Kisah Penghuni Gang Sempit Ditagih Pajak Mobil Mewah
Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau BPBD DKI Jakarta bersama Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap atau Samsat melakukan operasi pajak kendaraan mobil mewah, Senin (28/1/2019). Bukannya mendatangi kompleks perumahan mewah, para petugas malah mendatangi rumah yang terletak di gang sempit.
Rumah yang didatangi petugas Samsat dan BPBD terletak di Jalan Mangga Besar IV A, Tamansari, Jakarta Barat. Penghuni rumah tiga tingkat dengan luas hanya 20 meter persegi ini tercatat memiliki mobil merek Bentley Continental dengan nomor polisi B 2829 JZZ.
Pajak mobil dengan harga Rp 4 miliar hingga Rp 8 miliar (versi www.oto.com) itu belum dibayar sejak September 2018. Adapun nilai pajak yang harus dibayar Rp 108 juta. Sementara dari tahun 2013 hingga 2018, pajak mobil ini rutin dibayar pemiliknya.
Zulkifli (36) tercatat sebagai pemilik mobil harga miliaran rupiah itu. Sejak duduk di bangku sekolah menengah atas, pria ini mengalami gangguan mental. ”Jangankan punya mobil, makan dan bayar listrik aja susah,” kata Farida (47), tante Zulkifli, Selasa (29/1/2019).
Di rumah kedua orangtua Zulkifli, Abdul Manaf (64) dan Siti Aisya (65), dihuni 13 orang. Manaf, Aisya, empat anaknya, dan tujuh cucunya.
Lantai 3 seluas 20 meter persegi digunakan untuk tidur oleh empat orang, lantai 2 ditempati lima orang, dan lantai dasar dibagi menjadi dua ruangan. Ruangan pertama untuk tidur empat orang dan ruang satunya sebagai kamar mandi dan tempat menyimpan barang-barang, mulai dari pakaian, mesin cuci rusak, alas kaki, alat masak, hingga yang lainnya.
Untuk memasak, Aisya menggunakan lorong di depan rumah yang lebarnya kurang dari 2 meter. Di lorong itu juga berjejer kompor, ember, belanga, dan tempat sampah.
Sementara itu, Zulkifli tinggal di kamar kecil di belakang rumah tantenya, Farida, yang masih bertetangga dengannya karena ruang di rumahnya sudah tidak cukup. Di ruang 4 meter persegi itu, Zulkifli tidur sendiri. Sesekali, ayahnya datang membersihkan ruang yang hanya berisi satu ranjang susun dan pakaian Zulkifli itu.
Saat ingin makan dan mandi, Zulkifli ke rumah orangtuanya. Begitu pula saat akan minum obat penenang dari rumah sakit yang wajib ia konsumsi tiga kali sehari.
Sehari-hari Zulkifli sering meminta rokok kepada siapa pun yang ia lihat. Terkadang membantu orang lain mengangkat galon dan parkir agar mendapatkan uang untuk membeli rokok. ”Siapa pun dia bantu, ia minta upah Rp 2.000 untuk beli rokok satu batang. Kalau dikasih lebih, dia juga beli air mineral botol atau sampo saset,” cerita Farida.
Kebiasaan berjalan ke beberapa tempat untuk mencari uang atau rokok membuat keluarga Zulkifli menyuruh pria ini selalu membawa kartu tanda penduduk (KTP) miliknya. Ini untuk menghindari razia penertiban orang dengan gangguan kejiwaan.
Meminjamkan KTP
KTP yang selalu dibawa Zulkifli ini yang kemudian dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Kartu kependudukannya itu dipinjam dengan iming-iming uang tunai dan kebutuhan pokok. Merasa kegirangan, Zulkifli memberi tahu ayahnya. Manaf, yang saat itu kekurangan uang, setuju KTP-nya, KTP istrinya, dan KTP Zulkifli dipinjamkan. Setelah dikopi, KTP itu dikembalikan dengan imbalan uang Rp 125.000.
Mereka tidak curiga meminjamkan KTP karena sudah biasa terjadi, terutama saat musim kampanye. Sebab, dengan meminjamkan KTP ini, mereka memperoleh kebutuhan pokok atau uang tunai.
Kesempatan ini mendapatkan penghasilan menjadi tawaran menggiurkan bagi keluarga Manaf yang merupakan pensiunan pegawai negeri sipil ini. Terlebih ia masih memiliki utang di bank yang ia pinjam untuk memperbaiki rumahnya yang terbakar pada 2010.
Sementara anak-anaknya juga memiliki penghasilan seadanya. Mereka ada yang bekerja sebagai tukang ojek, petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum, serta masih ada yang menganggur. Keadaan ini membuat Manaf dan istrinya terkadang harus meminjam uang kepada saudara-saudaranya.
Blokir
Melihat ketimpangan ini, petugas dari BPDB dan Samsat DKI Jakarta memblokir pajak mobil mewah atas nama Zulkifli ini. Pemblokiran dilakukan atas surat permohonan dari pemilik KTP. Adapun keberadaan mobil mewah itu saat ini masih dalam pencarian. Salah satunya dengan cara razia bersama pada Maret 2019 mendatang.
”Selain razia, kami juga tetap rutin door to door dengan dua cara. Pertama mendatangi sesuai alamat yang tertera, kedua sesuai dengan letak obyek pajak,” kata Kepala Unit Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Samsat Jakarta Barat Eling Hartono, Selasa.
Selain mobil mewah atas nama Zulkifli, Eling juga mengatakan, khusus di Jakbar masih ada 24 mobil mewah yang dicari. Kesemuanya juga menggunakan data orang lain sebagai pemiliknya.
Pemilik mobil-mobil mewah tersebut ada yang tidak membayar pajak dari September 2016, kebanyakan tidak bayar pajak dari tahun 2018. Tunggakan pajak terbesar yang tidak dibayar sejumlah Rp 300 juta per mobil.
Menghindari pajak progresif
Walau rutin membayar pajak mobil mewah, banyak yang memilih menggunakan nama orang lain sebagai pemilik mobil mewahnya. Pasalnya, mereka dapat terhindar dari pajak progresif kendaraan.
Pajak progresif merupakan biaya pemungutan pajak berdasarkan persentase jumlah kuantitas obyek pajak. Misalnya untuk mobil, pada mobil pertama yang dimiliki dikenai pajak sebesar 1,5 persen. Untuk kepemilikan mobil kedua, pajaknya naik menjadi 2 persen, mengalami kenaikan 0,5 persen setiap penambahan jumlah kepemilikan kendaraan. Jumlah tertinggi 10 persen.
Untuk menghindari pajak yang besar, para pemilik mobil mewah mengakali aturan pajak dengan menggunakan data orang lain. Cara ini pun dinilai gampang dilakukan.
”Pendaftaran mobil baru saja bisa menggunakan fotokopi KTP, memang aturannya seperti itu. Ya, memang susah kami melacaknya apabila di kemudian hari ada masalah,” kata Eling.
(SITA NURAZMI MAKHRUFAH)