Perbaikan kawasan hulu sungai di Kabupaten Gowa dan sekitarnya mendesak dilakukan. Hal itu perlu ditangani sambil membantu korban banjir dan memperbaiki sarana yang rusak.
MAKASSAR, KOMPAS— Keputusan membenahi hulu Sungai Jeneberang di kaki Gunung Bawakaraeng, Kabupaten Gowa, diambil setelah rapat koordinasi penanggulangan bencana banjir dan tanah longsor yang dipimpin Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar, Minggu (27/1/2019).
Sebelumnya, Wapres Kalla meninjau Bendungan Bili-Bili dan jembatan penghubung Desa Tanakaraeng di Kecamatan Manuju dan Desa Moncongloe di Kecamatan Parangloe yang putus akibat limpahan air bendungan. Di Bendungan Bili-Bili, air relatif tinggi dan berwarna coklat keruh.
Turut mendampingi Wapres Kalla dalam peninjauan itu antara lain Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo, serta Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah.
Dalam rapat koordinasi, hadir pula Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan, Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto, Bupati Jeneponto Iksan Iskandar, dan Bupati Maros Hatta Rahman.
”Masalah cuaca tentu tidak bisa kita kontrol, tetapi yang terjadi adalah kerusakan di hulu, kerusakan di DAS (Daerah Aliran Sungai) Bawakaraeng. Karena itu, harus kita perbaiki,” tutur Kalla.
Banjir yang melanda Makassar dan Gowa pada 22 Januari lalu diakibatkan curah hujan yang sangat tinggi. Pintu air di Bendungan Bili-Bili juga dibuka karena limpahan air dikhawatirkan melebihi kapasitas.
Kapasitas bendungan berkurang akibat sedimentasi dari hulu DAS Jeneberang. Di hulu ini terdapat kaldera Gunung Bawakaraeng dengan potensi 111 juta meter kubik tanah.
Di wilayah hulu ini pun ada aktivitas penambangan dan perladangan. Hutan beralih fungsi menjadi tanaman jagung yang tak kuat perakarannya.
Bahkan, menurut Bupati Gowa Adnan, di dataran tinggi Gowa masih ada pembukaan lahan. Pohon besar ditebang untuk membangun vila. Pemkab Gowa tidak bisa melarang sebab sejak 2015 kewenangan pengendalian pertambangan dan kehutanan ada di pemerintah pusat dan provinsi.
Ke depan, menurut Kalla, lahan konservasi harus dikembalikan pada tanaman keras dengan perakaran kuat untuk mengurangi sedimentasi dan mencegah longsor. Hal ini akan ditangani Pemprov Sulsel dan BNPB.
Hal serupa harus dilakukan di hulu-hulu sungai di kabupaten/kota lain yang dilanda banjir pekan lalu kendati pembenahan hulu memakan waktu setidaknya tiga tahun.
Untuk masyarakat, lanjut Kalla, bantuan kerusakan disesuaikan aturan yang ada. Korban meninggal mendapat santunan Rp 15 juta per orang. Adapun fasilitas umum segera diperbaiki Kementerian PUPR bersama Pemprov Sulsel.
Adnan mengusulkan pembangunan Bendungan Jenelata. Bendungan ini diperlukan karena pertemuan arus air di Jenelata membuat air di Bendungan Bili-Bili melebihi kapasitas dan memaksa pintu air dibuka. (INA)