Area Sekolah Rentan Picu Kasus Demam Berdarah Dengue
Sekolah menjadi kawasan dengan kerentanan tinggi memicu munculnya kasus demam berdarah dengue di Kota Bandung, Jawa Barat. Oleh karena itu, semua sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di Kota Bandung didorong membentuk kelompok tugas pemantau jentik nyamuk untuk menekan munculnya penyakit berbahaya itu.
Oleh
Samuel Oktora
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS-Sekolah menjadi kawasan dengan kerentanan tinggi memicu munculnya kasus demam berdarah dengue di Kota Bandung, Jawa Barat. Oleh karena itu, semua sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di Kota Bandung didorong membentuk kelompok tugas pemantau jentik nyamuk untuk menekan munculnya penyakit berbahaya itu.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Bandung tahun 2018, DBD paling banyak menyerang anak usia 5-14 tahun atau setara usia SD dan SMP. Jumlahnya mencapai 1.144 kasus atau 40,48 persen dari total 2.826 kasus.
“Patut diduga penyebaran atau penularan DBD itu banyak terjadi di sekolah. Jam aktif nyamuk Aedes aegpyti, pemicu DBD, antara pukul 08.00-10.00 bersamaan saat siswa tengah belajar di sekolah,” kata Kepala Dinkes Kota Bandung Rita Verita dalam acara sosialisasi kasus DBD kepada 350 kepala SDN dan SMPN di Kota Bandung, Selasa (29/1/2019). Acara ini dibuka Wakil Walikota Bandung Yana Mulyana.
Rita mengatakan, sosialisasi ini bertujuan untuk mengingatkan kepala sekolah tentang bahaya DBD. Belum semua sekolah menerapkan gaya hidup sehat untuk menjamin kesehatan siswa. Salah satu contohnya, belum semua SDN dan SMPN di Kota Bandung yang memiliki petugas juru pemantau jentik (jumantik).
“Ke depannya, kami mendorong setiap sekolah memiliki jumantik. Sekolah bisa menyusun rencana pemantauan jentik hingga membentuk koordinator jumantik di tiap kelas. Waktu pemantauannya bisa dilakukan seminggu sekali dan hasilnya bisa dilaporkan pada puskesmas terdekat," katanya.
Kepala SDN 062 Ciujung, Kota Bandung Lastriyah mengatakan, sampai saat ini sekolahnya belum memiliki jumantik. Sadar potensi bahayanya sangat tinggi, dia berjanji akan segera membentuk kelompok jumantik untuk menekan penularan Aedes aegypti.
"Kami akan melibatkan siswa menjadi petugas jumantik dengan pendampingan guru. Harapannya, mereka bisa menerapkan langkah serupa di rumahnya masing-masing," kata Lastriyah.
Contoh baik sudah dilakukan di SMPN 2 Bandung. Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas SMPN 2 Dwi Yanti menyatakan, serangkaian langkah pencegahan munculnya jentik telah rutin dilakukan. Sebagai contoh, sekolah tidak menyediakan bak penampungan air permanen, tetapi menyediakan ember kecil. Pihaknya juga memelihara ikan pemakan jentik nyamuk, seperti nila dan mujair, di kolam sekolah. Guru dan petugas tata usaha juga aktif berbagi tugas memantau lingkungan sekolah.
Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana mengatakan, kewaspadaan sekolah harus ditingkatkan. Dia yakin, bila sekolah bisa menerapkan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan tepat, hal itu bisa berkontribusi menurunkan jumlah kasus DBD.
"Selain sekolah dan pemukiman, saya akan mendorong pelaksanaan PSN di instansi pemerintah dan perkantoran swasta. Ini harus jadi gerakan bersama untuk menurunkan kasus DBD di Kota Bandung," kata Yana.