JAKARTA, KOMPAS — Dewan Pers memastikan tabloid Indonesia Barokah bukan perusahaan pers. Oleh karena itu, seluruh pihak yang merasa dirugikan atas artikel yang dimuat di dalam tabloid itu dipersilakan untuk menempuh jalur hukum di luar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengatakan, pihaknya telah melakukan berbagai langkah pengecekan terhadap Indonesia Barokah, seperti penelusuran alamat redaksi, penelitian aspek administrasi, analisis berita, penjelasan dari tim advokasi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, serta informasi dari pihak yang melaporkan atau meminta pendapat terkait keberadaan tabloid itu.
Dari hasil pelusuran alamat, Dewan Pers menemukan bahwa alamat redaksi yang dicantumkan di tabloid itu tidak dapat ditemukan. Kemudian, nomor telepon yang tercantum pun tidak bisa dihubungi.
Dari sisi konten, Dewan Pers menemukan bahwa artikel di tiga rubriK, yaitu Laporan Utama, Laporan Khusus, dan Fikih secara umum merupakan hasil liputan dan kutipan pernyataan narasumber yang telah dimuat beberapa media daring. Namun, lanjut Yosep, tulisan di dalam artikel itu juga memuat opini menghakimi yang mendiskreditkan calon presiden nomor urut 02, Prabowo, tanpa verifikasi, klarifikasi atau konfirmasi seperti yang diwajibkan dalam kode etik jurnalistik.
Selain itu, nama-nama wartawan yang tercantum di dalam boks redaksi Indonesia Barokah tidak terdata oleh Dewan Pers sebagai wartawan yang telah mengikuti uji kompetensi wartawan. Atas berbagai temuan itu, Dewan Pers melakukan rapat pleno, Selasa (29/1/2019).
“Dewan Pers memutuskan Indonesia Barokah tidak memenuhi syarat sebagai perusahaan pers sebagaimana diatur UU Pers dan Peraturan-Peraturan Dewan Pers, khususnya Peraturan Dewan Pers tentang Standar Perusahaan Pers dan Kode Etik Jurnalistik,” ujar Yosep di Jakarta, Selasa malam.
Lebih lanjut, Yosep menuturkan, pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh Indonesia Barokah dipersilakan menggunakan UU lain selain UU Pers. Sebab, dari sisi administrasi dan konten, tambahnya, Indonesia Barokah bukan pers.
Diselidiki
Secara terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo memastikan, pihaknya telah menerima surat keputusan Dewan Pers itu. “Intinya, kami akan mempelajari dulu surat tersebut dengan membandingkan bukti-bukti yang dilaporkan oleh tim BPN,” ujar Dedi.
Seperti diketahui, tim BPN Prabowo-Sandiaga telah melaporkan dugaan fitnah dan hoaks yang disebarkan Indonesia Barokah ke Badan Reserse Kriminal Polri, Sabtu lalu. Adapun, tabloid Indonesia Barokah edisi I/Desember 2018 diterbitkan 16 halaman dengan judul di sampul utama “Reuni 212: Kepentingan Umat atau Kepentingan Politik?”. Dalam tabloid itu terdapat 20 artikel yang terdiri dari 13 rubrik.
Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian mengatakan, pihaknya sedang mempelajari konten tabloid itu. Kajian dilakukan oleh tim Divisi Hukum Polri mengenai aspek legalitas Indonesia Barokah, kemudian tim Badan Reserse Kriminal Polri mempelajari dari segi dugaan pelanggaran pidana.
“Kita akan berkoordinasi dengan Dewan Pers, lalu saksi-saki ahli, baru setelah itu nanti kita putuskan,” ujar Tito.