IMIP: Isu Tenaga Asing Meresahkan Investor
MOROWALI, KOMPAS – Isu maraknya tenaga kerja asing yang bekerja di PT Indonesia Morowali Industrial Park atau IMIP di Morowali dinilai mengganggu iklim investasi. Selain tidak sesuai kenyataan di lapangan, isu serupa berulang kali diembuskan dalam tiga tahun operasi industri pengolahan nikel di kawasan tersebut.
Terakhir, beredar informasi di media sosial bahwa perusahaan tersebut mempekerjakan ribuan tenaga kerja asal China bahkan melebihi jumlah tenaga lokal. Mereka dianggap menyerbu dan mengambil alih kesempatan kerja yang semestinya bisa diisi oleh tenaga kerja lokal. Isu serupa juga diembuskan untuk urusan politik.
Chief Executive Officer PT IMIP, Alexander Baru di Morowali, Sulawesi Tengah, Selasa (29/1/2019) menyatakan, isu serbuan tenaga kerja asing sudah berulang diembuskan, setidaknya sejak pabrik pengolahan (smelter) nikel dibangun pada 2013. “Sampai sekarang memang ada (tenaga kerja asal China), tetapi tidak lebih dari 10 persen dari total tenaga kerja yang bekerja di sini, jumlahnya pun terus berkurang seiring alih teknologi,” ujarnya.
PT IMIP merupakan perusahaan pengelola Kawasan Industri Morowali. Di kawasan seluas 2.000 hektar ini terdapat lebih dari 14 perusahaan yang sebagian besar mengolah feronikel. Menurut Alexander, saat ini ada 30.219 tenaga kerja lokal yang bekerja di kawasan itu, sedangkan tenaga asing sekitar 2.400 orang.
Direktur Sumber Daya Manusia PT IMIP, Zulkifli Arman menambahkan, pada awal operasi smelter tahun 2015, jumlah pekerja asal China mencapai 4.000 orang. Tahun lalu jumlahnya berkurang menjadi sekitar 3.000 orang dan terus berkurang seiring proses alih teknologi dan perekrutan tenaga kerja baru. “Kami rata-rata merekrut 150-200 tenaga kerja baru setiap pekan untuk memenuhi tambahan kebutuhan dan menggantikan tenaga kerja asing,” ujarnya.
Saat ini sebagian besar pekerjaan di level pekerja lapangan dan sebagian supervisor merupakan tenaga lokal. Sementara, pekerja asal China memegang beberapa posisi kunci operasi mesin dan peralatan yang hingga kini belum dikuasai tenaga kerja lokal. Dalam setahun mendatang, sekitar 1.000 tenaga kerja asing diharapkan bisa diambil alih pekerja lokal.
Baca juga: https://kompas.id/baca/utama/2019/01/12/hilirisasi-industri-dimulai-di-sulawesi/
Dalam rangka mempercepat proses alih teknologi, Kementerian Perindustrian dan PT IMIP membangun Politeknik Industri Logam Morowali di atas lahan seluas 32 hektar di kawasan tersebut. Tahun lalu, perguruan tinggi itu menerima 96 mahasiswa dari 1.048 siswa pendaftar.
Investasi
Presiden Direktur PT Sulawesi Mining Investment, Halim Mina menyatakan, selain soal penguasaan teknologi, penggunaan tenaga kerja asing merupakan tuntutan investor. Mereka ingin memastikan investasinya berjalan dengan baik. Namun, investor IMIP membuka peluang alih teknologi dan memberi kesempatan luas bagi tenaga kerja asal Indonesia.
Akan tetapi, tidak mudah mencari tenaga kerja lokal dengan spesifikasi sesuai kebutuhan industri. Oleh karena itu, selain mendukung pendirian politeknik, IMIP bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi menggelar pelatihan bagi calon tenaga kerja.
“Kawasan ini akan tumbuh dan butuh ribuan tenaga kerja baru sampai beberapa tahun ke depan karena pabrik-pabrik baru sedang dibangun,” kata Halim.
