Banyuwangi ”The Sunrise of Java” dan Kekuatan Inovasi
Banyuwangi adalah sebuah kabupaten yang mencerminkan cultur in the making, budaya yang terus berproses. Aktivitas sosial, budaya, ekonomi, dan pemerintahan yang bergerak selalu memberi nuansa baru kehidupan di kabupaten berjuluk ”The Sunrise of Java” ini.
Selain faktor sumber daya alam dan letak geografis, kekayaan budaya dan berbagai inovasi yang dilakukan baik oleh pemerintahan daerah, masyarakat, maupun lembaga-lembaga lain membentuk formasi yang dinamis menjadikan kualitas kehidupan manusia di Banyuwangi lebih tinggi dibandingkan daerah tetangganya.
Pada tahun 2017, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Banyuwangi mencapai 69,64 dan tercatat lebih tinggi dibandingkan wilayah-wilayah yang berdekatan di bagian timur Provinsi Jawa Timur ini, terutama wilayah sesama eks Karesidenan Besuki, seperti Jember, Situbondo, dan Bondowoso. Jember, misalnya, IPM-nya hanya 64,96, Bondowoso 64,75, dan Situbondo 65,68.
Dinamika ekonomi yang makin kondusif juga diperlihatkan oleh Kabupaten Banyuwangi dengan capaian produk domestik regional bruto (PDRB) yang meningkat pesat. Pada tahun 2010, posisi PDRB Banyuwangi hanya Rp 32,46 triliun, lebih rendah dari Kabupaten Jember yang Rp 33,37 triliun. Namun, enam tahun kemudian, pada 2016, PDRB Banyuwangi mencapai Rp 66,34 triliun, mengungguli Jember yang tertinggal di angka Rp 62,51triliun.
Pertanian, kehutanan, dan perikanan merupakan penyumbang terbesar PDRB Banyuwangi yang mencapai 32,81 persen. Tanaman perkebunan, pangan, dan perikanan merupakan pilar utama yang menyokong pendapatan daerah di sektor ini. Di sini terdapat delapan komoditas perkebunan yang menjadi primadona, di antaranya kopi, kelapa kopra, kelapa deres, tembakau, cokelat, tebu, cengkeh, dan karet. Wilayah ini juga merupakan penghasil rempah vanili terbesar di Indonesia. Selain itu, sentra pengembangan jeruk nasional juga telah dirintis di sini.
Berbagai upaya dilakukan Banyuwangi untuk terus mengembangkan sektor pertanian. Sejumlah inovasi di bidang pertanian juga dilakukan untuk memaksimalkan hasil, di antaranya Pengembangan Rintisan Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Primatani), kemitraan kelompok tani dengan PT Alliance One Indonesia dalam kegiatan on farm-pascapanen tembakau, dan kemitraan petani gula merah non-sulfit dengan Indofood. Selain itu, juga terdapat kemitraan pemasaran hasil panen kopi dengan PTPN XII, fasilitasi CSR kelompok tani kopi dengan PTPN XII, pengembangan tebu untuk mendukung Industri Gula Glenmore (IGG), dan pengembangan kopi arabika.
Baca: Banyuwangi Bangun Terminal Terpadu
Selain mengupayakan agar produktivitas padi Banyuwangi agar selalu terjaga di atas rata-rata nasional, para petani juga didorong berinovasi menerapkan mina padi, mina jeruk, dan mina buah naga untuk menambah penghasilan petani sehingga produksi ikan meningkat. Selain buah naga, semangka, manggis, jeruk, dan cabai, di sektor hortikultura Banyuwangi juga menjadi sentra pengembangan bagi durian merah yang kini menjadi sajian khas kabupaten ini.
Untuk mendukung pertanian, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menggiatkan pembangunan infrastruktur irigasi dan embung-embung baru. Sejak 2011 telah dibangun dan diperbaiki jaringan irigasi primer 3.718 kilometer, irigasi sekunder 2.204 kilometer, dan tersier 797 kilometer. Sistem irigasi hemat air juga mulai diterapkan, terutama untuk penanaman cabai, yaitu sistem irigasi tetes di Kecamatan Glenmore dan Wongsorejo. Selain itu, upaya menyulap saluran irigasi atau selokan di desa menjadi tempat untuk memelihara ikan tawar juga mulai dikembangkan, seperti terlihat di Desa Jajag, Kecamatan Gambiran.
