Ribuan Warga Mengungsi
GOWA, KOMPAS - Ribuan warga di Gowa dan Jeneponto, Sulsel, kini masih bertahan di pengungsian. Hingga Sabtu (26/1/2019), rumah mereka belum bisa ditempati karena tertimbun lumpur dan rusak.
Berdasarkan data posko induk penanggulangan bencana Pemerintah Kabupaten Gowa, jumlah pengungsi hingga Sabtu kemarin mencapai 3.141 orang. Pengungsi tersebar di sejumlah lokasi.
Pengungsi terbanyak tercatat berada di Rumah Potong Hewan (RPH) Tamarunang, sebanyak 750 orang, kemudian di Pasar Minasa Maupa (365 orang), dan di kantor Kelurahan Pangkabinanga, Kecamatan Palangga (361 orang).
Di Kecamatan Manuju dan Kecamatan Bungaya, wilayah pedalaman Gowa yang dilanda longsor, total pengungsi mencapai 1.154 jiwa.
Sejumlah pengungsi ragu kembali ke rumah. Warga Kelurahan Tamarunang, Reksiani Pandanreng (23), memilih kembali ke penampungan di RPH Tamarunang karena peralatan memasaknya rusak tertimbun lumpur. Selain itu, dia merasa posko pengungsian lebih aman bagi anaknya, Mutiara, yang belum genap berusia 3 tahun.
”Kasur di rumah rusak akibat terendam banjir. Air di rumah juga belum mengalir. Saya tidak tahu mau berbuat apa. Jadi, lebih baik tinggal di pengungsian hingga situasi membaik,” ujarnya.
Kasmawati Caya (33), warga Kelurahan Tompobalang, Kecamatan Somba Opu, juga memilih bertahan di posko pengungsian di Pasar Minasa Maupa karena rumahnya rusak akibat diterjang banjir luapan Sungai Jeneberang.
Kasmawati dan suaminya, La Eni (31), sudah membersihkan rumah dari endapan lumpur sisa banjir, tetapi belum bisa memperbaiki sebagian atap dan tembok rumah yang rusak. ”Kami berharap ada bantuan dari pemerintah daerah untuk perbaikan rumah warga yang rusak,” ujarnya.
Lurah Tamarunang, Mukhtar Ninra, mengatakan, banyak warga yang mengungsi di RPH Tamarunang kembali ke rumah hanya untuk bersih-bersih.
”Setelah itu, mereka kembali
ke posko untuk mandi, makan, dan beristirahat,” kata Mukhtar.
Mukhtar memperkirakan warga membutuhkan waktu sedikitnya satu minggu untuk bisa meninggalkan posko pengungsian dan beraktivitas secara normal. Hal itu dengan catatan rumah warga tidak rusak.
Di Jeneponto, warga belum bisa kembali ke rumah. Mereka harus membersihkan rumah terlebih dulu setelah banjir,
Selasa (22/1). Malam hari, mereka pun menumpang di rumah kerabat untuk beristirahat.
Aparat gabungan TNI, polisi, tim search and rescue (SAR), dan berbagai kalangan terus membantu warga. Alat-alat berat dioperasikan.
Di beberapa lokasi, seperti desa-desa di Kecamatan Binamu, Bonto Ramba, dan Tamalatea, ketinggian sisa lumpur mencapai setengah meter, dan mulai mengeras.
”Kami berharap material sisa banjir yang ada di jalan-jalan dan sekitar rumah bisa segera dibersihkan dengan menggunakan alat berat,” kata Nyangka Daeng Nyonyo (48), warga Dusun Gindi, Kecamatan Binamu.
Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah, saat meninjau lokasi banjir bandang, Jumat (25/1), mengatakan, proses pembersihan lingkungan dari material setelah banjir menjadi prioritas.
Terisolasi
Hingga hari kelima setelah banjir, masih ada kawasan yang terisolasi akibat longsor. Logistik pun belum terdistribusi.
Warga dari Desa Mangempang, Kecamatan Bungaya, Kabupaten Gowa, terpaksa berjalan kaki ke Desa Pattallikang, Kecamatan Manuju, untuk mengambil makanan. Jarak antara Mangempang dan Pattallikang sekitar 15 kilometer dengan medan menanjak tajam serta longsoran di sejumlah ruas. Sekali jalan, mereka menempuh 3 jam perjalanan.
Tak ada mobil yang bisa menembus desa mereka. Bahan makanan yang mereka bawa diperuntukkan bagi sekitar 1.000 penduduk di Mangempang yang mengungsi. Adapun di Desa Sapaya, bantuan diangkut menggunakan helikopter.
Berdasarkan data posko induk penanggulangan bencana Pemerintah Kabupaten Gowa, pengungsi di Kecamatan Manuju sebanyak 259 jiwa dan di Kecamatan Bungaya sebanyak 895 jiwa. Total korban tewas akibat banjir dan longsor di Kabupaten Gowa hingga kini ada 45 orang.
Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat, saat meninjau lokasi, Sabtu siang, mengatakan, bantuan untuk warga terdampak baik dari pemerintah maupun para dermawan terus mengalir, tetapi terhambat infrastruktur.
Dalam pertemuan dengan Wakil Bupati Gowa Abdul Rauf Malaganni, Harry menyinggung pentingnya penetapan tanggap darurat agar ada legitimasi untuk mengerahkan sumber daya yang lebih besar dalam mendukung penanganan bencana.
Berdasarkan Data Posko Bencana Pemerintah Provinsi Sulsel, banjir disertai longsor dan angin kencang terjadi di 10 kabupaten/kota.
Puso
Di sejumlah daerah, banjir merendam 20.628 hektar lahan sawah. Sebanyak 739 ha di antaranya puso atau gagal panen. Lahan puso terbanyak ada di Jawa Tengah, seluas 712 ha, dan Jawa Timur seluas 27 ha.
Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Maman Suherman mengatakan, sawah yang terkena banjir ada di Sulsel sebanyak 16.795 ha, Jateng 3.415 ha, Kalimantan Tengah 148 ha, Jawa Barat 138 ha, Jatim 129 ha, dan Aceh 3 ha.
”Lahan sawah yang puso akan kami ganti dengan bibit gratis untuk petani,” kata Maman, Sabtu (26/1), melalui sambungan telepon.
(DIM/REN/FRN/NDY/E10)