Agar Efektif, Bantuan Sosial Harus Dibarengi Program Pemberdayaan
Oleh
M Fajar Marta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Bantuan sosial tidak akan efektif jika tidak dibarengi dengan program-program lain yang bertujuan untuk meningkatkan kelas kesejahteraan masyarakat prasejahtera. Upaya lain seperti pemberdayaan, pelatihan keterampilan, pendampingan, serta pengawasan dari pemerintah diperlukan agar penerima bantuan tidak selamanya bergantung pada bantuan sosial.
Selama ini mayoritas jenis bantuan yang diberikan kepada masyarakat prasejahtera adalah uang atau barang. Padahal, keterampilan berwirausaha juga diperlukan untuk membantu mereka supaya lebih mandiri. Sehingga, mereka bisa tetap bisa memenuhi kebutuhannya ketika tidak ada lagi bantuan sosial.
Saat ditemui seusai memberikan paparan dalam Evaluasi Penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Jakarta Pusat, Senin (28/1/2019) Peneliti Insitute for Economic and Social Research Universitas Indonesia, Ainul Huda mengatakan bantuan sosial harus saling melengkapi. “Masyarakat prasejahtera itu tidak bisa jika hanya diberi uang dan bantuan pangan saja. Harus ada bantuan lain yang bisa meningkatkan kapasitas dan kapabilitas diri mereka,” ujar Ainul.
Hampir semua kementerian dan lembaga di Indonesia memiliki program pengentasan kemiskinannya masing-masing. Menurut Ainul, program-program itu seharusnya disinergikan, sehingga hasilnya bisa maksimal.
“Misalnya, keluarga prasejahtera yang mendapat Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dari Kementerian Sosial sebaiknya juga mendapat bantuan kredit usaha rakyat serta pendampingan kewirausahaan dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah,” tambah Ainul.
Senada dengan Aiunul, sinergisitas antar program menurut Direktur Jendral Anggaran Kementerian Keuanagan, Askolani Jasi sangat diperlukan untuk membuat program pengentasan kemiskinan maksimal. “Ke depan perlu juga dikaji bagaimana agar bisa mensinergikan program-program bantuan sosial dengan program pemerintah yang dikelola kementerian atau lembaga yang lain,” ucap Askolani.
Setelah bisa mendapatkan penghasilan tetap dari usahanya tersebut, mereka dibantu untuk mengelola keuangan keluarga. Sehingga jumlah pemasukan dan pengeluaran rumah tangga tidak timpang. Pada tahap ini pendamping memegang peran yang signifikan untuk mengedukasi para penerima program. Selain itu, para pendamping juga harus memastikan usaha yang dilakukan oleh keluarga prasejahtera ini berkelanjutkan.
Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial, Andi Z A Dulung mengatakan, Kementerian Sosial sudah mencoba mengaplikasikan konsep yang disebut sebagai konsep graduasi. Konsep tersebut terdiri dari pemberian modal usaha bagi Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Setelah diberi modal usaha, KUBE yang berisi sekitar 10 orang tersebut bisa dijalankan. Jika usaha tersebut sudah berhasil dan berkelanjutan, pemberian bantuan dihentikan.
Evaluasi
Mekanisme pengawasan dan evaluasi adalah hal yang wajib dilakukan oleh pemerintah setelah pemberian bantuan berjalan beberapa waktu. Hal itu berfungsi untuk mengetahui apakah program tersebut berjalan dengan baik atau tidak.
Dari evaluasi itu pemerintah maupun yang diberi bantuan menjadi tahu apa yang harus ditingkatkan dan apa yang harus diperbaiki. Selama ini, Ainul tidak yakin bahwa semua penyaluran bantuan, pelatihan, dan pendampingan dievaluasi.
“Kalau penyaluran bantuan sudah dapat pasti dilakukan, sementara untuk evaluasi keberlangsungan program saya belum pernah mendengar evaluasi itu ada,” kata Ainul.
Tahun ini, Kementerian Sosial menargetkan, jumlah KPM pada 2019 diperluas menjadi 15,6 juta keluarga. Angka tersebut meningkat sebesar 5,3 juta dibading tahun 2018 yang berjumlah 10,3 juta KPM.
Adapun untuk anggaran yang dialokasikan untuk bantuan pangan pada tahun anggaran 2019 sebesar, Rp 20,79 triliun. Jumlah tersebut terbagi atas Rp 20,59 triliun untuk belanja bantuan sosial dan Rp 0,19 triliun untuk belanja safeguarding. (KRISTI DWI UTAMI)