Pariwisata
Berbagai inovasi juga dilakukan oleh Banyuwangi dalam bidang pariwisata, menjadikan kabupaten yang terletak di ujung paling timur Pulau Jawa itu menyabet UNWTO Awards for Excellence and Innovation in Tourism untuk kategori Inovasi Kebijakan Publik dan Tata Kelola pada tahun 2016. UNWTO merupakan Organisasi Pariwisata Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa. Setelah itu, pada 2018 Banyuwangi juga memperoleh penghargaan tertinggi bidang pariwisata tingkat Asia Tenggara, yaitu ASEAN Tourism Standard Award.
Baca: Banyuwangi Incar 100.000 Wisatawan
Pembenahan dan inovasi-inovasi di bidang pariwisata telah meningkatkan secara drastis kunjungan wisatawan ke Banyuwangi. Jumlah wisatawan domestik tahun 2017 mencapai 606.664 orang dan mancanegara 71.271 orang. Padahal, pada 2010 kunjungan wisatawan domestik baru 497.000 orang dan mancanegara 5.205 orang. Upaya pembenahan terhadap destinasi wisata alam, seperti Pantai Plengkung, Kawah Ijen, The Seven Giant Waves Wonder, Pantai Pulau Merah, Pantai Watu Dodol, Teluk Hijau, dan Pantai Rajegwesi, berdampak signifikan terhadap kunjungan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.
Selain itu, Banyuwangi juga menciptakan festival budaya yang digelar sepanjang tahun. Jumlah festival terus meningkat dari 23 event pada 2014 sekarang sudah menjadi 77 event setahun. Banyaknya event menyebabkan Banyuwangi dinobatkan sebagai kota festival terbaik nasional.
Peningkatan jumlah atraksi wisata ini juga diikuti dengan bertambahnya jumlah aksesibilitas dan fasilitas pariwisata di Banyuwangi. Selain penerbangan dari Bali dan Surabaya, kini sejumlah maskapai juga telah menyediakan penerbangan langsung Jakarta-Banyuwangi, yaitu NAM Air, Garuda Indonesia, dan Citilink.
Di bidang perhotelan juga terjadi penambahan yang signifikan, dari hanya dua hotel berbintang pada 2012 kini sudah mencapai enam hotel. Selain Hotel Santika yang sudah beberapa tahun berdiri, sekarang terdapat Hotel El Royale, Sahid Osing Kemiren, dan Grand Harvest Resort. Demikian juga restoran, meningkat pesat dari 89 buah (2012) menjadi 251 buah (2017).
Rekonstruksi sosial
Banyuwangi menjadi arena kontestasi antaretnis yang cukup menarik. Wilayah ini terbilang memiliki ciri yang lebih multikultur dibandingkan wilayah tetangganya. Kultur masyarakat Banyuwangi dibentuk oleh tiga elemen etnis, yaitu Jawa Mataraman, Madura, dan Osing.
Etnis Osing adalah penduduk asli Banyuwangi yang mempunyai adat istiadat, budaya, dan bahasa yang berbeda dari masyarakat Jawa serta Madura. Suku bangsa ini selama beberapa dekade menjadi etnis yang terpinggirkan dari ruang publik dan politik.
Aneka stigma pernah dikenakan kepada keturunan Kerajaan Blambangan ini, termasuk isu santet yang kerap menempel dalam ingatan publik jika berbicara tentang suku Osing. Terlebih, setelah Tragedi Santet tahun 1998, peristiwa memilukan ketika lebih dari 100 orang dibunuh secara misterius karena dituduh memiliki ilmu santet. Tragedi ini menjadikan Banyuwangi dijuluki sebagai ”Kota Santet”.
Di bidang politik, wilayah Banyuwangi dikenal sebagai bagian dari area Tapal Kuda, sebuah jazirah di bagian timur Provinsi Jawa Timur yang dulunya merupakan daerah di bawah hegemoni Kerajaan Blambangan tetapi kemudian mendapat pengaruh dari Kerajaan Mataram dan migrasi orang-orang Madura.
