JAKARTA, KOMPAS — Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terus menguat. Sentimen positif investor asing kepada negara berkembang menjadi salah satu faktor pendorong penguatan kurs rupiah.
Berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), nilai tukar rupiah sebesar Rp 14.038 per dollar AS, Senin (28/1/2019). Posisi tersebut menguat signifikan dibandingkan dengan posisi terlemah kurs rupiah sebesar Rp 15.253 per dollar AS pada 11 Oktober 2018.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo seusai perayaan ulang tahun Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) yang ke-64 di Jakarta, Senin (28/1/2019), mengatakan, rupiah menguat sebab aliran modal asing terus masuk ke Indonesia. ”Tidak hanya penanaman modal asing (PMA), tetapi juga dalam bentuk investasi portofolio pada obligasi dan saham,” tuturnya.
BI mencatat, investasi portofolio asing yang masuk ke Indonesia mencapai Rp 19,2 triliun per 24 Januari 2019 sejak awal tahun (year to date). Jumlah itu terdiri dari Rp 8,02 triliun melalui Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp 12,07 triliun melalui pasar saham. Sementara dana yang tersisa masuk melalui obligasi korporasi.
Menurut Perry, penguatan juga didukung oleh mekanisme pasar yang semakin berkembang. Pasar tidak hanya bergantung pada pasar spot atau tunai dan swap. Pelaku usaha dalam negeri dan investor asing kini pun bertransaksi menggunakan domestic non-deliverable forward (DNDF). Sejauh ini, likuiditas valuta asing (valas) di ketiga pasar tersebut cukup memadai.
DNDF adalah alternatif instrumen lindung nilai bagi bank dan korporasi yang baru diluncurkan pada September 2018. Mekanisme penyelesaian transaksi dilakukan tanpa pergerakan dana valas pokok, yaitu dengan cara menghitung selisih antara kurs transaksi berjangka dan kurs acuan pada Jisdor atau pada tanggal tertentu yang telah ditetapkan di awal kontrak (Kompas, 1/10/2018).
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani, mengatakan, sentimen positif bagi negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi (emerging countries) muncul seiring adanya sentimen negatif bagi Amerika Serikat.
AS baru mengakhiri penghentian operasional pemerintah federal (government shutdown) setelah berjalan selama 35 hari. Penghentian operasional terjadi karena Pemerintah AS dan Demokrat tidak sepakat atas alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
”Kendati government shutdown sudah selesai, rupiah diperkirakan tidak akan kembali melemah. Investor mulai meminta bunga yang lebih tinggi (pada pasar obligasi),” kata Aviliani.
Aviliani menilai, kondisi itu menunjukkan AS sedang menuju masa resesi ekonomi karena investor melihat ada potensi ketidakpastian ekonomi di AS. Potensi ketidakpastian ekonomi diperkirakan dapat berlanjut karena DPR AS saat ini dikuasai oleh Demokrat sejak awal Januari 2019.
Sektor riil dan jasa
Aviliani berpendapat, penguatan rupiah hanya akan bersifat sementara selama stabilitas nilai tukar rupiah bergantung pada investasi portofolio. Oleh karena itu, penerimaan devisa harus terus ditingkatkan melalui perbaikan sektor riil untuk meningkatkan ekspor dan substitusi impor serta sektor jasa untuk menggenjot pariwisata.
Penguatan rupiah hanya akan bersifat sementara selama stabilitas nilai tukar rupiah bergantung pada investasi portofolio.
Perry menambahkan, BI terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk mendorong ekspor otomotif, elektronik, garmen, serta makanan dan minuman. Di samping itu, koordinasi sedang difokuskan pada kebijakan lanjutan untuk industri substitusi impor baja dan farmasi.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rosan Perkasa Roeslani menyampaikan, pelaku usaha khawatir perlambatan ekonomi global, khususnya China, akan berdampak pada transaksi perdagangan Indonesia pada 2019.
”Perdagangan Indonesia-China mencapai 15 persen dari total perdagangan Indonesia. Penurunan pertumbuhan ekonomi China akan berdampak pada Indonesia karena China banyak menyerap komoditas dari sini, khususnya batubara,” kata Rosan.
Adapun pelaku usaha telah berkomunikasi dengan pemerintah terkait dengan insentif yang dapat diterima bagi pengusaha yang banyak melakukan ekspor.