JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha kecil menengah memiliki peluang mengisi ceruk pasar global, terutama di produk berbasis kreativitas. Sejumlah dukungan dibutuhkan agar mereka mampu mengoptimalkan potensi tersebut.
”Menurut saya, ada tiga hal yang mendesak diperkuat agar dapat mendukung UKM go global,” kata Kepala Bidang Organisasi International Council for Small Business (ICSB) Indonesia Samsul Hadi ketika dihubungi di Jakarta, Senin (28/1/2019).
Menurut Hadi, hal pertama berkaitan dengan potensi pasar ekspor yang sesuai dengan kekuatan UKM Indonesia di bidang kreatif. UKM Indonesia sulit bersaing dengan perusahaan dari China dan Vietnam yang menghasilkan produk massal.
”Akan tetapi, ada ceruk pasar bagi UKM kreatif Indonesia. Jadi, UKM harus mendapatkan informasi pasar ekspor, semisal dari Kedutaan Besar atau Konsul Jenderal Republik Indonesia,” katanya.
Dukungan perolehan informasi membantu UKM Indonesia untuk mengetahui dan mengantisipasi tren kebutuhan regional atau global di ceruk pasar tersebut.
Menurut Samsul, hal kedua yang dibutuhkan adalah memitrakan UKM dengan pelaku usaha yang selama ini terbiasa melakukan kegiatan ekspor.
”Kemitraan UKM dengan eksportir murni tersebut penting untuk mengatasi kendala ekspor yang selama ini dihadapi,” ujarnya.
Hal ketiga menyangkut peningkatan standar produk UKM agar dapat memenuhi standar pasar di negara tujuan. Berdasarkan pengalaman UKM bidang kerajinan, setiap pasar memiliki standar tersendiri. Di sisi lain, banyak UKM yang selama ini tidak mengetahui standar tersebut.
Kesenjangan seperti ini perlu dijembatani sehingga UKM dapat meraih pasar dengan produk yang memenuhi standar. ”Jangan sampai produk mebel yang dikirim dari Indonesia, misalnya, ternyata bermasalah karena UKM tidak memenuhi standar mebel di negeri empat musim yang harus tahan perubahan cuaca setempat,” kata Samsul.
Ketua Komite Tetap Pengembangan Ekspor Kamar Dagang dan Industri Indonesia Handito Joewono beberapa waktu lalu mengatakan, perlu ada inkubasi produk ekspor Indonesia agar mampu bersaing di sisi kualitas dan harga. Hal ini dapat dimulai dengan meminta peritel lokal memberi ruang khusus bagi produk layak ekspor.
”Hal ini agar produk yang kurang bagus bisa diperbaiki dulu di dalam negeri supaya nanti siap ekspor. Beberapa peritel sudah oke untuk memberi ruang bagi produk kriya dan mode,” kata Handito.
Handito mengatakan, perlu pula ada intervensi pemerintah untuk mendukung sisi pembiayaan bagi eksportir pemula, termasuk melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih melalui siaran pers Biro Hubungan Masyarakat Kemenperin mengatakan, pihaknya berupaya meningkatkan daya saing industri perhiasan nasional. Upaya yang ditempuh antara lain melalui pelatihan dan pendampingan tenaga ahli desainer.
Kemenperin juga memfasilitasi IKM perhiasan dalam negeri berpartisipasi di pameran tingkat nasional dan internasional. Pameran dimaksud seperti Surabaya International Jewelry Fair, Jakarta International Jewelry Fair, dan Hong Kong Jewelry Fair.
Kemenperin mendata pada 2017 ada 97 perusahaan industri perhiasan skala menengah besar yang menyerap 15.000 tenaga kerja. Selain itu, ada 36.000 unit usaha industri perhiasan skala kecil yang menyerap 43.000 tenaga kerja.
Merujuk data Badan Pusat Statistik, ekspor perhiasan periode Januari-November 2018 sebesar 1,88 miliar dollar AS. Negara tujuan ekspor perhiasan dari Indonesia antara lain Singapura, Hong Kong, Amerika Serikat, Jepang, Uni Emirat Arab, Inggris, Belanda, Denmark, dan Swedia.(CAS)