Dinamakan Tapal Kuda karena bentuk kawasan tersebut di dalam peta mirip tapal kuda. Kawasan ini meliputi Banyuwangi, Probolinggo, Lumajang, Jember, Situbondo, Bondowoso, dan Pasuruan (bagian timur). Dalam perjalanan sejarahnya kemudian, area Tapal Kuda dipandang memiliki kekhususan dalam geopolitik Jawa Timur, terutama karena sintesis kultur Jawa dan Madura. Di Banyuwangi, lebih khusus lagi karena budaya Osing turut berperan.
Selama masa Orde Baru, peran orang-orang dari etnis Osing relatif terpinggirkan dalam kancah politik dan puncaknya terjadi pada Tragedi Santet yang menorehkan luka mendalam pada kelompok suku bangsa Osing. Namun, situasi kemudian berbalik setelah periode kepemimpinan Abdullah Azwar Anas memegang pemerintahan pada 2010.
Dengan segala inovasinya, pemerintah daerah berperan besar menghidupkan budaya Osing. Bahkan, kini Osing menjadi pemain utama dalam kancah budaya Banyuwangi.
Berbagai festival budaya menjadi arena penampilan paling nyata dan tak jarang spektakuler dari budaya Osing, termasuk festival Gandrung Sewu yang tetap digelar di tengah upaya-upaya Front Pembela Islam untuk menghentikannya. Tetap digelarnya acara ini menunjukkan kuatnya posisi kultural Osing dalam dimensi sosial-politik saat ini, di samping menunjukkan kuatnya kepemimpinan daerah di bawah Azwar Anas.
Selain itu, Perkampungan Osing di Kemiren makin memperkuat branding kabupaten ini dan menjadi salah satu tujuan utama wisata budaya Banyuwangi. Berbagai produk bernuansa Osing tidak hanya disajikan di sini, juga menjadi ornamen yang mengisi ruang-ruang publik dan gerai-gerai yang banyak bermunculan.
Acara Ethno Carnival yang menjadi agenda tahunan juga merupakan perwujudan dinamis dari sebuah culture in the making yang banyak mengekspresikan budaya Osing, Madura, dan Jawa dalam sebuah keselarasan baru.
Inovasi pemerintah kabupaten
Dengan semua inovasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah, tak berlebihan jika Banyuwangi menjadi kabupaten yang paling banyak mendapatkan penghargaan dibandingkan kabupaten lainnya. Hal ini setidaknya tecermin dari jumlah penghargaan yang diberikan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB).
Selama 2014-2018, Banyuwangi telah menyabet 10 penghargaan dari Kemenpan dan RB dengan masuknya sejumlah inovasi ke dalam Top 99 Inovasi Pelayanan Publik. Berikut adalah sejumlah inovasi yang dicetuskan oleh berbagai satuan kerja perangkat daerah di dalam lingkup kerja Pemerintah Kabupaten Banyuwangi.
Gemilang
Gemilang merupakan singkatan dari Gerakan Masyarakat Mencintai Lingkungan. Inovasi ini dilakukan sebagai upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kertosari, Kecamatan Banyuwangi, Kabupaten Banyuwangi.
Lewat program ini, peran dan fungsi puskesmas ditingkatkan dalam pembangunan seluruh komponen masyarakat, terutama untuk membantu mengelola lingkungan fisik dan biologis secara sehat. Bentuk kegiatan Gemilang dijabarkan dalam lima pilar, yaitu akses jamban sehat, pengelolaan sampah, pengelolaan air, pengelolaan limbah rumah tangga, dan rumah tangga sehat. Rumah tangga sehat mencakup rumah sehat dan perilaku hidup bersih dan sehat rumah tangga.
Transparansi Pengelolaan Anggaran Daerah
Sistem informasi terpadu yang menjadi kerangka dasar bagi semua aktivitas pemerintahan, yang memungkinkan fungsi manajerial berjalan secara lebih efisien dan efektif dalam melakukan upaya pengelolaan sumber daya yang dimiliki.
