Pedagang Pasar Tradisional Protes Perda Toko Swalayan di Sleman
Oleh
Haris Firdaus
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Sekitar 100 pedagang pasar tradisional di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, berdemonstrasi di Kantor Gubernur DI Yogyakarta, Selasa (29/1/2019). Mereka menolak pemberlakuan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Sleman tentang Perizinan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan karena dinilai merugikan pedagang pasar tradisional.
Berdasarkan pantauan Kompas, Selasa siang, puluhan pedagang pasar tradisional itu memasuki kompleks Kantor Gubernur DI Yogyakarta sambil membawa spanduk dan poster berisi tuntutan mereka. Para pedagang juga melakukan aksi teatrikal dengan menari diiringi alat musik. Di sela-sela aksi, perwakilan pedagang pun diterima perwakilan Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman.
”Di Sleman ada perda yang tidak adil, yang tidak mendengarkan apa yang menjadi keluhan wong (orang) pasar. Tapi perda itu ditetapkan DPRD dan Bupati Sleman. Makanya, kami ke sini untuk wadul (mengadu) kepada Gubernur,” kata Koordinator Forum Peduli Pasar Rakyat (FPPR) Sleman Agus Subagyo, di sela-sela aksi.
Perda Kabupaten Sleman tentang Perizinan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan telah disahkan dalam Sidang Paripurna DPRD Kabupaten Sleman pada 29 November 2018. Namun, sampai saat ini, perda itu belum diregistrasi sehingga belum memiliki nomor.
Agus memaparkan, salah satu poin dalam perda yang menjadi keberatan pedagang pasar tradisional adalah ketentuan tentang jarak toko swalayan dengan pasar rakyat atau pasar tradisional. Pasal 14 perda itu menyatakan, toko swalayan berupa minimarket waralaba dan minimarket cabang yang berada di jalan nasional dibebaskan dari aturan jarak dengan pasar rakyat.
Ini artinya pendirian minimarket di jalan nasional bisa dilakukan di lokasi yang sangat dekat dengan pasar tradisional. ”Perda itu mengizinkan minimarket dibangun dengan jarak nol kilometer dari pasar tradisional. Ini yang kami tentang. Jangan sampai ada banyak orang yang jadi miskin karena perda ini,” tutur Agus.
Agus mengatakan, perda itu akan membuat para pedagang pasar tradisional dan pemilik toko kelontong di Sleman kian susah bersaing dengan minimarket waralaba yang memiliki modal besar. Saat ini, dia menambahkan, sudah banyak pedagang pasar tradisional dan toko kelontong di Sleman yang mengeluhkan penurunan pendapatan karena maraknya minimarket.
”Pasar tradisional sekarang menjadi sepi. Dulu, pukul 09.00 pasar masih ramai pembeli, tetapi sekarang sudah sepi. Banyak yang lebih memilih belanja ke minimarket-minimarket itu,” ujar Agus.
Oleh karena itu, Agus meminta Pemprov DI Yogyakarta untuk mengevaluasi Perda Kabupaten Sleman tentang Perizinan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan. Dia menambahkan, pendirian dan pengoperasian minimarket seharusnya diatur secara ketat agar tidak membuat pasar tradisional kalah bersaing. Apalagi, jumlah pasar tradisional relatif banyak, yakni 117 pasar.
”Seharusnya barang yang dijual di minimarket itu berbeda dengan pasar tradisional. Selain itu, harusnya minimarket tidak masuk sampai ke desa-desa,” kata Agus.
Setelah melakukan kajian, Pemprov DI Yogyakarta merekomendasikan agar minimarket di jalan nasional minimal berjarak 500 meter dari pasar tradisional.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sleman Tri Endah Yitnani mengatakan, berdasarkan perda tersebut, jarak minimarket dengan pasar tradisional di jalan nasional memang tidak dibatasi. Menurut Tri, ketentuan itu dibuat karena, berdasarkan kajian yang dilakukan, sebagian besar konsumen yang membeli di minimarket di jalan nasional merupakan pengendara yang kebetulan lewat, bukan warga setempat.
Oleh karena itu, pendirian minimarket di jalan nasional dinilai tidak akan mengurangi jumlah pembeli di pasar tradisional sekitarnya. ”Dari hasil kajian, konsumen toko swalayan di jalan nasional tidak banyak dari wilayah sekitar, tetapi banyak yang dari pengguna jalan,” ujar Tri.
Meski begitu, Tri menyatakan, pihaknya siap mengikuti evaluasi yang diberikan Pemprov DI Yogyakarta terkait perda tersebut. ”Kami ikut saja nanti evaluasi dari Pemda DIY, bagaimana baiknya,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah DI Yogyakarta Gatot Saptadi mengatakan, ada sejumlah rekomendasi yang diberikan pemprov terkait Perda Kabupaten Sleman tentang Perizinan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan. Salah satunya terkait jarak minimarket dengan pasar tradisional di jalan nasional.
Setelah melakukan kajian, Pemprov DI Yogyakarta merekomendasikan agar minimarket di jalan nasional minimal berjarak 500 meter dari pasar tradisional. ”Sudah kami koreksi, harus ada jarak. Kami sarankan minimal 500 meter untuk yang di jalan nasional,” kata Gatot.