Presiden Nicolas Maduro menggelar parade militer, dengan memamerkan senjata-senjata berat Rusia. AS mengancam "melakukan balasan signifikan" jika diplomatnya jadi target.
Oleh
RETNO BINTARTI
·3 menit baca
CARACAS, MINGGU -- Juan Guaido, pemimpin oposisi Venezuela yang memproklamasikan diri sebagai pejabat presiden, menyerukan rakyat untuk melancarkan demo besar pada hari Rabu dan Sabtu pekan ini. Presiden Nicolas Maduro menyatakan bergeming tidak akan mengadakan pemilu ulang, seperti permintaan dunia luar.
Dalam wawancara dengan CNN, Minggu (27/1/2019), Maduro menegaskan, "Tak seorang pun bisa memberi ultimatum kepada kami". Sebelumnya, Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton menyampaikan peringatan cukup keras. "Setiap kekerasan dan intimidasi terhadap personel diplomatik AS, pemimpin demokratik Venezuela Juan Guaido, atau Majelis Nasional akan merupakan bentuk serangan terhadap penegakan hukum dan akan berhadapan dengan balasan signifikan," demikian cuitan Bolton di Twitter.
Washington telah menyetujui pemimpin oposisi yang mengasingkan diri, Carlos Vacchio, sebagai diplomat baru yang mewakili Venezuela setelah disingkirkan Maduro.
Di tengah kisruhnya situasi dengan mulai masuknya pengaruh-pengaruh luar dari dunia internasional, hari Minggu, Maduro menghadiri parade militer di Fort of Paramacay, sekitar dua jam perjalanan darat dari ibu kota Caracas. Parade itu dihadiri Menteri Pertahanan Vladimir Padrino.
Maduro mengatakan, parade militer ini memperlihatkan kepada dunia bahwa dia didukung militer, dan bahwa angkatan bersenjata Venezuela siap mempertahankan negeri. Presiden yang baru dilantik untuk periode kedua itu mengkritik lawan politiknya, Juan Guaido, telah melakukan kudeta yang dikendalikan para penasihat Presiden AS Donald Trump.
"Tak seorang pun bahkan berpikir untuk menginjak tanah yang suci," kata Maduro. Venezuela menginginkan perdamaian. "Untuk menjamin hal itu, kami harus siaga."
Rencananya, latihan militer lebih besar akan digelar pada 10-15 Februari mendatang.
Tolak pemilu
Dalam wawancara televisi, Maduro juga menegaskan menolak ultimatum negara-negara Uni Eropa yang meminta pemilu digelar dalam waktu delapan hari. Waktu delapan hari yang diberikan oleh Uni Eropa akan jatuh pada hari Sabtu.
Guaido mengajak rakyat pada hari itu untuk beramai-ramai turun ke jalan. Ketua Majelis Nasional itu kini mendapat dukungan lebih dari 20 negara, termasuk Australia dan Israel yang menyusul menyatakan dukungan pada Guaido. Pada hari Minggu, Guaido mengirimkan pesan kepada militer, meminta mereka agar mendukungnya, dan memerintahkan untuk tidak melakukan penindakan terhadap warga.
Terkait rencana demonstrasi hari Rabu (30/1/2019), Guaido meminta angkatan bersenjata agar berpihak kepada rakyat. Dalam beberapa hari belakangan, Guaido bahkan sudah melangkah ke luar, antara lain meminta PBB untuk membuka akses bantuan kemanusiaan.
Terakhir, pada hari Minggu dia melayangkan surat kepada PM Inggris Theresa May, berisi permintaan agar pemerintah Inggris menghentikan akses pemerintahan Maduro terhadap simpanan emas di Bank of England. Cadangan emas di luar merupakan aset sangat signifikan bagi Venezuela yang kini berada dalam kondisi keuangan yang sangat sulit.
Seruan Paus
Terhadap perkembangan situasi di Venezuela, Paus Fransiskus mengatakan, "sangat khawatir dengan terjadinya pertumpahan darah". Pemimpin umat Katolik sedunia ini menyatakan tak akan berpihak kepada siapapun.
Dalam perjalanan dari kunjungan ke Panama, Paus menegaskan mendukung seluruh rakyat Venezuela. Dia menyerukan adanya sebuah solusi yang adil dan damai dalam menyelesaikan kiris yang sedang berlangsung.