Sebelum Sidang, Ahmad Dhani Siap Terima Vonis Hakim
Oleh
Andy Riza Hidayat
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebelum sidang dengan agenda pembacaan vonis terkait dengan kasus ujaran kebencian, musisi Ahmad Dhani Prasetyo siap dengan keputusan majelis hakim. Pembacaan keputusan majelis hakim ini digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (28/1/2019).
Jaksa mendakwa Ahmad Dhani dengan Pasal 45 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 28 Ayat 2 UU ITE juncto Pasal 55 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana dengan kurungan penjara maksimal 6 tahun. Dhani datang didampingi keluarga, terdiri dari istri Mulan Jameela dan anaknya, Abdul Qodir Jaelani, beserta tim kuasa hukum, yaitu pengacara Hendarsam Marantoko.
Dhani sesekali melempar senyum kepada jurnalis yang mengerubutinya. Baginya, keputusan majelis hakim ialah jalan hidup yang harus dilalui. Ia mengaku tidak ada persiapan khusus untuk menghadapi vonis. ”Saya siap dan saya yakin. Apa pun hasilnya, saya telah siap dan terima,” ucap Dhani.
Pengacaranya, Hendarsam Marantoko, menyebutkan, kasus yang menimpa kliennya sampai tahap akhir tidak ada kejelasan. Baginya, kasus tersebut tidak terbukti sebagai pencemaran nama baik. ”Tidak jelas bagian mana yang menunjukkan pencemaran nama baik,” ujar Hendarsam.
Kasus tersebut berjalan sejak Juli 2017. Dhani dilaporkan oleh Jack Boyd Lapian atas cuitannya pada Maret 2017 di akun Twitter @AHMADDHANIPRAST. Akun tersebut berisi unggahan ’Siapa saja yang dukung penista agama adalah bajingan yang perlu diludahi mukanya-ADP’.
Dhani menjalani sidang perdana April 2018 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia didakwa melakukan ujaran kebencian lewat akun Twitter. Menurut jaksa, cuitannya bisa menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan dalam masyarakat.
Dhani mengajukan eksepsi, keberatan atas dakwaan yang diberikan kepadanya. Ia meminta majelis hakim membatalkan dakwaan jaksa karena cuitannya tidak mengandung unsur suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Tim kuasa hukumnya pun menilai surat dakwaan jaksa tidak sesuai dengan hasil pemeriksaan atau penyidikan.
Pada November 2018, ia meminta jaksa menuntut dirinya tak melebihi tuntutan terhadap terpidana kasus penodaan agama. Ketua Majelis Hakim Ratmoho menyela pernyataannya dan mengimbau agar tidak meminta dituntut ringan. Namun, ia beralasan permintaan itu demi memberikan inspirasi kepada JPU.
Akhirnya, ia dituntut 2 tahun penjara. Dalam tuntutannya, JPU menyebutnya terbukti secara sah telah bersalah karena menimbulkan kebencian terhadap suatu golongan dengan menyuruh melakukan dan menyebarkan informasi atas golongan berdasarkan SARA.
Ia menilai tuntutannya merupakan aksi balas dendam dari sebagian orang karena hukuman itu setara dengan masa hukuman yang dijatuhkan terkait dengan kasus penodaan agama. (FRANSISKUS WISNU WARDHANA DHANY)