Intoleransi muncul karena prasangka terhadap perbedaan sehingga menimbulkan kecurigaan terhadap kelompok yang berbeda, bahkan di dalam satu ajaran agama. Mengenal berbagai agama akan menumbuhkan sikap saling menghargai.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
Intoleransi muncul karena prasangka terhadap perbedaan sehingga menimbulkan kecurigaan terhadap kelompok yang berbeda, bahkan di dalam satu ajaran agama. Mengenal berbagai agama akan menumbuhkan sikap saling menghargai.
JAKARTA, KOMPAS - Pengenalan berbagai agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia kepada generasi muda bisa membongkar prasangka dan kecurigaan. Setelah memahami keragaman tersebut, pembahasan selanjutnya adalah menelaah berbagai persamaan yang menyatukan perbedaan-perbedaan ke dalam masyarakat harmonis.
"Keragaman merupakan ciptaan Tuhan. Sebagai bangsa yang spiritualis, Indonesia sejatinya tentu memahami dan menghargainya sebagai bagian dari mensyukuri karunia Tuhan Yang Maha Esa," kata Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin ketika meresmikan peluncuran buku Serial Literasi Agama untuk remaja berjudul "Meyakini, Menghargai" dan "Merayakan Keragaman" di Auditorium Perpustakaan Nasional, Jakarta, Senin (28/1/2019).
Buku ini diterbitkan oleh Expose dan merupakan rumusan dari program Convey oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah bersama Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pembangunan (UNDP). Kedua buku tersebut diharapkan menjadi literasi generasi milenial dalam menyikapi keragaman dan kemajemukan seperti halnya masyarakat Indonesia. Selain buku, juga ada aplikasi gratisnya yang bernama UID (Unity in Diversity) 360.
Lukman menjelaskan bahwa keragaman merupakan pengejawantahan keterbatasan manusia dalam memahami pesan Sang Khalik. Muncul berbagai tafsir yang pada intinya mengajak manusia untuk berlaku baik serta adil terhadap sesama maupun alam sekitar.
"Tidak ada tafsir agama yang tunggal. Semua ajaran agama mengajarkan umatnya agar selalu rendah hati dan tidak menganggap diri kita yang paling benar," tuturnya.
Semua ajaran agama mengajarkan umatnya agar selalu rendah hati dan tidak menganggap diri kita yang paling benar.
Agama pada dasarnya adalah menjaga harkat dan martabat manusia yang terwujud di dalam kehidupan sosial yang harmonis. Lukman menjabarkan, menghormati umat agama lain tidak melunturkan keimanan seseorang. Justru, dengan menunjukkan sikap saling menghargai adalah bentuk praktik agama yang mengedepankan kebaikan masyarakat.
Menurut dia, adanya intoleransi karena prasangka terhadap perbedaan sehingga menimbulkan kecurigaan terhadap kelompok yang berbeda aliran, bahkan di dalam satu ajaran agama sekalipun. Oleh sebab itu, pengenalan dasar-dasar berbagai ajaran agama penting dilakukan.
"Asli" vs "palsu"
Dosen Studi Agama UIN Syarif Hidayatullah Ismatu Ropi menjelaskan, pendidikan agama di Indonesia hanya melihat aspek ritual ajaran agama masing-masing. Aspek sosial jarang dibahas, apalagi terkait mengenal umat dari ajaran agama berbeda.
Pelajaran berat di ritual ini juga menyempitkan pemahaman masyarakat mengenai makna agama dan beragama. Hal ini membuat masyarakat kerap tidak bisa membedakan antara ajaran agama, budaya dati tempat suatu agama berasal, dan mitos. Bahkan, sering kali pelajaran agama terjebak pengagungan dan pemujaan suatu peristiwa sejarah sehingga tidak ada analisa terkait latar belakang maupun dampak dari peristiwa itu.
Sering kali pelajaran agama terjebak pengagungan dan pemujaan suatu peristiwa sejarah sehingga tidak ada analisa terkait latar belakang maupun dampak dari peristiwa itu.
"Ketidaktahuan ini yang mengakibatkan munculnya penilaian "asli" dan "palsu". Misalnya, agama yang berkembang di Indonesia dianggap tidak semurni wujud ketika berada di negara asalnya," ujar Ismatu.
Padahal, ajaran agama semestinya kompatibel dengan pikiran dan nurani manusia. Fakta bahwa agama bisa menyebar ke berbagai belahan dunia adalah bukti tafsir agama bersifat kontekstual dan sesuai dengan kebutuhan tiap-tiap bangsa.
Moral publik
Pakar kebangsaan Yudi Latif menerangkan, agama merupakan pasokan moral bangsa Indonesia. Akan tetapi, sebagai negara berlandaskan Pancasila, pemerintah tidak boleh masuk dan mengatur pelaksanaan agama karena merupakan hak individual.
"Peran komunitas dan tokoh-tokoh agama sangat penting untuk memberi penyadaran mengenai agama dalam konteks Indonesia," katanya.
Umat harus dididik dan disiapkan agar bisa hidup di dalam satu bangsa. Selain memelajari ragam agama dan kepercayaan, lebih penting lagi melihat persamaan nilai dalam keadilan, keselarasan sosial, kedaulatan, dan persatuan bangsa.