WASHINGTON DC, SELASA — Pemerintah Amerika Serikat mengenakan sanksi kepada perusahaan minyak milik negara Venezuela, PDVSA, pada Senin (28/1/2019) waktu setempat. Hal itu dalam rangka meningkatkan tekanan kepada Presiden Venezuela Nicolas Maduro untuk menyerahkan jabatan presiden kepada Juan Guaido, pemimpin oposisi Venezuela, yang mendeklarasikan dirinya sebagai presiden ad interim, pada Rabu (23/1/2019).
Senator AS Marco Rubio mengatakan, sanksi itu termasuk pembekuan segala macam aset PDVSA yang berada di bawah naungan yurisdiksi AS. Ada pula larangan bagi warga negara AS untuk melakukan bisnis dengan perusahaan itu.
Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton menambahkan, sanksi yang diterapkan diperkirakan akan memblokir aset PDVSA sebesar 7 miliar dollar AS (Rp 98,59 triliun) dan menimbulkan kerugian hasil ekspor ke depan lebih dari 11 miliar dollar AS (Rp 154,93 triliun).
”Kami terus mengekspos tindakan korupsi Maduro beserta dengan kroninya. Tindakan (sanksi) pada Senin ini memastikan mereka tidak bisa lagi merampas aset rakyat Venezuela,” kata Bolton di Gedung Putih, Washington DC, Senin waktu setempat.
Tidak lama setelah sanksi AS diumumkan, Guaido, yang juga Ketua Majelis Nasional, memerintahkan Kongres Venezuela untuk menyusun anggota dewan direksi baru untuk PDVSA dan anak perusahaannya di AS, Citgo. Hal itu dalam rangka ”membantu memulihkan industri kita dari masa gelap”.
Merebut posisi
Melalui demonstrasi besar-besaran pekan lalu, Guaido memproklamasikan diri sebagai presiden. Walaupun didukung oleh sebagian besar negara Barat, ia kesulitan merebut posisi presiden tanpa sumber pendapatan dan kendali militer. Sanksi yang diterapkan AS merupakan upaya untuk mengurangi akses Maduro kepada pendapatan yang dihasilkan dari ekspor minyak.
Melalui rilis yang dipublikasikan di media sosial, Guaido menyampaikan, upayanya untuk mengambil alih aset Venezuela di luar negeri dan mencegah Maduro menyita aset itu. ”Secara progresif dan teratur, kami mulai mengambil alih aset republik kita di luar negeri demi mencegah Maduro merampas aset itu saat ia mundur dari jabatannya,” tulis Guaido, seperti dikutip kantor berita Agence France-Presse (AFP).
Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin menambahkan, Venezuela dapat menjual minyaknya kepada AS selama pendapatan yang dihasilkannya dimasukkan dalam rekening yang diblokir Pemerintah AS.
Venezuela mengekspor sekitar 500.000 barel minyak per hari ke AS, sebagian besar kepada Citgo dan pabrik yang dimiliki oleh Valero Energy Corporation serta Chevron Corporation. Sejak beberapa tahun terakhir, produksi minyak Venezuela turun menjadi sekitar 1,4 juta barel per hari karena masalah ekonomi dan kurangnya investasi. Akibat tingkat inflasi yang sangat tinggi, warga menderita karena kesulitan membayar kebutuhan dasar sehari-hari.
Demonstrasi lagi
Maduro telah menjabat sebagai presiden Venezuela sejak 2013. Hasil pemilihan umum pada Mei 2018 yang kembali mendukung Maduro sebagai presiden dianggap tidak sah oleh AS, Uni Eropa, dan sebagian besar anggota negara Organisasi Negara-negara Amerika.
AS beserta lebih dari 20 negara lainnya mendukung Guaido untuk menjadi presiden Venezuela. Negara anggota Uni Eropa memberikan waktu kepada Maduro hingga Sabtu (2/2/2019) agar pemilihan umum digelar lagi. Desakan itu telah ditolak oleh Maduro. Sementara itu, sejumlah pemimpin kiri, seperti Rusia, China, Turki, Korea Utara, dan beberapa negara Amerika Latin, mendukung Maduro.
Guaido rencana menggelar demonstrasi lagi pada Rabu (30/1/2019) dan Sabtu (2/2/2019). Ia mengajak militer untuk mendukungnya dan berada di sisi rakyat. Demonstrasi pada pekan lalu telah menelan 35 korban jiwa, menurut laporan dari organisasi nonpemerintah.