Jumlah Korban Kecelakaan Laut Menurun, Nelayan Tetap Diminta Waspada
Jumlah korban meninggal dunia akibat kecelakaan laut di perairan Jawa Barat menurun hampir 50 persen dalam setahun terakhir. Namun, Direktorat Kepolisian Perairan Polda Jabar tetap meminta nelayan mewaspadai gelombang tinggi dan angin kencang yang terjadi saat ini.
Oleh
Abdullah Fikri Ashri
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Jumlah korban meninggal dunia akibat kecelakaan laut di perairan Jawa Barat menurun hampir 50 persen dalam setahun terakhir. Namun, Direktorat Kepolisian Perairan Polda Jabar tetap meminta nelayan mewaspadai gelombang tinggi dan angin kencang yang terjadi saat ini.
Berdasarkan data Ditpolair Polda Jabar, tahun lalu, sebanyak 53 kecelakaan laut terjadi di perairan Jabar. Sebanyak 24 orang meninggal dunia dan 11 lainnya hilang. Jumlah korban jiwa itu menurun dibandingkan 2017, yakni 42 orang dan dua orang hilang.
Kecelakaan laut itu dominan terjadi di perairan selatan Jabar. Tahun lalu, misalnya, 30 kasus kecelakaan laut terjadi di perairan Sukabumi. Sementara tahun 2017, kecelakaan laut terbanyak terjadi di Ciamis dengan 12 kasus.
Meskipun ada tren penurunan korban jiwa pada kecelakaan laut tersebut, Direktur Ditpolair Polda Jabar Komisaris Besar Handoko di Cirebon, Selasa (29/1/2019), tetap meminta nelayan waspada. Apalagi, saat ini, gelombang tinggi dan angin kencang melanda perairan selatan dan utara Jabar.
Minggu (27/1) lalu, misalnya, Seli (28), nelayan asal Cirebon, ditemukan tewas setelah hilang selama tiga hari. Perahu ukuran 5 gros ton (GT) yang ditumpangi Seli dan tiga nelayan lainnya itu terbalik setelah dihantam ombak dan angin kencang.
"Berdasarkan informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang kami terima, gelombang tinggi berpotensi terjadi di pantai selatan dan utara Jabar. Paling tinggi di pantai selatan, bisa sampai 5 meter," ujar Handoko.
Menurut prakirawan BMKG Jatiwangi Ahmad Faa Iziyn, gelombang tinggi di perairan Cirebon bisa mencapai 2,5 meter sementara angin kencang mencapai 20 knot atau sekitar 50 kilometer per jam. "Kondisi ini diperkirakan berlangsung hingga akhir Januari," ujarnya.
Untuk itu, Ditpolair Polda Jabar sudah meminta kepada 11 wilayah satuan kerja untuk waspada. Wilayah itu tersebar dari Karawang, Indramayu, Cirebon, Cianjur, Sukabumi hingga Garut. "Kami mengimbau kepada nelayan untuk sementara waktu tidak melaut," ujar Handoko.
Asuransi
Menurut dia, imbauan tersebut disampaikan secara rutin kepada nelayan. Tidak sekadar imbauan, Ditpolair Polda Jabar juga memberikan alat keselamatan berupa ringbuoy kepada nelayan. Tahun lalu, pihaknya membagikan 384 buah ringbuoy.
Hingga akhir Januari ini, sebanyak 100 nelayan juga telah menerima alat keselamatan tersebut. "Nelayan kerap mengabaikan keselamatan mereka. Di perahu, misalnya, tidak ada jaket keselamatan," ujarnya.
Selain itu, Ditpolair Polda Jabar juga bekerja sama dengan sejumlah perusahaan serta PT Jasa Raharja Putera memberikan asuransi kepada nelayan. Dengan asuransi jiwa dan kesehatan itu, hidup nelayan dan keluarganya diharapkan lebih terjamin di tengah risiko menjadi korban kecelakaan laut.
"Sejak 2011 hingga kini, kami telah memberikan asuransi kepada 24.549 orang. Tidak hanya di Cirebon, penerima asuransi juga berasal dari Karawang, Pangandaran, dan Garut. Jumlah ini masih akan bertambah. Kami juga terbuka kepada perusahaan atau masyarakat yang ingin ikut membantu nelayan Jabar melalui asuransi," ujar Handoko.
Dalam program asuransi itu, nelayan tidak dibebankan membayar premi. Biaya itu ditanggung perusahaan. Di Cirebon, misalnya, Ditpolair Polda Jabar bekerja sama dengan Cirebon Power, perusahaan yang membangun sejumlah pembangkit listrik tenaga uap di Cirebon.
Jika sakit atau terluka, penerima asuransi mendapatkan santunan senilai Rp 1 juta. Jika nelayan meninggal dunia akibat kecelakaan laut maka nilai santunannya mencapai Rp 10 juta. "Kami ingin menggerakkan siapa saja yang peduli dengan masyarakat pesisir di Jabar. Program asuransi nelayan oleh polisi ini adalah yang pertama di Indonesia," ujarnya.