Empat Lokasi Penelitian Gambut Segera Ditetapkan di Sumsel
Oleh
Rhama Purna Jati
·3 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS—Sumatera Selatan bakal memiliki empat kawasan penelitian gambut. Keempat kawasan ini diharapkan bisa menjadi contoh pengelolaan gambut sehingga risiko kerusakan dapat diminimalisasi.
Hal ini mengemuka dalam seminar ahli gambut bertajuk "Potensi Sumatera Selatan sebagai Laboratorium Lapang Riset Gambut Tropika di Indonesia", Selasa (29/1/2019) di Palembang. Hadir dalam acara itu sejumlah pemangku kepentingan mulai dari pemerintah, akademisi, dan sejumlah perusahaan hutan tanaman industri dan perkebunan.
Koordinator Tim Restorasi Gambut (TRG) Sumatera Selatan Najib Asmani menerangkan, saat ini ada empat kawasan yang akan ditetapkan menjadi pusat penelitian terkait pengelolaan gambut di Sumatera Selatan. Keempatnya berada di Sepucuk dan Padang Sugihan di Kabupaten Ogan Komering Ilir, serta Taman Nasional Sembilang dan Kawasan Banyu Urip di Kabupaten Banyuasin.
Najib menjelaskan, keempat kawasan ini memiliki karakter yang berbeda sehingga pelaksanaan riset dapat dilakukan secara beragam. Kawasan Sepucuk rencananya akan dijadikan pusat penelitian tanaman yang cocok ditanam di kawasan gambut. Kawasan Banyu Urip akan ditetapkan sebagai tempat penelitian sistem tanaman pangan yang dikelola di atas lahan gambut. Kawasan Padang Sugihan dan Taman Nasional Sembilang menjadi tempat penelitian satwa liar yang berkeliaran di kawasan gambut.
Padang Sugihan cocok menjadi tempat penelitian kelompok gajah liar maupun jinak yang tinggal di sana. Adapun Taman Nasional Sembilang saat ini adalah kawasan konservasi yang menjadi habitat sejumlah satwa seperti burung migran, harimau sumatera, dan buaya muara. “Apalagi Taman Nasional Sembilang sudah masuk sebagai kawasan cagar biosfer, sehingga akan memudahkan akademisi menjalankan penelitiannya,” ungkap Najib.
Keempat kawasan ini, ungkap Najib akan diajukan ke forum diskusi yang iikuti oleh para pihak terkait untuk kemudian diajukan ke Gubernur Sumatera Selatan untuk dibuat peraturan daerahnya. “Nantinya perda tersebut dapat berbentuk surat keputusan atau peraturan gubernur,”ungkap Najib.
Dengan adanya penetapan kawasan penelitian ini, lanjut Najib, diharapkan dapat menghasilkan sejumlah karya ilmiah yang menjadi pedoman pemerintah dalam membuat kebijakan. Hal ini sangat penting terutama untuk menjaga kelestarian 1,4 juta lahan gambut yang ada di Sumatera Selatan.
Selain itu, ungkap Najib, hasil penelitian diharapkan dapat direalisasikan segera untuk kepentingan masyarakat di sekitar kawasan, terutama untuk meningkatkan pendapatan sehingga kemiskinan di desa dapat diminimalisasi. “Metode ini kami beri nama riset aksi. Tidak hanya penelitian, tetapi dampaknya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat,” ucapnya. Saat ini, sejumlah penelitian telah dilakukan di empat kawasan itu.
Ilmuan dari Center For Internasional Forestry Research (CIFOR) Daniel Moediyarso mengungkapkan Indonesia memiliki lahan gambut yang sangat besar. Untuk itu, penelitian perlu dilakukan untuk melindungi keberadaan gambut terutama lahan gambut yang sudah diintervensi guna diusahakan oleh warga.
Dalam hal emisi, misalnya, gambut merupakan gudang karbon yang sangat besar. Indonesia memiliki potensi karbon dari gambut sekitar 55 miliar ton karbon, atau 70 persen dari total karbon gambut Asia.
Apabila pengelolaan gambut dilakukan secara benar tentu target penurunan emisi 2 miliar ton per tahun tidaklah sulit untuk dilakukan. Untuk itu, penelitian harus terus dilakukan termasuk cara mengkoordinasikan hasil penelitian tersebut sehingga dapat berdampak pada masyarakat.
Project Director KELOLA Sendang Damayanti Buchori mengatakan komunikasi hasil riset merupakan hal yang sangat penting. Itulah sebabnya diperlukan koordinasi dari semua pihak termasuk merumuskan formulasi yang tepat sehingga hasil dari riset para peneliti dapat digunakan oleh pemerintah dalam membuat kebijakan.