Wacana Penutupan Taman Nasional Komodo Butuh Kajian Ilmiah
Wacana Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menutup sementara Taman Nasional Komodo bagi wisatawan ditolak Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia Wilayah Manggarai Barat. Mereka meminta ada kajian akademik secara menyeluruh sebelum peraturan itu diterapkan. Pemprov NTT beralasan, rencana itu bertujuan melindungi dan melestarikan Komodo (Varanus komodoensis) beserta seluruh ekosistem di dalamnya.
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·3 menit baca
LABUAN BAJO, KOMPAS — Wacana Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menutup sementara Taman Nasional Komodo bagi wisatawan ditolak Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia Wilayah Manggarai Barat. Mereka meminta ada kajian akademik secara menyeluruh sebelum peraturan itu diterapkan. Pemprov NTT beralasan, rencana itu bertujuan melindungi dan melestarikan komodo (Varanus komodoensis) beserta seluruh ekosistem di dalamnya.
Taman Nasional Komodo (TNK) diakui UNESCO sebagai situs warisan dunia dan menjadi satu dari 10 destinasi terbaik karena memiliki komodo serta keindahan ekosistem bawah laut. Namun, keberadaannya kali ini menjadi polemik. Di satu sisi menghidupi banyak orang, tetapi kondisinya butuh perbaikan untuk menjaga kelangsungan habitat.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia (Asita) Manggarai Barat Donatus Matur, dihubungi di Labuan Bajo, Senin (28/1/2019), mengatakan, wacana penutupan TNK selama satu tahun sangat merugikan dunia pariwisata Labuan Bajo. Sebanyak 11.000 pekerja selama ini bergantung pada kegiatan pariwisata di Labuan Bajo dan sekitarnya.
”Asita Manggarai Barat minta agar dilakukan kajian akademik. Hasil kajian akademik ini dipublikasikan ke masyarakat. Jika kondisi TNK sudah sangat memprihatinkan dan butuh penangangan luar biasa, termasuk penutupan kawasan TNK, kami dukung,” tutur Matur.
Ia mengatakan, meski penutupan itu baru sebatas wacana, tingkat okupansi hotel-hotel di Manggarai Barat menurun drastis, sebesar 40-50 persen. Bahkan, sejumlah wisatawan mancanegara yang telah merencanakan paket perjalanan ke Labuan Bajo pada Juni-Oktober 2019 dibatalkan.
Tidak hanya itu, Kebijakan Pemprov NTT melarang pembangunan hotel melati di Labuan Bajo dan sekitarnya pun mengundang pertanyaan bagi pelaku usaha wisata di Labuan Bajo. Kebijakan ini dinilai bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat yang mendorong masyarakat membangun home stay di sejumlah destinasi untuk menghidupkan ekonomi lokal.
Asita Manggarai Barat berharap, sebelum wacana ini direalisasikan, perlu dilakukan pertemuan Pemprov NTT dengan Asita dan pelaku usaha wisata di Manggarai Barat. Sampai hari ini, Asita belum memahami maksud dan tujuan penutupan TNK dan pelarangan pembangunan hotel melati.
Kondisi Taman Nasional Komodo saat ini sangat memprihatinkan.
Kepala Dinas Pariwisata NTT Marius Ardu Jelamu mengatakan, kajian akademis tidak perlu dilakukan. Kondisi TNK saat ini sangat memprihatinkan. Hal itu bisa disaksikan secara langsung di lapangan.
Sejak beberapa tahun terakhir, terjadi hal-hal yang tidak mendukung ekosistem dan habitat komodo. Turis-turis pergi ke TNK, saat berada di dalam kapal, mereka mengajak komodo masuk ke laut, yang kemudian viral di media sosial.
Selain itu, ada juga penangkapan ikan ilegal di kawasan konservasi, ratusan rusa diburu oleh pemburu, dan terakhir Pulau Gili Lawa di dalam kawasan TNK terbakar. Kondisi TNK saat ini kering dan tandus.
Perburuan rusa menyebabkan rantai pasokan makanan bagi komodo terancam punah, yang berdampak pada ancaman masa depan hewan langka itu. Kondisi fisik binatang komodo dari tahun ke tahun terus menurun karena kurang pasokan makanan.
Jelamu menyebutkan, semua pihak belajar dari keseriusan Pemerintah Ekuador melindungi Kepulauan Galapagos. Di sana, keberadaan kura-kura raksasa, paus, dan penguin langka sangat dilindungi.
”Pemerintah Ekuador membatasi jumlah pengunjung ke Galapagos, 200 orang per hari dengan pesawat. Mereka dilarang membawa kapal pesiar kecuali kapal milik otoritas setempat, tidak membawa pulang bunga, tidak membawa parfum, tidak melalui jalur kura-kura, dan dikenai tiket masuk 1.500 dollar AS per orang. Hal itu tidak menghalangi ribuan orang antre masuk Galapagos hingga 3-4 bulan sebelumnya,” tutur Jelamu.
Ia mengatakan, Duta Besar RI untuk Ekuador Diennaryati Tjokrosupahatono pernah berkunjung ke Labuan Bajo pada November 2018. Ia bertekad mengajak Pemerintah Ekuador menata TNK bersama Pemerintah RI. Semua ini dilakukan demi kelestarian komodo dan menjadikan TNK lebih indah daripada yang ada saat ini.
”Selama ini, berbagai kasus terkait keberadaan TNK tidak mendapat perhatian serius. Pemerintah memiliki kewenangan mengelola, tetapi sejumlah pelanggaran di sana dibiarkan. Tidak ada pengawasan dan kontrol yang ketat. Ini sangat disayangkan,” ucap Jelamu.