Kolaborasi Memajukan Kualitas Sekolah Muhammadiyah
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Sekolah dapat saling berkolaborasi dengan sekolah lain untuk memajukan kualitas masing-masing. Sekolah berkualitas lebih tinggi bisa berbagi pengalaman dan membimbing sekolah lainnya agar tujuan perbaikan kualitas pendidikan itu mampu tercapai.
”Sekarang ini, kita harus memperkuat kolaborasi antarlembaga, khususnya di lingkungan Muhammadiyah. Yang belum bagus didorong atau ditarik oleh yang sudah bagus. Yang sudah bagus harus memberikan atau menularkan pengalaman baiknya kepada yang belum bagus,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy di SD Muhammadiyah Condongcatur, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu (27/1/2019).
Dalam kesempatan itu, Muhadjir meresmikan program sekolah kluster yang dikerjakan oleh Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Sleman. SD Muhammadiyah Condongcatur terpilih menjadi sekolah pembina dari lima sekolah dasar lainnya, yaitu SD Muhammadiyah Ngaglik, SD Muhammadiyah Kayen, SD Muhammadiyah Komplek Kolombo, SD Muhammadiyah Kedungbanteng I, dan SD Muhammadiyah Semingin.
SD Muhammadiyah Condongcatur terpilih menjadi sekolah pembina karena telah ditetapkan sebagai sekolah rujukan nasional pada 2018. Hal yang diharapkan melalui program ini adalah agar sekolah pembina mampu membagikan pengalamannya baik dalam pengajaran maupun pengelolaan sekolah untuk meningkatkan kualitas sekolah yang dibinanya.
Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Sleman Suwadi mengatakan, pada 2013, Muhammadiyah sudah membuat model pembinaan sekolah berbasis kluster. Namun, hal itu tidak banyak dieksplorasi. Adapun gagasan utama dari model pembinaan tersebut adalah berbagi pengalaman dan pengetahuan untuk maju bersama.
”Sekolah-sekolah itu sebenarnya punya kemampuan untuk maju, tetapi dipercepat pembinaannya dengan model sekolah kluster. Sekolah pembina atau sekolah besar merangkul sekolah-sekolah kecil untuk mendistribusikan pengetahuan manajemen dan standar pendidikannya,” kata Suwadi.
Suwadi meyakini, model pembinaan tersebut tidak menyebabkan kecanggungan antara sekolah besar dan kecil. Keduanya akan saling belajar sehingga terjadi proses timbal balik dalam pembinaan tersebut. Sekolah besar bisa mempelajari masalah persekolahan yang mungkin terjadi di kemudian hari, sedangkan sekolah kecil terbantu dalam menyelesaikan masalahnya yang selama ini belum menemukan jalan keluar.
”Sekolah besar dan kecil saling mengisi. Mereka saling membutuhkan. Sekolah yang besar tidak merasa besar, tetapi harus ingat dengan sekolah lain yang lebih kecil. Mereka belajar bersama,” kata Suwadi.
Suwadi mengungkapkan, pembinaan tersebut dapat dilakukan dengan cara bertukar tenaga pengajar atau memberikan waktu bagi tenaga pengajar dari sekolah kecil untuk melihat pembelajaran di sekolah pembina. Dari proses tersebut, tenaga pengajar tersebut dapat memperoleh bayangan tentang standar pembelajaran di sekolah yang berkualitas lebih baik.
”Setiap tiga bulan, guru-guru dari sekolah pembina bisa mendatangi sekolah binaannya untuk ikut mengajar. Bisa juga dari sekolah binaan mendatangi sekolah pembina agar melihat pembelajaran sehingga bisa mengetahui standar pembelajaran,” kata Suwadi.
Kepala SD Muhammadiyah Condongcatur Sulasmi menyatakan, pihaknya yang ditunjuk sebagai sekolah pembina siap untuk membantu meningkatkan kualitas dari sekolah kecil lain yang dibinanya. Hal mendasar yang dilakukan pertama yaitu peningkatan kualitas sumber daya manusia, khususnya pengajar atau guru.
Adapun gagasan utama dari model pembinaan tersebut adalah berbagi pengalaman dan pengetahuan untuk maju bersama.
”Pelatihan kepada guru mungkin akan kami lakukan. Guru-guru dari sekolah binaan juga akan kami ajak untuk ikut mengajar di sekolah kami. Selanjutnya, mereka bisa mengadaptasi proses pembelajaran yang telah mereka ikuti di sekolah kami. Kami juga secara aktif akan memberikan masukan kepada sekolah binaan tersebut,” kata Sulasmi.