JAKARTA, KOMPAS — Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan, ada 124 pemerintah daerah yang enggan melakukan pembaruan data terkait kemiskinan di daerahnya. Jika hal ini dibiarkan, ketidaktepatan sasaran dalam pemberian bantuan sosial dapat terjadi.
Agus mengatakan hal itu dalam konferensi pers terkait Evaluasi Penyaluran Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) di Jakarta Pusat, Senin (28/1/2019). Ia mengatakan, meskipun dari hasil riset evaluasi 96 persen keluarga penerima manfaat (KPM) yang disurvei merasa puas, masih muncul beberapa kekurangan dalam penyaluran BPNT. Salah satunya adalah belum semua keluarga prasejahtera mendapatkan bantuan.
”Hal itu disebabkan oleh banyaknya pemerintah daerah yang belum memperbarui data terkait kemiskinan. Padahal, menurut ketentuan yang berlaku, setiap enam bulan sekali pembaruan data terkait kemiskinan harus dilakukan,” kata Agus.
Meskipun Agus tidak bisa merinci daerah mana saja yang belum memverifikasi data tersebut, dia menyebutkan ada 124 daerah yang hingga kini belum dan tidak memperbarui data. Padahal, data tersebut menjadi acuan Kementerian Sosial dalam menyalurkan bantuan.
Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial Andi ZA Dulung menyayangkan sikap pemerintah daerah tersebut. Andi mengatakan, mayoritas daerah yang belum memperbarui data tersebut berada di luar Jawa.
Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Sosial Zaid Mirza Pahlevi mengatakan, dari total 514 daerah yang mendapatkan bantuan, baru 390 daerah yang memperbarui data. Artinya, masih ada 124 daerah lagi yang belum memperbarui data kemiskinannya.
Kendala
Menurut Mirza, ada dua kendala yang melatarbelakangi belum adanya pembaruan data. Kendala tersebut antara lain adalah tidak adanya alokasi anggaran untuk pemutakhiran dan keterbatasan sumber daya manusia.
”Masih ada beberapa pemerintah daerah yang belum menyadari pentingnya memperbarui data. Hal itu membuat anggaran serta sumber daya manusia yang ditugasi untuk memperbarui data tidak dipersiapkan dari awal,” ucap Mirza.
Mirza mengatakan, mekanisme pembaruan data yang harus dilakukan tidaklah sulit. Sebab, Kementerian Sosial sudah menyiapkan sistem yang bisa digunakan untuk memperbarui data, yakni Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial (SIKS). Bahkan, pemerintah daerah bisa memperbarui data yang ada di SIKS tersebut setiap hari. Perubahan yang tercatat juga akan langsung terintegrasi dalam sistem.
Kementerian Sosial menargetkan pada tahun ini ada 400 dari total 514 daerah yang data kemiskinannya akan diperbaharui. Selain menyiapkan sistem, Kementerian Sosial juga telah membangun infrastruktur jaringan di seluruh kabupaten atau kota di seluruh Indonesia.
Selama ini belum ada sanksi yang diberikan kepada pemerintah daerah yang tidak memperbarui data. Meski begitu, Mirza mengimbau seluruh pemerintah daerah yang belum memperbarui data untuk segera melakukan pembaruan.
”Para pejabat pemerintah daerah ini harus diedukasi bahwa mereka itu memegang peran yang besar untuk membuat bantuan tepat sasaran,” ujar Mirza.
Pengaduan
Dihubungi secara terpisah, Hairiah (44), salah satu pemilik Elektronik Warung Gotong Royong (E-Warong) di Kelurahan Kampung Rawa, Johar Baru, Jakarta Pusat, mengatakan, belum ada lagi pembaruan data terkait keluarga penerima manfaat sejak tahun 2018.
Menurut Hairiah, di lingkungan sekitarnya masih ada beberapa orang yang seharusnya menerima bantuan, tetapi belum mendapatkannya. Meskipun sudah mengadu ke pendamping, proses perubahan data penerima manfaat tidak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat.
”Jika ada temuan keluarga pra-sejahtera belum dapat bantuan, kami pasti langsung adukan ke pendamping. Hanya saja prosesnya tidak bisa cepat, harus menunggu beberapa bulan,” ucap Hairiah.
Peneliti Institute for Economic and Social Research Universitas Indonesia, Ainul Huda, menyarankan, selain meningkatkan kesadaran pemerintah daerah, penyelenggara bantuan sosial harus menyiapkan mekanisme pengaduan yang jelas. Dengan demikian, masyarakat bisa proaktif melaporkan hal-hal yang tidak sesuai dalam penyaluran program bantuan sosial.
”Jika masih ada yang sudah tidak berhak mendapat bantuan, tetapi masih dapat bantuan, bisa dilaporkan. Sebaliknya, jika ada yang seharusnya berhak, tetapi belum dapat bantuan, juga bisa dilaporkan melalui mekanisme pengaduan itu,” tutur Ainul. (KRISTI DWI UTAMI)