Kenaikan Tarif Kargo dan Bagasi Turunkan Omzet UMKM
Oleh
Rhama Purna Jati
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Aturan bagasi berbayar yang diterapkan maskapai penerbangan berbiaya hemat mulai Januari ini dan adanya kenaikan tarif kargo membuat omzet pengusaha pempek di Palembang turun hingga 50 persen. Kebijakan itu juga membuat usaha berbasis ekspedisi mengalami penurunan omzet.
Humas Asosiasi Pengusaha Pempek Palembang Jimmy Devaten, Rabu (30/1/2019), mengatakan, sejak kebijakan bagasi berbayar diberlakukan pada Januari ini, jumlah pengiriman pempek melalui Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang, menurun hingga 50 persen.
Setelah Asian Games, rata-rata pengiriman pempek mencapai 8 ton-12 ton per hari. Namun, setelah adanya kebijakan bagasi berbayar dan kenaikan tarif kargo, pengiriman pempek menurun 30 persen-50 persen, yakni berkisar 5 ton-8 ton per hari.
Merosotnya pengiriman pempek itu karena banyak penumpang yang memutuskan mengurangi pembelian oleh-oleh karena tidak ingin dikenai biaya bagasi. Selain itu, harga tarif jasa pengiriman barang yang meningkat juga menjadi salah satu alasan konsumen mengurangi pemesanan pempek.
Sebelum tarif kargo naik, biaya pengiriman barang melalui udara sekitar Rp 180.000 per 10 kilogram (kg). Saat ini, harganya meningkat menjadi Rp 200.000-250.000 per 10 kg.
Jumlah ini jauh lebih mahal dibandingkan dengan menggunakan jalur darat, yakni Rp 80.000-Rp 120.000 per 10 kg. ”Tidak heran banyak pembeli lebih memilih mengirim pempek melalui jalur darat walau tiba lebih lama,” ujar Jimmy.
Saat ini, pihaknya sedang berkoordinasi dengan pihak terkait, seperti Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres serta Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) Sumsel, untuk mengatasi hal ini. Pihaknya juga tengah berkonsultasi dengan semua pihak terkait kenaikan harga kargo.
Jimmy menuturkan, apabila kebijakan ini tetap dijalankan, dikhawatirkan akan berdampak pada terus menurunnya omzet pengusaha pempek, terutama mereka yang menjual produknya melalui sistem daring. Dari total 400 pengusaha pempek di Palembang, sekitar 30 persen menggunakan sistem penjualan daring.
Jasa ekspedisi
Sekretaris Dewan Pengurus Wilayah Asperindo Sumsel Haris Jumadi menerangkan, tidak hanya bisnis pempek, hampir semua usaha yang menggunakan jasa ekspedisi juga mengalami penurunan omzet sejak tarif surat muatan udara (SMU) atau tarif kargo naik dan bagasi berbayar diterapkan.
Saat ini, lanjut Haris, ada sekitar 5.000 usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang bermitra dengan 43 perusahaan Asperindo Sumsel. Usaha tersebut bergelut di sejumlah bidang, seperti pakaian, kuliner, dan kerajinan tangan, serta penyalur sejumlah produk. ”Apabila harga kargo naik tentu akan berdampak pada usaha mereka,” kata Haris.
Haris mengatakan, jumlah pengiriman barang di Sumsel sekitar 14 ton per hari. Namun, sejak kenaikan kargo, jumlahnya menurun hingga 30 persen. Bahkan, ada beberapa perusahaan yang sementara ini menghentikan operasi pengiriman karena ongkos produksi lebih tinggi dari pendapatan.
Haris mengatakan, kenaikan secara sepihak ini sudah terjadi sejak Januari 2018. Terhitung ada tujuh kali kenaikan tarif kargo. Jika diperhitungkan, kenaikan tarif kargo bisa mencapai 325 persen.
Akibat kenaikan ini, Asperindo pusat sudah mengadakan pertemuan dan bersepakat menghentikan sementara pengiriman melalui kargo hingga ditemukan jalan keluar.
Haris mengatakan, kalau kondisi ini terus berlanjut, dikhawatirkan akan berdampak bagi semua pihak, terutama UMKM. ”Kondisi ini akan menimbulkan efek domino,” ucapnya.
Sebelumnya, Romeo Sanputra (22), penumpang pesawat berbiaya hemat rute Palembang-Pekanbaru, mengatakan, kebijakan bagasi berbayar menjadi beban tersendiri bagi dirinya. ”Saya tidak bisa lagi membawa oleh-oleh untuk rekan sekerja,” kata Romeo. Padahal, sebelumnya, oleh-oleh selalu menjadi bawaan wajib saat ia berdinas ke luar kota.