BANTAENG, KOMPAS - Pabrik peleburan bijih nikel beroperasi di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, Sabtu (26/1/2019). Pengoperasian pabrik ini diharapkan memberi dampak ekonomi bagi warga setempat, termasuk penyerapan tenaga kerja.
Pabrik peleburan (smelter) PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia ini diresmikan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah, Sabtu. Nurdin juga secara simbolis melepas ekspor nikel dari pabrik ini ke China. Sebelum diresmikan, perusahaan ini sudah melakukan uji coba dan ekspor nikel. Hingga kini, ekspor telah dilakukan sebanyak 15 kali dengan jumlah 10.000 metrik ton.
“Meresmikan smelter di tengah daerah yang tak memiliki nikel itu seperti mimpi. Sejak awal saat merencanakan hingga perusahaan merintis pembangunan smelter di Bantaeng, banyak yang pesimistis. Tapi, pembangunan jalan terus dan hari ini akhirnya diresmikan,” kata Nurdin.
Pembangunan smelter ini sudah dimulai sejak 2014. Lokasinya di Kecamatan Pa’jukukang. Saat itu, Nurdin yang masih menjabat Bupati Bantaeng mengajak sejumlah investor, termasuk dari luar negeri, untuk membangun smelter.
Nurdin memberi kemudahan perizinan sekaligus menyiapkan kawasan industri. PT PLN juga didorong menyediakan listrik untuk kebutuhan smelter tersebut. Bijih nikel yang diolah berasal dari perusahaan tambang di Kolaka, Sulawesi Tenggara, dan Morowali, Sulawesi Tengah.
PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia adalah perusahaan pengolahan dan pemurnian nikel. Perusahaan ini merupakan kerja sama investasi antara PT Duta Nikel Sulawesi dari Indonesia dan Shanghai Huadi Co.Ltd dari China.
Sejauh ini, jumlah tenaga kerja lokal yang terserap adalah 400 orang dan tenaga kerja asing sebanyak 50 orang. Adapun tujuan pemasaran produksi nikel dari pabrik itu adalah China, India, Korea Selatan, dan Jepang.
Smelter tersebut dibangun dengan perencanaan dua tahap. Untuk tahap awal, pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian nikel ini senilai 60 juta dollar AS. Sementara untuk tahap kedua, investasinya direncanakan senilai 240 juta dollar AS.
Komisaris Utama dan Direksi PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia Amir Jao mengatakan, saat ini smelter terdiri dari dua jalur produksi dengan kapasitas 50.000 metrik ton feronikel per tahun. Untuk perencanaan tahap kedua, akan dimulai pertengahan tahun ini dengan menambah tiga tungku pembakaran dengan kapasitas produksi hingga 200.000 metrik ton per tahun.
"Perusahaan kami telah memperoleh fasilitas kawasan berikat dari Kementerian Keuangan melalui Kantor Wilayah Bea dan Cukai dalam rangka peningkatan SDM juga," kata Amir.
Amir mengatakan, PT Huadi menggunakan metode electric furnace system dalam mengolah dan memurnikan nikel menjadi feronikel. Perusahaan juga merencanakan membangun industri hot rolled (HR) stainless steel dan cold rolled (CR).
Inspektur 1 Kementerian Perindustrian Arus Gunawan mengatakan, yang lebih penting dari kehadiran smelter ini adalah pengembangan investasi di sekitar kawasan pabrik, termasuk wilayah Sulsel pada umumnya. Penyerapan tenaga kerja juga diharapkan akan menjadi solusi pengangguran.
Karena itu, dia berharap semua pihak memberi dukungan. Adapun PT PLN menyanggupi pasokan listrik sebesar 170 juta VA setelah pada tahap pertama memasok listrik sebesar 46 juta VA.