Dua Teladan Eka Tjipta: Selalu Bersyukur dan Penuh Maaf
Oleh
M Fajar Marta
·3 menit baca
Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama. Kepergian Eka Tjipta Widjaja pada usia 98 tahun tidak diratapi kerabat dekat sebagai sebuah kehilangan yang menyedihkan.
Kepergian Eka merupakan momen syukur atas perjumpaan dengan sosoknya yang menginspirasi. Perjumpaan dengan Eka adalah kesempatan belajar memaknai hidup melalui teladan hidupnya sebagai seorang pengusaha yang dikenal gigih dan sederhana.
”Dua teladan itu adalah selalu bersyukur dan penuh maaf,” kata sekretaris pribadi Eka sejak 1965, Elly Romsiah, Senin (28/1/2019). Dua prinsip itu saat ini menjadi warisan paling berharga dari Eka untuk Elly.
Terhitung sudah 54 tahun lamanya Elly bekerja menjadi sekretaris Eka Tjipta. Ia merupakan pegawai pertama perusahaan Sinar Mas yang direkrut Eka sendiri.
Elly yang kini telah menginjak usia 74 tahun, sehari-hari, masih bekerja di Kantor Pusat Sinar Mas, Jakarta Pusat. Dua kali ia telah meminta pensiun, tetapi tidak diizinkan keluarga Eka.
Awal perjumpaan Elly dan Eka terjadi pada 1965 di Pasar Pagi, Jakarta Pusat. Kala itu, Eka berniat menyewa sebuah ruko di daerah itu untuk dijadikan kantor perusahaan kopra yang baru dibentuknya.
”Pertama ketemu itu, saya langsung minta untuk bekerja dengan Pak Eka,” ujar Elly. Ia mengaku, hal itu merupakan permintaan spontan dari seorang remaja berusia 20 tahun.
Elly menuturkan, saat itu yang terpancar dari sosok Eka adalah kenekatan dan kegigihan. Sebagai seorang perantau di Jakarta, mereka memiliki kesamaan di kedua hal itu.
Memasuki masa Orde Baru, usaha Eka menunjukkan tren positif dan terus melejit tinggi. Perusahaan kertas Tjiwi Kimia yang dibangun Eka pada 1976 terus berkembang menjadi salah tulang punggung grup Sinar Mas.
Saat itu, Elly juga mulai merasakan perbaikan kesejahteraan sebagai karyawan. Ia ikut pindah ke kantor baru di Sawah Besar dan tak lagi berkantor di sebuah ruko dengan satu meja kecil yang hanya muat untuk berdua.
”Sejak dulu saya punya mimpi berkantor di gedung tinggi,” kata Elly. Ia lahir di Purworejo, Jawa Tengah, dan merantau ke Jakarta untuk mencari jalan mewujudkan mimpi itu.
Mimpi itu akhirnya memang terwujud. Sehari-hari kini ia menempati ruangan di lantai 38. Tak ada orang lain yang diizinkan menempati lantai ”sakral” di kantor pusat Sinar Mas itu kecuali Elly dan Eka.
Kabar meninggalnya Eka diterima Elly pada Sabtu (26/1/2019) malam melalui telepon dari Indra Widjaja. ”Sebelumnya, memang sudah beberapa waktu Pak Eka menunjukkan kondisi menurun dan tidak bisa mengenali saya,” kata Elly.
Terus mengalir
Penghormatan bagi Eka terus mengalir dari sejumlah tokoh masyarakat sejak tempat persemayaman di Rumah Duka Sentosa, Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, di buka pada Minggu (27/1) pukul 18.00.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siroj menilai, Eka merupakan sosok pengusaha yang patut diteladani generasi muda. Kegigihannya merintis usaha dari level nol hingga sebesar saat ini membuktikannya layak dianggap sebagai salah satu putra terbaik yang dimiliki bangsa.
”Eka menunjukkan Tuhan akan memberi jalan dan rahmat bagi siapa pun yang bekerja keras, terlepas dari suku, agama, ataupun ras tempat kita berasal,” ujar Said.
Eka merupakan sosok pengusaha yang patut diteladani generasi muda. Kegigihannya merintis usaha dari level nol hingga sebesar saat ini membuktikannya layak dianggap sebagai salah satu putra terbaik yang dimiliki bangsa.
Di samping itu, ia mengajak masyarakat memanfaatkan momen kepergian Eka untuk berefleksi juga tentang keberagaman dan toleransi. Said berpesan agar perbedaan yang ada dimaknai sebagai kesempatan membangun persaudaraan. (PANDU WIYOGA)