tertarik hadir di harlah kali ini karena ada Presiden,” ujar Muniroh, salah satu Pengurus Cabang Muslimat NU dari Jember, Jawa Timur.
Bus-bus yang mengantar rombongan dari sejumlah daerah tampak terparkir di sepanjang Jalan Gatot Subroto hingga Jalan Layang Slipi. Banyak pula bus rombongan peserta yang diparkir di bahu Jalan Palmerah Timur dan Jalan Gerbang Pemuda sehingga sempat menimbulkan kepadatan arus lalu lintas.
Hujan yang mengguyur Jakarta sejak Minggu dini hari pun tak menyurutkan peserta. Bahkan, mereka dengan antusias mengikuti shalat Tahajud, tahlil, dan istigasah bersama yang berlangsung sejak pukul 03.00.
”Ramai sekali saat berteduh sampai tidak ada tempat. Gak bisa tidur,” kata Tusiah dari Cilacap, Jawa Tengah.
Ketua Panitia Harlah Ke-73 Muslimat NU Yenny Wahid menyebutkan bahwa peserta paling jauh hadir dari Papua. Selain itu, ada yang berasal dari Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, Maluku, dan lainnya. Menurut Yenny, para Muslimat NU datang ke acara harlah ini tak hanya untuk bersilaturahmi, tetapi juga berdoa untuk keselamatan bangsa dan negara.
”Perempuan itu identik dengan doa. Indonesia beruntung, mereka bermunajat untuk bangsa dan negara sejak pukul 03.00,” ungkap Yenny. (FAJAR RAMADHAN)