DKI Gunakan Teknologi untuk Prediksi dan Awasi DBD
Oleh
Irene sarwindaningrum
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggunakan teknologi untuk melakukan prediksi dan pengawasan kasus demam berdarah. Sistem-sistem ini dapat memberikan peringatan dini dan laporan langsung tren kejadian di tiap wilayah.
Dua teknologi ini adalah DBD Iklim atau DBDKlim yang bisa diakses di dbd.bmkg.go.id dan sistem pengawasan berbasis web di surveilans-dinkesdki.net. DBDKlim yang diluncurkan di Balaikota DKI Jakarta, Rabu (30/1/2019) ini memberikan prediksi angka insiden demam berdarah dengue (DBD) selama tiga bulan ke depan di lima kota di DKI Jakarta.
Prediksi yang saat ini terbukti cukup akurat tersebut dihitung berdasarkan prediksi kelembapan dan curah hujan dan data surveilans Dinas Kesehatan DKI Jakarta di surveilans-dinkesdki.net.
Dalam prediksi tiga bulan itu disebutkan tiga kota berstatus kuning atau mempunyai potensi kenaikan DBD cukup tinggi, yaitu Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan Jakarta Barat. Saat ini, tiga kota tersebut mempunyai angka insiden DBD tinggi dibandingkan dua kota lain, yaitu Jakarta Pusat dan Jakarta Utara, yang relatif rendah.
Per 28 Januari 2019, angka insiden DBD di DKI Jakarta sebanyak 662 kasus dengan Jakarta Selatan paling tinggi. Jumlah ini jauh lebih tinggi dari Januari 2018 sebanyak 198 kasus.
Pengembangan dilakukan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bersama dengan Dinas Kesehatan DKI Jakarta dan Institut Teknologi Bandung (ITB) bekerjasama untuk melakukan pengembangan model peringatan dini penyebaran penyakit demam berdarah berbasis iklim.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti mengatakan, prediksi kejadian DBD ini disampaikan agar dapat diambil langkah-langkah antisipasi sedini mungkin oleh pihak-pihak terkait.
“Saat ini antisipasi untuk membasmi jentik nyamuk sudah dilakukan di tingkat wilayah. Langkah yang masif dilakukan adalah gerakan satu rumah satu jumantik sedangkan pengasapan atau fogging dilakukan untuk membasmi nyamuk dewasa,” katanya.
Sementara itu, pengawasan berbasis web merupakan situs yang memantau secara langsung tren kasus DBD di tiap rumah sakit dan Puskesmas. Sistem ini menghimpun data penyakit dari 160 rumah sakit dan Puskesmas-Puskemas di seluruh DKI Jakarta secara real time.
Menurut Widyastuti, dengan sistem pengawasan ini, tiap wilayah bisa memantau langsung tren DBD di kawasannya dan bisa langsung mengambil tindakan.
Anies Baswedan mengapresiasi adanya inovasi-inovasi ini. Pihaknya juga sudah meminta respon cepat hingga ke tingkat camat dan lurah untuk mengantisipasi DBD.
Anies mengatakan akan segera menerbitkan instruksi gubernur untuk menjadi landasan anggaran dalam melaksanakan kegiatan pencegahan DBD di tingkat kecamatan dan kelurahan. Namun, katanya, sebelum instruksi gubernur ini terbit, saat ini kegiatan pencegahan itu sudah aktif dilakukan.
Sebelumnya, Wakil Walikota Jakarta Selatan Arifin mengatakan, pencegahan DBD di Jakarta Selatan difokuskan di Kecamatan Jagakarsa yang mempunya angka insiden DBD tertinggi di DKI Jakarta yaitu 19,27. Pencegahan ini dilakukan mulai dari sekolah, lingkungan hingga lahan-lahan kosong seperti taman dan taman pemakaman umum (TPU).
Salah satunya dengan memberikan himbauan ke sekolah-sekolah untuk melakukan kegiatan menguras, menutup dan mengubur (3M) setiap hari sekali. Sebelumnya, kegiatan 3M dilakukan sepekan sekali. “Kami juga meminta mushala dan masjid-masjid memberikan himbauan setiap pagi,” katanya.
Hingga saat ini, DKI Jakarta belum berstatus kejadian luar biasa (KLB) karena kejadian DBD tak merata di seluruh wilayah. Namun, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta menyatakan DKI Jakarta waspada KLB DBD untuk meningkatkan kewaspadaan.