JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat korban pungutan liar pada program sertifikasi tanah takut melapor ke Satuan Tugas Saber Pungutan Liar atau Satgas Saber Pungli. Mereka khawatir upaya itu membuat oknum aparat pemerintahan di tingkat bawah menekan mereka.
Deny (30), salah seorang korban pungutan liar program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) atau percepatan sertifikasi tanah, mengaku takut melapor ke Saber Pungli. Ia khawatir langkah melaporkan kasus tersebut akan menyulitkan dirinya di lingkungan dan membuatnya ditekan aparat pemerintah tingkat bawah.
”Lagi pula saya tidak familier dengan prosedur pelaporan di Saber Pungli,” kata warga Jakarta Timur itu.
Deny mengaku diminta membayar biaya Rp 2 juta untuk pengurusan sertifikasi tanah. Biaya ini ditarik ketua rukun tetangga dan ketua rukun warga di lingkungan tempat tinggalnya, masing-masing Rp 1 juta.
Hal sama disampaikan Ardi (40), bukan nama sebenarnya, warga Tangerang Selatan. Ia mengaku jengah dengan pungli. Namun, jika ia melaporkan, maka ada risiko sertifikatnya urung diberikan oleh pihak yang merasa terganggu.
Oleh sebab itu, ia meminta Satgas Saber Pungli proaktif mengusut kasus tersebut.
Pemerintah menggelar program PTSL atau percepatan pengurusan sertifikat tanah untuk rakyat. Biayanya sekitar Rp 150.000, yakni untuk pembuatan patok. Selama 2017-2018, pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) telah menerbitkan total 13,54 juta sertifikat tanah di seluruh Indonesia. Tahun ini, targetnya 9 juta tanah sertifikat.
Nilai pungli bervariasi, mulai Rp 1 juta sampai dengan Rp 3 juta. Andaikan pungli menyasar 1 juta warga saja, dengan asumsi pungli Rp 1 juta per sertifikat, maka nilai pungli secara akumulatif setidaknya mencapai Rp 1 triliun.
Program ini positif dan bermanfaat bagi masyarakat sebab selama ini pembuatan sertifikasi tanah memakan waktu yang lama dan berbiaya mahal. Namun, pada pelaksanaannya, program ini ditunggangi praktik pungli oleh oknum aparat pemerintahan di bawah. Nilai pungli bervariasi, mulai Rp 1 juta sampai dengan Rp 3 juta. Andaikan pungli menyasar 1 juta warga saja, dengan asumsi pungli Rp 1 juta per seritifkat, nilai pungli secara akumulatif setidaknya Rp 1 triliun, apalagi jika sasaran dan nilainya jauh lebih besar dari itu.
Menanggapi persoalan ini, Presiden Joko Widodo mendorong masyarakat melapor kepada Satgas Saber Pungli. Menurut Presiden, Kementerian ATR tidak menarik biaya sama sekali. ”Memang di kelurahan dipungut, misalnya untuk (pembuatan) patok,” kata Presiden.
Biaya pembuatan patok, Presiden menambahkan, ditentukan sesuai kesepakatan. Namun, secara umum, nilainya hanya sekitar Rp 150.000 per sertifikat.
Lapor kepada Ombudsman RI
Anggota Ombudsman RI, Ahmad Alamsyah Saragih, menyatakan, sebaiknya masyarakat korban pungli melapor kepada Satgas Saber Pungli. Namun, jika tidak tahu prosedur atau nihil respons setelah 10 hari pelaporan, masyarakat bisa mengadu kepada Ombudsman.
”Bisa lapor kepada Ombudsman. Bisa pakai e-mail atau surat. Yang penting bisa dihubungi petugas Ombudsman. Jangan khawatir, nama pelapor kami rahasiakan,” kata Alamsyah.
Menjawab pertanyaan Kompas, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, masyarakat bisa melapor kepada Satgas Saber Pungli. Secara paralel, Satgas Saber Pungli juga bisa proaktif menelusuri kasus tersebut.
”Ya kedua-duanya. Mau cepat, ya lapor dengan bukti-bukti yang ada. Saya yakin, karena ini (program) massal, ini juga diawasi langsung oleh menteri dan Presiden, pastilah pungutan-pungutan itu tidak banyak. Apalagi yang diserahkan itu umumnya daerah-daerah yang katakanlah pas-pasan, kurang mampu, sehingga kelewatan kalau mau dipungli lagi,” kata Kalla.
Untuk lapor secara elektronik ke Satuan Tugas Saber pungli, diperlukan enam langkah. Pertama, masuk ke situs Saber Pungli dan mengisi formulir registrasi yang terdiri atas tujuh kolam, di antaranya nama, nomor induk kependudukan, dan nomor telepon.
Kedua, cek surat elektronik untuk mendapatkan kode aktivasi. Ketiga, setelah terdaftar, login di halaman depan situs Saber Pungli untuk masuk ke bagian pelaporan. Keempat, isi formulir laporan secara lengkap kemudian kirimkan.
Selanjutnya, pelapor akan mendapatkan nomor laporan melalui surat elektronik. Nomor laporan ini berguna sebagai kunci untuk masuk ke langkah kelima, yakni melihat perkembangan pelaporan.
Sementara telepon pusat pengaduan Satgas Saber Pungli tidak bisa dihubungi. Kompas mencoba menelepon call center Satgas Saber Pungli sebanyak lima kali sekitar pukul 15.00 WIB. Namun, mesin penjawab menyebutkan bahwa nomor tersebut tidak dapat dihubungi.