Sistem ini mencakup bidang-bidang perencanaan pembangunan daerah, anggaran, keuangan daerah, dan kebutuhan-kebutuhan para eksekutif pemerintahan. Sistem ini dinamakan Sistem Informasi Perencanaan, Penganggaran dan Laporan (Simral). Direkomendasikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), beberapa daerah lain kemudian mereplikasinya.
Lahir Procot Pulang Bawa Akta
Pelayanan pengurusan akta kelahiran secara daring (online) di Kabupaten Banyuwangi. Lewat program ini, masyarakat dijamin hak kependudukannya dalam mendapatkan akta kelahiran dan nomor induk kependudukan (NIK) bagi anak baru lahir. Masyarakat yang melahirkan melalui tenaga bidan, puskesmas, dan di semua rumah sakit di Kabupaten Banyuwangi akan langsung mendapatkan akta kelahiran dan kartu keluarga yang baru secara gratis ketika meninggalkan sarana kesehatan.
Dalam pelaksanaannya, program ini bekerja sama dengan PT Pos Banyuwangi yang bertugas mengantar akta kelahiran ke rumah penduduk yang baru melahirkan.
”Payment Point Drive Thru” PBB-P2
Merupakan terobosan berupa payment point khusus pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) menggunakan aplikasi Payment Online System (POS) PBB-P2 yang dikembangkan oleh Dinas Pendapatan Kabupaten Banyuwangi.
Gerai payment point ini berupa drive thru yang mempermudah pelayanan pembayaran PBB-P2 kepada masyarakat dan menjamin tidak ada antrean yang panjang dalam melayani wajib pajak perorangan ataupun pembayaran kolektif dari juru pungut. Sistem tersebut mencakup mekanisme pembayaran PBB tanpa meninggalkan kebutuhan akan sistem keamanan perbankan yang digunakan BPD Jatim.
Sakina (Stop Angka Kematian Ibu dan Anak)
Merupakan inovasi program guna menekan angka kematian ibu dan bayi di Kecamatan Sempu, Kabupaten Banyuwangi. Program Sakina memberikan layanan jasa bidang kesehatan secara gratis pada masyarakat utamanya ibu hamil dengan resiko tinggi berupa visible service (dilihat langsung).
Program ini dilakukan dengan membentuk Laskar Sakina dan menyediakan Rumah Singgah sebagai transit ibu hamil yang mau melahirkan. Selain itu, juga menyediakan ambulan khusus bernama Laju (Layanan Jemput Ibu) 24 jam gratis. Selain melakukan pendampingan, Laskar Sakina juga memasang stiker di rumah ibu hamil risiko tinggi dengan gambar Laju dan tanda-tanda persalinan serta nomor HP yang bisa dihubungi. Reward diberikan pada Laskar Sakina yang menemukan ibu hamil dengan umur kehamilan kurang dari 12 minggu (deteksi dini). Mereka dibekali cara memeriksa kehamilan melalui tes kencing.
Tim Sakina juga kerja sama dengan KUA dalam bentuk MOU yang isinya semua calon pengantin harus datang dulu ke puskesmas untuk mendapatkan konseling tentang reproduksi, KB, gizi, dan lain-lain. Konsultasi bagi ibu hamil risiko tinggi ke dokter kandungan tanpa dipungut biaya.
Pujasera (Pergunakan Jamban Sehat, Rakyat Aman)
Inovasi untuk mengubah perilaku masyarakat dari buang air besar (BAB) di sembarang tempat beralih ke penggunaan jamban sehat oleh Puskesmas Tampo, Banyuwangi. Program ini dilakukan dengan mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat lewat pembentukan kader Pujasera, Satgas ODF (Open Defecation Free), Komunitas Jamban Sehat, Arisan Jamban Sehat, gotong royong pembuatan jamban sehat, kampanye ODF dan klinik sanitasi.
Untuk memperlancar program, tim menjalin kemitraan dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan dan toko bangunan. Sementara untuk promosi tim menggandeng media cetak dan elektronik.
