Liverpool mendapat tantangan sulit dari Leicester City dalam upayanya menjauh di puncak klasemen Liga Inggris. Leicester, tim berjuluk “Si Rubah”, memiliki reputasi menakutkan sebagai “pembunuh raksasa”.
LIVERPOOL, SELASA—Leicester City adalah salah satu tim yang paling dihindari tim-tim mapan. Seperti halnya rubah, juara Liga Inggris musim 2015-2016 itu cerdik memanfaatkan kelemahan tim raksasa. Ini patut menjadi perhatian Liverpool saat menjamu Leicester, Kamis (31/1/2019) dini hari WIB.
Duel melawan tim yang dijuluki ”Si Rubah” ini sempat membuat Manajer Manchester City Pep Guardiola tidur kurang nyenyak, Desember 2018. Manajer yang piawai meracik taktik itu penasaran mengapa timnya bisa kalah 1-2 dari Leicester dalam duel pada 26 Desember di Stadion King Power.
Padahal “The Citizens” memonopoli jalannya laga dengan nyaris 70 persen penguasaan bola, dengan 11 tendangan ke gawang. Namun, mereka kalah dari tuan rumah yang hanya punya lima tendangan ke gawang. Kekalahan itu membuat City terpukul dan sempat terjatuh ke peringkat ketiga Liga.
Pakem sepak bola indah dan menyerang kerap luluh di hadapan Si Rubah. Korban berikutnya adalah Chelsea. Leicester membuat harapan pendukung Chelsea untuk bangkit di bawah asuhan Manajer Maurizio Sarri, kembali jatuh ke bumi. Chelsea kalah 0-1, akhir Desember lalu. Si Rubah menjadi tim Liga Inggris pertama yang mengalahkan Chelsea di Stamford Bridge musim ini.
Serupa City, kemewahan ”The Blues” dengan deretan pemain berkelas dunia seperti Eden Hazard, N’Golo Kante, dan Willian, tidak berguna di hadapan Si Rubah yang cerdik. Leicester membiarkan para pemain Chelsea mengacak-acak pertahanan mereka. Namun, itu adalah jebakan buat tuan rumah. Chelsea terjatuh lewat satu serangan balik yang dieksekusi striker lincah Leicester, Jamie Vardy.
Sarri lalu mengamuk dan terang-terangan menyebut timnya ibarat dilanda gangguan mental. ”Ini sungguh tidak benar. Kami harusnya bisa membuat gol. Kami tim yang syok, dilanda kebingungan mental,” ujar Sarri saat itu seperti dikutip Leicester Mercury.
Kekalahan City dan Chelsea, dua tim yang sempat bersaing di puncak Liga Inggris musim ini, patut menjadi pelajaran bagi Liverpool. Hal lainnya yang perlu diantisipasi ”The Reds” adalah Vardy. Striker yang menjadi pemain terbaik Liga Inggris musim 2015-2016 itu dikenal hobi membobol gawang Liverpool. Total tujuh gol ia cetak ke gawang The Reds. Koleksi golnya itu hanya kalah dari dua legenda Liga Inggris, Andy Cole (11 gol) dan Thierry Henry (8).
”Para pemain kami lebih suka menghadapi tim besar dan menunjukkan kelasnya. Melawan tim-tim seperti ini, mereka merasa tidak tertekan dan bisa lebih bebas. Hal seperti ini membuat kami kerap membuat kejutan. Saya berharap kami bisa melanjutkannya (lawan Liverpool),” ujar Manajer Leicester City Claude Puel.
Restorasi
Puel merestorasi taktik Claudio Ranieri, pendahulunya yang membawa Leicester juara Liga Inggris tiga musim silam. Saat ditekan lawan, Puel menumpuk tujuh hingga delapan pemain di area pertahanan. Ia menyisakan para ”pelari cepat” seperti Vardy dan James Maddison untuk menerima umpan lambung dan mengoyak pertahanan lawan.
Taktik itu bakal menjadi pekerjaan rumah bagi Manajer Liverpool Juergen Klopp. Ia tengah pusing karena terancam tidak bisa menurunkan bek andalannya, Virgil van Dijk, yang mengalami demam. Hingga kemarin, seperti diberitakan Sky Sports, Van Dijk belum berlatih penuh sejak kembali dari pemusatan latihan di Dubai, Uni Emirat Arab.
Masalahnya, barisan bek lain seperti Dejan Lovren, Joe Gomez, dan Trent Alexander-Arnold juga belum sepenuhnya pulih dari cedera.
Namun, pemain lainnya seperti Sadio Mane dalam kondisi seratus persen bugar. Mereka merasa segar seusai rehat sejenak sekaligus berlatih di Dubai yang beriklim hangat, pekan lalu. “Empat hari perjalanan ini (ke Dubai) sangat penting bagi tim. Itu membuat kami (para pemain) kian dekat dan bersahabat,” ujar Mane dalam laman Liverpool.