Napas Panjang Taking Back Sunday
Setelah menyambangi Australia, band "emo" asal Long Island, New York, Taking Back Sunday melanjutkan rangkaian tur dunianya di Asia. Pada Rabu (23/1/2018) malam, mereka tampil di Jakarta, membayar janji kepada segelintir pendengarnya yang menunggu lama untuk berteriak bersama. Sebuah pertemuan intim yang membangkitkan nostalgia kejayaan musik yang mereka mainkan.
Seorang pria muda berkacamata tetiba meloncat saat intro lagu ‘Cute Without the \'E\'’ terdengar dari atas panggung. Kemeja putih lengan panjang yang digulung sebatas siku, celana kain, serta sepatu pantofel, tidak menghalanginya ikut berjingkrakan dan melagukan salah satu nomor wahid band kesayangannya, Taking Back Sunday.
Penampilannya kontras dengan penonton lain yang sebagian besar berkaos hitam. Meski begitu, Andre (25), tetap setia menyanyi sepanjang lagu. “Udah lama banget nungguin mereka. Dulu waktu mereka mau datang tapi batal itu, saya juga udah beli tiket,” katanya.
Pegawai salah satu kementerian ini berbaur bersama seratusan penonton yang mengisi kurang dari sepertiga ruangan Tennis Indoor Stadium di Senayan, Jakarta. Suasananya jadi serasa konser eksklusif di tempat yang cukup luas. Taking Back Sunday yang sedang menggelar tur dunia ini adalah penampil utama dalam perhelatan Rock N’ Sound kedua kalinya. Pagelaran ini turut menghadirkan band Padi dan The Sigit sebagai menu pembuka.
Lagu ‘Cute Without the \'E\'’ menjadi lagu ketiga yang dibawakan berturut-turut oleh Taking Back Sunday, setelah membuka dengan ‘You Know How I Do’, dan ‘Bike Scene’. Senyum lebar hadir di wajah Adam Lazzara, sang vokalis, yang sebelumnya tidak tampak di dua lagu pertama. Sepertinya ia merasa lagu ini begitu membekas ke penggemarnya di negara yang jauh dari tempatnya.
Pada 2010, Lazzara dan kawan-kawan memang dijadwalkan tampil di Jakarta, lalu batal tanpa alasan yang jelas. Kali ini, mereka menepati janji. “Selamat malam, saya merasa terhormat berada di sini. Kami pernah akan ke sini, tapi batal. Kami meminta maaf dan merasa bersalah dengan itu. Saya tidak bisa mengungkapkan sepenuhnya pada kalian seberapa bahagianya saya sekarang,” kata Lazzara.
Lazzara, yang senang berbasa-basi itu, tahu bagaimana mengarahkan energi penonton untuk menumpahkannya dalam pertunjukan. Ciri khasnya yang senang melempar dan mengayun-ayunkan mik terus terjadi. Ia tampil energik dan cukup lentur meski tidak belia lagi. Tenaga dan kualitas suara pria 37 tahun ini patut diacungi jempol. Lengkingan dan teriakan panjang di beberapa lagu mampu ia sajikan. Padahal, dua hari lalu ia dan rekan-rekannya tampil di Jepang dengan set yang lebih panjang.
Total lebih dari dua puluh lagu mereka bawakan. Sepuluh lagu dari album pertama tuntas dimainkan berturut-turut. Sebagian lagu populer dari enam album lainnya menjadi pamungkas di aksi mereka yang berlangsung lebih dari 90 menit itu. Sebuah lagu baru dari album kompilasi mereka, Twenty, ikut dinyanyikan.
Identik kaos hitam
Penonton muda yang mungkin berusia 20-an cukup kompak mengikuti garukan gitar yang memikat dari John Nolan, petikan bas dari Shaun Cooper, juga pukulan bertenaga dari drummer mereka, Mark O’Connell. Tidak ketinggalan juga gitaris additional mereka, Nathan Cogan yang bermain kibor dengan apik di beberapa lagu. Harmoni yang terdengar empuk dengan kualitas suara yang terdengar penuh, membuat penggemarnya belingsatan.
“Crazy, man. Fantastic night. All of you are fantastic too,” ucap Lazzara. “Loe pada keren banget deh,” begitu kira-kira maksudnya. “Sangat senang ada di sini, dan kami tidak akan ada tanpa kalian.”
Taking Back Sunday meruapkan kejayaan musik "emo" malam itu. Istilah "emo" adalah kependekan dari "emotional music", yakni gaya musik rock dengan kekhasan raungan melodi yang rapi, lirik ekspresif nan tragis, romantis dengan pengungkapan isi hati. Penggemarnya identik dengan kaos hitam, jins ketat, rambut yang diwarnai terang di beberapa bagian, dan disisir menyamping menutupi satu mata. Taking Back Sunday yang terbentuk pada 1999 ini adalah salah satu band yang menggaungkan musik yang juga sering disebut post-hardcore tersebut ke penjuru dunia.
Di Indonesia, aliran musik subgenre hardcore ini mencapai puncaknya di pertengahan 2000-an. Selain Taking Back Sunday, beberapa band seperti My Chemical Romance, Fall Out Boy, juga Panic! At The Disco adalah beberapa pujaan para penikmat aliran ini waktu itu.
