Peserta Program Puas dengan Bantuan Pangan Nontunai
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keluarga penerima manfaat sejauh ini merasa puas dengan program Bantuan Pangan Nontunai. Hal ini sejalan dengan hasil evaluasi pelaksanaan program oleh Microsave Consulting Indonesia di 93 kabupaten/kota sepanjang 2018. Meskipun demikian, masih perlu ada perbaikan dalam pelaksanaan program tersebut.
Bantuan Pangan Nontunai (BPNT) adalah program bantuan pangan pemerintah kepada keluarga penerima manfaat (KPM) melalui sistem elektronik. KPM mendapatkan kartu yang hanya dapat digunakan untuk membeli pangan di e-warong Kube atau pedagang bahan pangan. Transaksi di tempat ini dilakukan dengan kerja sama dengan pihak bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Setiap KPM mendapatkan bantuan sebesar Rp 110.000 per bulan.
Peneliti Senior Microsave Consulting Indonesia, Elwyn Sansius Panggabean, mengatakan, kepuasan peserta program muncul karena merasakan adanya kemudahan akses dan kenyamanan. Berdasarkan survei MicroSave Consulting Indonesia, 96 persen KPM dan 89 persen e-warong menyatakan puas pada pelaksanaan program BPNT.
”Salah satu bentuk kemudahan dan kenyamanan itu karena lokasi e-warong dekat dengan rumah KPM dengan waktu tempuh sekitar 10 menit,” kata Elwyn di Jakarta, Senin (28/1/2019).
Ia menjelaskan, waktu tempuh tersebut lebih cepat dibandingkan tahun 2017 yang membutuhkan waktu tempuh 16 hingga 30 menit untuk menuju e-warong.
Berdasarkan studi ini, ditemukan nilai median biaya pangan per rumah tangga KPM per bulan sebesar Rp 700.000 yang menunjukkan KPM berasal dari golongan miskin. BPNT menyediakan bahan pangan berkualitas premium dan membantu memenuhi kebutuhan pangan KPM satu hingga dua minggu atau 12 sampai 29 persen dari total biaya pangan bulanan untuk 4 hingga 5 orang per keluarga.
Program ini pada awalnya digulirkan tahun 2017. Pada tahun kedua, program ini mengalami peningkatan jumlah KPM dan wilayah yang dijangkau. Selain membantu keluarga dari golongan miskin, program ini juga dapat meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan dengan adanya e-warong.
Selain membantu keluarga dari golongan miskin, program ini juga dapat meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan dengan adanya e-warong.
Pada 2017, jumlah KPM sebanyak 1,28 juta yang tersebar di 44 kabupaten/kota. Pada 2018, jumlah KPM meningkat menjadi 10,3 juta yang tersebar di 219 kabupaten/kota.
Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, perkembangan jumlah KPM telah melebihi target pemerintah, yaitu 10 juta KPM. ”Pada tahun 2019, pemerintah menargetkan perluasan jumlah KPM, yaitu 15,6 juta KPM dengan anggaran dana Rp 20,1 triliun,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial Andi ZA Dulung menargetkan program BPNT tahun 2019 dapat dimulai pada April atau Mei.
Pada tahun 2017, peserta KPM dapat menggunakan BPNT untuk membeli beras, gula, telur, minyak goreng, dan tepung. Pada 2018, pemerintah membatasi BPNT hanya digunakan untuk membeli beras dan atau telur.
Elwyn menuturkan, pemberian bahan pangan dalam bentuk paket menyebabkan kurangnya kebebasan KPM dalam memilih bahan pangan. Meskipun demikian, tidak ada keluhan yang signifikan dari KPM.
Di sisi lain, lanjutnya, bahan pangan dalam bentuk paket membantu e-warong dalam mengelola persediaan antrean. Proses pencairannya pun dapat berjalan dengan cepat.
Kendala
Sebagai program yang baru berjalan dua tahun, BPNT masih memiliki kendala, seperti persoalan teknis lupa nomor identifikasi pribadi (PIN), ada e-warong yang masih terlalu jauh, saldo kosong, panjangnya antrean, dan jaringan yang bermasalah.
Elwyn menilai, kendala itu semakin berkurang setelah ada usaha dari pemerintah untuk menyelesaikannya. Persoalan lupa PIN merupakan kendala yang paling banyak dijumpai tahun 2017, sebesar 45 persen, sedangkan pada 2018 hanya terdapat 2 persen.
Usaha yang dilakukan pemerintah adalah menggunakan PIN yang sama untuk satu kelompok atau daerah. Mereka juga mencatat PIN di kertas dan menempelkannya di kartu keluarga sejahtera.
Untuk mengurangi masalah lupa PIN, Elwyn merekomendasikan agar pemerintah menggunakan sistem otentikasi wajah atau melalui sistem biometrik.