Sirami Gizi (Aksi Ramah Peduli dan Pemulihan terhadap Gizi)
Inovasi untuk menurunkan angka gizi buruk sekaligus meningkatkan kesehatan gizi pada bayi dan anak balita oleh Puskesmas Singotrunan, Banyuwangi. Mereka melakukan kegiatan pencegahan, pertolongan, penanganan serta pendampingan dengan layanan kunjungan rumah dan pemantauan anak balita gizi buruk oleh kader motivator gizi serta melakukan penimbangan dan pemeriksaan cek HB (hemoglobin).
Pelayanan dilakukan 24 jam sebagai fasilitas mobilisasi petugas dalam kunjungan rumah dan penjemputan anak balita yang mengalami gizi buruk dalam keadaan sakit untuk dirujuk dengan tanpa dipungut biaya. Mereka melakukan kerja sama lintas sektor untuk melakukan sosialisasi program kepada masyarakat, merevitalisasi posyandu, membagikan lefleat kepada masyarakat tentang program Sirami Gizi.
Kader Motivator Gizi, Kelompok pendukung ASI (KP-ASI), Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) juga dibentuk di tiap-tiap kelurahan. Selain itu, mereka juga membuat dana sosial untuk keberlangsungan kegiatan. Tim juga mengadakan makan bersama setiap sebulan sekali pada hari Jumat dengan mengundang anak balita beserta orangtua di puskesmas.
Implementasi E-VB
Untuk mengatasi ketidaksinambungan antara Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) dalam pengalokasian anggaran Desa, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi membangun aplikasi E-Village Budgeting (E-VB) yang meliputi sistem perencanaan, penatausahaan sampai dengan pelaporan dan pertanggungjawaban.
Lewat aplikasi di laman (evb.banyuwangikab.go.id) tersebut, pemerintah lebih mudah melakukan evaluasi laporan realisasi penggunaan anggaran desa secara menyeluruh sehingga meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyerapan dan penganggaran keuangan desa.
Sistem ini juga membuat terjadinya transparansi dan akuntabilitas keuangan desa. Pola perencanaan desa juga menjadi lebih terarah dibandingkan sebelumnya.
Siswa Asuh Sebaya (SAS)
Sebuah program dari siswa, oleh siswa, dan untuk siswa di mana siswa memberikan sebagian uang sakunya untuk dikelola dan disalurkan kepada teman yang membutuhkan.
Program ini dirancang oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi karena keterbatasan alokasi program bantuan siswa miskin dari pemerintah pusat yang tidak menjangkau seluruh siswa miskin di sekolah. Jika pun ada, pencairannya sering kali tidak tepat waktu serta prosedur pengurusan pencairan dana berbelit sehingga menjadi pemicu tingginya angka putus sekolah.
Selain melibatkan siswa, pemerintah daerah juga berupaya memotong prosedur penyaluran bantuan keuangan. Program ini sekaligus juga bertujuan untuk mengembangkan karakter siswa dengan memupuk kepedulian.
Program ini melibatkan kepala dinas pendidikan, sekretaris, kepala bidang pendidikan TK/SD, kepala bidang pendidikan menengah, staf dinas pendidikan, perwakilan kepala UPTD, koordinator pengawas Dikmen, koordinator pengawas TK/SD. Tiap sekolah diwajibkan untuk membentuk tim SAS Sekolah yang terdiri dari kepala sekolah, guru dan siswa.
Gancang Aron
Gugus Antisipasi Cegah Antrean Panjang dengan Antar Obat ke Rumah Pasien (Gancang Aron) merupakan sebuah model pelayanan kesehatan untuk mengurangi antrean pengambilan obat di apotek rumah sakit milik pemerintah daerah.
Dengan program ini, pasien tidak usah menunggu antrean, bisa langsung pulang beristirahat di rumah. Obatnya nanti diantar secara gratis setelah disiapkan apoteker. Gancang Aron bekerja sama dengan Go-Jek. Untuk memastikan bahwa obat diterima dengan tepat oleh pasien, driver Go-jek diberikan pelatihan khusus.
Selain itu, juga ada sistem pengamanan untuk memastikan informasi tentang obat tersampaikan dengan baik ke pasien. (LITBANG KOMPAS)