Malaadministrasi di Kelurahan dan Sekolah Paling Tinggi
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Praktik malaadministrasi di instansi kelurahan dan sekolah negeri paling banyak ditemukan Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya. Kepala daerah dan pimpinan instansi diminta memperkuat pengawasan agar praktik malaadministrasi tidak berulang.
Sepanjang 2018, Ombudsman Jakarta Raya menerima 336 laporan dari warga DKI Jakarta dan sekitarnya. Dari laporan itu, 13,3 persen tindakan malaadministrasi ditemukan di instansi kelurahan dan 13,3 persen ditemukan di sekolah negeri. Selain itu, 11,1 persen praktik malaadministrasi juga ditemukan di instansi dinas provinsi.
Adapun wilayah pengawasan Ombudsman Jakarta Raya adalah DKI Jakarta, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, dan Kota Tangerang Selatan.
Kepala Ombudsman Jakarta Raya Teguh P Nugroho menyatakan, laporan terbanyak yang diterima adalah karena masyarakat tidak mendapatkan pelayanan. Selain itu, ada pula laporan karena penundaan berlarut, petugas tidak kompeten, serta adanya permintaan imbalan uang, barang, dan jasa.
”Banyaknya laporan di tingkat dasar seperti kelurahan menandakan pengawasannya masih kurang. Transparansi juga perlu ditingkatkan lagi. Dari laporan yang masuk, menandakan masyarakat belum merasa terlayani dengan baik,” tutur Teguh di Jakarta, Senin (28/1/2019).
Berdasarkan substansi laporan, Ombudsman mencatat, kepolisian merupakan instansi yang paling banyak dilaporkan, yakni 22,4 persen. Kemudian, substansi lain dari agraria/pertanahan (20,4 persen), kepegawaian (7,7 persen), dan peradilan (5,8 persen).
Menurut Teguh, sistem pelengkap (complementary system) pemerintah daerah, khususnya DKI Jakarta dan sekitarnya, masih lemah. Banyaknya laporan berulang seperti masalah penundaan berlarut pada akta kematian ataupun akta kelahiran membuktikan sistem pengawasan di tingkat dasar belum terbentuk dengan baik.
”Setelah menerima laporan, kami langsung tindak lanjut dan masalah ini nyatanya bisa diselesaikan cukup satu jam. Seharusnya masalah seperti ini tidak perlu terjadi,” ujarnya.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Jakarta Smart City Setiaji mengungkapkan, Pemerintah Daerah DKI Jakarta melalui Jakarta Smart City telah berupaya meningkatkan pelayanan terutama terkait penanganan pengaduan masyarakat. Sistem penanganan pengaduan dilakukan secara terintegrasi.
”Sistem ini mengintegrasikan kanal-kanal pengaduan masyarakat dari Facebook, Twitter, SMS, Qlue, ataupun laporan langsung di kecamatan dan balai warga. Dengan adanya sistem ini, petugas kami dapat lebih cepat merespons pengaduan warga,” ucapnya.
Ia mengatakan, laporan pengaduan yang diterima per bulan sebanyak 13.000-15.000 laporan. Dari jumlah itu, aduan paling banyak adalah karena masalah iklan liar, sampah, dan parkir liar. Pihaknya mengklaim total rata-rata respons pengaduan sekitar satu hari.
”Untuk 2019, kami akan lebih fokus mengintegrasikan website-website SKPD (satuan kerja perangkat daerah) menjadi single portal agar masyarakat lebih mudah mendapatkan informasi dan layanan pemerintah. Selain itu, kami juga menyiapkan dashboard terintegrasi untuk pimpinan bisa memonitor kota,” lanjutnya.
Koordinasi
Teguh menambahkan, pemerintah daerah, terutama DKI Jakarta, perlu memperbaiki koordinasi antarinstansi dalam menyelesaikan pengaduan masyarakat. Ia menilai, selama ini belum ada koordinasi dan komunikasi yang baik antarinstansi pemerintahan DKI.
”Seharusnya TGUPP (Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan) bisa menjembatani antarinstansi ketika terjadi sengketa atau permasalahan. Namun, yang kami lihat selama ini, tugas itu belum terlaksana dengan baik. Akibatnya, jika ada persoalan, butuh waktu yang cukup lama,” ujarnya.