Gelombang tinggi terjadi di Selat Malaka serta pantai utara dan selatan Jawa. Syahbandar melarang kapal kecil melaut.
JAKARTA, KOMPAS—Empat korban hilang dan satu orang ditemukan tewas. Mereka tergulung gelombang laut sepekan ini. Tiga di antaranya berasal dari Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau; satu dari Cirebon, Jawa Barat; dan sisanya dari Situbondo, Jawa Timur.
Tiga korban dari Tanjung Balai Karimun merupakan anak buah kapal KM BBS II yang mengangkut semen. Ketiganya hilang setelah kapal mereka tenggelam di perairan Bengkalis, Riau, Minggu (27/1/2019) dini hari. Mereka adalah Bahtiar (masinis III), Budi Santoso (oiler), dan Dasril (petugas kamar mesin). Empat awak kapal lainnya selamat.
”Kami menerima informasi hari Minggu sekitar pukul 00.20. Tidak lama setelah informasi itu, dua kapal Basarnas langsung menuju lokasi,” kata Kepala Seksi Operasi dan Siaga Badan SAR Nasional Pekanbaru Jacky Chan.
Menurut Jacky, sekitar pukul 04.00, kapal tunda TB Marlin IV yang tengah melintas menemukan empat orang terapung di laut dalam kondisi selamat. Mereka adalah Fujianto (mualim I), Hardiana (mualim II), Iwan (anak buah kapal), dan Ismail (saudara kru kapal). ”Kami masih fokus mencari korban, tetapi terkendala cuaca. Ombak terlalu besar,” kata Jacky.
Satu korban hilang lainnya adalah pemancing asal Situ- bondo, Jawa Timur. Korban Edi Hartono (30) hilang sejak Selasa (22/1). ”Korban hilang di perairan Landangan, Kecamatan Kapongan saat memancing,” ujar Koordinator Pusat Pengendalian Operasional BPBD Situbondo Puriyono.
Adapun satu korban lagi bernama Seli Pratama (25), nelayan asal Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Ia ditemukan tewas di perairan Gebang, Minggu (27/1) siang. Korban hanyut setelah terhantam ombak ketika melaut, Jumat lalu.
Larangan melaut
Cuaca buruk membuat sejumlah pelayaran di kepulauan di Jawa Timur terganggu. Kantor kesyahbandaran setempat melarang kapal-kapal yang sebagian besar berukuran kecil berlayar karena membahayakan keselamatan penumpang.
Larangan berlayar terjadi di beberapa pelabuhan di Jatim, antara lain Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya; Pelabuhan Gresik; Pelabuhan Kalianget, Sumenep; dan Pelabuhan Tanjungwangi, Banyuwangi. Kondisi ini terjadi sejak sepekan lalu.
Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama Tanjung Perak Dwi Budi Sutrisno mengeluarkan surat edaran yang berisi imbauan menunda pelayaran hingga kondisi cuaca membaik. Surat edaran itu diterbitkan sejak Rabu (16/1) dan masih berlaku sampai ada pemberitahuan dari BMKG yang menyatakan cuaca kembali normal.
Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, cuaca buruk tengah melanda perairan Laut Jawa. Gelombang laut mencapai 1,5 meter hingga 3,5 meter. Kondisi itu dinilai kurang aman untuk berlayar bagi kapal-kapal berukuran kecil.
Akibat larangan ini, sejumlah kapal penumpang dan pengangkut barang tertahan di Pelabuhan Tanjung Perak. Kapal-kapal yang diminta untuk menunda keberangkatannya adalah kapal penumpang berukuran kurang dari 3.000 gros ton (GT).
Selain itu, kapal perintis dan perahu pengangkut barang yang berukuran kurang dari 1.000 GT juga tidak diizinkan berlayar.
”Kapal yang ditunda keberangkatannya adalah tujuan Kalimantan, antara lain ke Sampit, Kumai, dan Banjarmasin. Kapal tujuan kepulauan Madura yang menggunakan kapal perintis juga tidak ada yang diizinkan berangkat,” kata Dwi.
Di Malang, angin kencang dan gelombang tinggi membuat nelayan di pantai selatan urung melaut. Angin kencang juga melanda Kota Malang dan merobohkan pepohonan di jalan-jalan utama.(WER/GER/IKI/SAH/SYA)