Lewat album pertamanya, Tell All Your Friends pada 2002, Taking Back Sunday menjadi salah satu garda terdepan genre ini. Album itu mendapat banyak pujian, dan didaulat masuk dalam deretan 40 album emo terbaik sepanjang masa oleh Rolling Stone pada 2016 lalu.
Sempat berganti personel, dan beberapa pendiri hengkang, band ini tetap produktif. Para personelnya mempunyai napas panjang untuk tetap membuat karya meski genre mereka tidak mendominasi skena musik. My Chemical Romance telah bubar, Fall Out Boy sempat hiatus lalu kembali bermusik lagi, sementara Panic! at The Disco masih timbul tenggelam dan menyisakan Brendon Urie sebagai pentolan.
Di tengah kondisi itu, pertengahan Januari ini Taking Back Sunday baru saja meluncurkan album kompilasi berjudul Twenty. Sebuah persembahan atas perjalanan musik selama 20 tahun yang telah mereka lalui. Album ini berisi 19 lagu pilihan dari tujuh album mereka sebelumnya. Album yang dirilis bersamaan dengan tur dunia mereka ini memuat dua buah lagu baru, yaitu "All Ready To Go", dan "A Song For Dan".
Lagu baru mereka, meski terdengar renyah, tidak menampilkan sisi yang segar dan mengentak. "A Song For Dan" adalah lagu melankolik yang merupakan salam perpisahan kepada salah satu orang terdekat mereka, dan "All Ready To Go" terdengar seperti lagu penuh petuah.
“Biasa aja sih lagu barunya. Gue tetap paling suka yang (album) pertama, karena itu benar-benar ngisi masa remaja gue,” ucap Andre.
Menurutnya, menjadi penikmat musik emo adalah salah satu bagian tidak terlupakan dalam hidupnya. Namun, dia tidak yakin gaya musik itu bisa berjaya kembali mengingat anak-anak yang menginjak remaja saat ini tidak akrab dengan genre ini.
Lebih keras
Dalam perhelatan Rock \'N Sound ini, dua band dari dalam negeri, Padi, dan The Sigit menjadi pembuka. The Sigit menggantikan band Speaker First yang sebelumnya disebut akan tampil bersama Padi Sebelum Taking Back Sunday manggung.
Pada pukul 20:38, molor satu jam dari jadwal yang ditentukan, Fadly, Piyu, Ari, Rindra, dan Yoyo naik ke panggung dan membuka dengan lagu Sang Penghibur. Mereka lalu melanjutkan dengan dua buah lagu yang mereka jarang bawakan, yaitu "Ketakjuban" dan "Terluka".
Dibumbui sedikit masalah pada gitar Piyu, penampilan Padi tetap menghibur. Beberapa Sobat Padi datang spesial untuk melihat aksi mereka. Terlebih, mereka menjanjikan penampilan yang lebih nge-rock dari biasanya.
Benar saja, aransemen mereka banyak berubah. Di lagu "Mahadewi", ketukan drum Yoyo menjadi lebih intens. Aksi solo drum juga ditampilkannya di tengah-tengah lagu "Bayangkanlah", beberapa saat setelah gitar Piyu mengalami masalah. Fadly bahkan beberapa kali berteriak panjang yang membuat penonton menahan napas dan memberi tepukan meriah setelahnya. Penampilan band yang juga telah lebih 20 tahun bermusik ini ditutup dengan lagu "Sobat". Kali ini mereka mencampurnya dengan bumbu reggae.
Setelahnya, The Sigit mengambil alih panggung. Rektivianto ‘Rekti’ Yoewono, sang vokalis, seperti biasanya tampil agresif. Memakai kibord Nord Electric 5D, Rekti mengomandoi rekan-rekannya membuka penampilan dengan lagu berdaya ledak tinggi, Detourn. Sebuah lagu dari album berjudul sama yang dirilis 2013 lalu.
Kuartet yang digawangi Rekti, Farri, Adit, dan Acil ini lalu menambahnya dengan "Let The Right One In", dan "Son of Sam", masih dari album yang sama. Seperti halnya Padi, beberapa kali masalah pada gitar juga terjadi pada Rekti.
Meski demikian, mereka terus menghajar panggung dengan lagu-lagu yang biasa mereka mainkan. Lagu "Conundrum" dan "Black Amplifier" disajikan sebagai pamungkas. Hanya saja, selama penampilan, kualitas suara yang keluar dari mik Rekti tidak sejernih penampil lainnya.
Dian (26), penonton lainnya, merasa gelaran musik ini berlangsung biasa-biasa saja. Tidak ada yang spesial yang ia rasakan selama pertunjukan. “Hampir lupa malah kalau ada festival ini. Sampai sini MC aja enggak ada. Tapi lumayanlah bisa nonton TBS (Taking Back Sunday),” katanya.
Gelaran musik Rock N\' Sound pun berakhir, dan Taking Back Sunday melanjutkan turnya, dengan napas panjang mereka yang menebarkan warna musik emo ke belahan dunia lain.