Pengamanan Wilayah Perbatasan Indonesia Masih Rapuh
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wilayah perbatasan Indonesia dinilai masih sangat rapuh sehingga rentan terhadap penyelundupan narkoba, terorisme, penebangan liar, dan perdagangan manusia. Oleh karena itu, penguatan kelembagaan di perbatasan dibutuhkan agar celah kriminal tersebut dapat diantisipasi lebih dini.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan, dengan wilayah perbatasan terpanjang kedua di dunia, Indonesia memiliki tantangan yang sangat kompleks dalam hal keamanan nasional. Di wilayah perbatasan masih ditemui banyak jalur tikus atau jalur ilegal sehingga penyelundupan barang atau manusia, juga peredaran narkoba, sulit dideteksi.
”Sudah berulang-ulang disampaikan pertahanan kita rapuh di luar, kuat di dalam. Itu sudah menyalahi kodrat. Wilayah kita terpanjang kedua di dunia, tetapi sementara ini kita rapuh karena tidak terjaga dengan baik,” kata Wiranto dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Pembangunan Perbatasan, di Jakarta, Senin (28/12019).
Sudah berulang-ulang disampaikan pertahanan kita rapuh di luar, kuat di dalam.
Panjang wilayah perbatasan Indonesia mencapai 99.000 kilometer. Itu membuat Indonesia memiliki wilayah perbatasan terpanjang kedua setelah Kanada yang sepanjang 200.000 kilometer.
Wiranto mencontohkan, di Kalimantan Utara, wilayah perbatasan Indonesia dengan Malaysia, setidaknya ada 1.400 jalur ilegal. Keberadaan jalur tikus itu menyebabkan berbagai praktik pelanggaran hukum terjadi, mulai dari penyelundupan narkoba hingga perdagangan manusia.
”Itu baru di satu provinsi saja. Padahal, Indonesia merupakan negara dengan wilayah perbatasan nomor dua terpanjang di dunia. Itulah yang saya katakan, tantangan di wilayah perbatasan kita sangat kompleks,” katanya.
Oleh karena itu, Wiranto menekankan pentingnya penguatan kelembagaan di perbatasan, seperti penambahan personel TNI-Polri. Dia menilai selama ini penempatan personel TNI-Polri masih terlalu fokus di Jawa. Padahal, kehadiran mereka sangat dibutuhkan untuk mengisi kekuatan di wilayah perbatasan yang masih rapuh.
”Saya minta TNI-Polri ditempatkan di wilayah perbatasan. Jangan menumpuk di Jawa karena banyak masukan-masukan yang tidak bisa kita deteksi,” kata Wiranto.
Selain itu, lanjut Wiranto, penguatan kelembagaan juga harus terjadi di pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, baik dalam hal pelayanan masyarakat, juga pembangunan infrastruktur, seperti transportasi, jaringan listrik, dan telekomunikasi.
Pelaksana Tugas Sekretaris Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) Widodo Sigit Pudjianto menambahkan, ancaman konflik dengan negara tetangga, seperti terorisme, kejahatan lintas negara (transnational crimes), dan aktivitas lintas batas ilegal, disebabkan dukungan sarana dan prasarana pertahanan serta keamanan yang belum standar.
Ancaman konflik dengan negara tetangga, seperti terorisme, kejahatan lintas negara (transnational crimes), dan aktivitas lintas batas ilegal, disebabkan dukungan sarana dan prasarana pertahanan serta keamanan yang belum standar.
Widodo juga telah meminta kepada Kementerian Hukum dan HAM agar ada penguatan kelembagaan yang diberikan kepada para camat di perbatasan. Para camat diharapkan bisa membantu pengawasan di bidang kepabeanan, keimigrasian, dan karantina.
”Sekarang, kan, kalau di perbatasan, masih banyak kurang tenaga. Kami bantu lewat camat untuk dikasih kewenangan itu. Supaya orang mondar-mandir ada identitasnya. Selama ini, kan, belum. Orang keluar-masuk seenaknya saja,” kata Widodo.