Deputi Bidang Infrastruktur Kementerian Koordinator Bidang Maritim, Ridwan Jamaludin yang berkunjung ke kawasan itu, Senin (28/1/2019) menyatakan, pemerintah berkepentingan untuk menyampaikan informasi yang sebenarnya terkait isu tenaga kerja asing di Kawasan Industri Morowali. Sebab informasi yang menyebutkan serbuan tenaga kerja China telah berulang terjadi. Padahal, situasinya jauh berbeda dengan informasi yang sebagian besar tersebar melalui media sosial tersebut.
Kawasan Industri Morowali merupakan satu dari 14 kawasan industri yang dikembangkan pemerintah di luar Pulau Jawa. Pengembangan itu diharapkan dapat menggerakkan perekonomian di wilayah yang selama ini tertinggal, khususnya di Indonesia bagian timur. Morowali adalah salah satu kawasan yang dikembangkan oleh investor swasta dan berkembang dengan pesat beberapa tahun terakhir.
Sepanjang 2017, investasi yang mengalir ke Morowali mencapai 4 miliar dollar AS atau sekitar Rp 56 trliun, sementara pada 2018 mencapai 5 miliar dollar AS. Dampaknya, nilai ekspor baja dari kawasan itu melonjak dari 2,6 miliar dollar AS pada 2017 menjadi 5 miliar dollar AS pada 2018.
Kawasan ini akan tumbuh dan butuh ribuan tenaga kerja baru sampai beberapa tahun ke depan.
IMIP berdiri pada 19 September 2013. Tiga perusahaan tercatat sebagai pemegang saham PT IMIP, yakni Shanghai Decent Investment (Group) dengan kepemilikan saham 49,69 persen, PT Sulawesi Mining Investment 25 persen, dan PT Bintangdelapan Investama 25,31 persen. Perusahaan dibentuk sebagai respons atas berlakunya Undang-undang Pertambangan yang melarang ekspor bahan tambang dalam bentuk mentah.
IMIP membangun smelter pengolah nikel dengan total investasi 628 juta dollar AS. Pabrik pengolah selesai konstruksi dan uji produksi pada Januari 2015. Kapasitas produksi smelter tersebut bisa mencapai 300.000 ton nickel pig iron (NPI) per tahun.
Upah sektoral
Belum usai dengan isu pekerja asing, IMIP didemo pekerja pada Kamis (24/1/2019). Mereka menuntut kenaikan upah sektoral industri tambang, setidaknya 20 persen dari upah minimum Kabupaten Morowali yang ditetapkan Rp 2,5 juta untuk 2019. Dengan kenaikan upah sektoral sebesar itu, upah buruh pada industri itu Rp 3,48 juta.
Sekretaris Serikat Pekerja Industri Morowali, Afdal mengatakan, tuntutan itu sesuai kesepakatan Dewan Pengupahan Kabupaten Morowali pada 24 Desember 2018. Komponen utamanya survei kebutuhan hidup layak yang dilakukan oleh serikat buruh dengan pemerintah daerah.(Kompas, 25/1/2019).
Baca juga: https://kompas.id/baca/utama/2019/01/25/tuntut-kenaikan-upah-ribuan-buruh-di-morowali-mogok-kerja/
Akan tetapi, IMIP menolak tuntutan itu. Selain tuntutan kenaikan yang terlalu tinggi, IMIP membantah soal kesepakatan tersebut karena tanpa sepengetahuan IMIP. PT IMIP juga memprotes Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah karena kenaikan tersebut berdampak pada peningkatan biaya produksi.
Problem soal pengupahan adalah satu dari beberapa hal yang menurut investor perlu diatasi pemerintah. Dinamika terkait isu itu terus berulang, khususnya menyangkut besaran upah minimum. Bagi pengusaha, situasinya menyulitkan perencanaan dan perhitungan bisnis. Menurut Halim, situasi itu turut membuat calon investor dari luar negeri mempertimbangkan lebih matang untuk berinvestasi di Indonesia.