Korban Penipuan First Travel Berupaya Diberangkatkan Umroh
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Calon jemaah umroh korban penipuan biro travel First Travel kembali berjuang merebut aset perusahaan yang dirampas negara. Mereka meminta aset perusahaan harus dikembalikan kepada jemaah dalam bentuk pemberangkatan jemaah umroh ke tanah suci.
Beberapa perwakilan calon jemaah korban penipuan itu mendatangi Inspektorat Kementerian Agama di Jakarta Selatan, Senin (28/1/2019). Mereka mempersoalkan terbitnya Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 589 Tahun 2017 tentang Pencabutan Lisensi Biro Umroh. Mereka menilai, terbitnya PMA itu membuat First Travel (FT) tidak bisa memberangkatkan ribuan calon jemaah.
Pengacara jemaah Riesqi Rahmadiansyah mengatakan, kehadiran perwakilan calon jemaah ke Inspektorat Kemenag adalah untuk meminta lembaga tersebut mencari siapa orang yang paling bertanggung jawab atas keluarnya PMA Nomor 589/2017.
Riesqi berasumsi, pihak yang berada di balik terbitnya PMA adalah orang yang memiliki biro travel umroh, dan menghindari persaingan usaha. Sebab, menurutnya, ribuan jemaah umroh yang memesan jasa di FT tidak jadi berangkat karena uangnya tidak ada. Uang justru dipakai pemilik FT untuk membeli aset, mengadakan fashion show di luar negeri, dan berfoya-foya.
Penyebab kedua, setelah PMA Nomor 289/2017 terbit pada bulan Agustus 2017, FT tak lagi bisa memberangkatkan jemaah. FT diblokir oleh beberapa vendor karena tidak punya lisensi dari Kemenag. Sementara itu, pemilik FT, Andika, mengatakan, seharusnya pada bulan November 2017, ia memberangkatkan sekitar 5.000-7.000 jamaah.
“Menteri Agama tidak melihat perjanjian tripartite antara Otoritas Jasa Keuangan, FT, dan Kemenag. Sebab, di perjanjian itu FT berjanji akan memberangkatkan 5.000-7.000 jamaah per bulan mulai November 2017. Tapi karena lisensi dicabut, mereka tidak bisa memberangkatkan umroh,” ujar Riesqi.
Riesqi menuturkan, kejanggalan lain adalah pemilik FT ditangkap pada Agustus 2017, dan asetnya langsung disita oleh negara. Padahal, harta tersebut sudah digadaikan untuk memberangkatkan jamaah di bulan November. Namun, karena persoalan lisensi dicabut itu, pemilik FT tak bisa berbuat banyak. Mereka sudah diblokir oleh vendor penyedia jasa umroh.
“Temuan-temuan ini akan kami tindak lanjuti, dan kami yakin temuan ini akan menjadi bekal untuk merebut kembali aset FT yang dalam Putusan Pengadilan Negeri Depok dirampas untuk negara,” terang Riesqi.
Riesqi berpendapat, dalam tindak pidana pencucian uang, uang harus kembali kepada pihak yang dirugikan. Ia mempertanyakan mengapa dalam putusan di pengadilan negeri justru aset bernilai besar dirampas oleh negara. Saat ini, menurut informasi yang ia dapatkan, aset sisa uang tunai milik FT masih senilai Rp 89 miliar.
Para perwakilan itu pun diterima dalam audiensi di Inspektorat Kementerian Agama. Namun, jawaban dari Inspektorat tersebut sangat mengecewakan calon jamaah.
Sekretaris Jenderal Inspektorat Kemenag Muhammad Tambrin mengatakan, PMA yang dikeluarkan oleh Kemenag adalah produk hukum yang sah karena sudah melalui konsultasi di biro hukum. Ia tidak bisa mempersoalkan peraturan tersebut. Apalagi, fungsi Inspektorat Jenderal selama ini adalah melakukan pengawasan internal di Kemenag.
Mereka hanya mengawasi aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Kementerian Agama. Mereka tidak mengawasi pihak-pihak eksternal seperti orang, dan biro perjalanan.
“Mohon maaf kami tidak bisa menindaklanjuti domain wilayah lain. Ini yang hadir kami terima sebagai tamu, hasil audiensi akan kami catat dan serahkan ke Kemenag sesuai tugas pokok dan fungsinya,” kata Tambrin.