YOGYAKARTA, KOMPAS — Gunung Merapi di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah terus mengalami guguran lava. Pada Selasa (29/1/2019) malam, Merapi mengalami 13 kali guguran dalam tempo 6 jam. Akibat rangkaian guguran itu, hujan abu tipis dilaporkan sempat terjadi di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), pada Selasa dari pukul 18.00 sampai 24.00 terjadi 13 kali guguran di Merapi berdurasi 24-145 detik. Dari 13 kali guguran yang terdeteksi berdasarkan data seismik (kegempaan) itu, 11 guguran teramati secara visual.
Menurut data BPPTKG, sebagian besar guguran yang teramati itu mengarah ke sisi tenggara kawah Merapi atau ke wilayah hulu Kali Gendol di Kabupaten Sleman, DIY. Sementara itu, satu kali guguran mengarah ke timur laut. Jarak luncurnya bervariasi, dari 50 meter (m) sampai 1.400 m.
Dari 11 kali guguran yang teramati itu, ada tiga kali guguran lava pijar yang terjadi dalam waktu berdekatan. Tiga guguran tersebut mengarah ke hulu Kali Gendol dengan jarak luncur relatif jauh dibandingkan dengan guguran-guguran lava di Merapi beberapa bulan terakhir.
Guguran lava pijar pertama terjadi pada pukul 20.17 dengan jarak luncur 1.400 m dan durasi 141 detik. Setelah itu, guguran kembali terjadi pada pukul 20.56 dengan jarak luncur 1.300 m dan durasi 135 detik. Pada pukul 21.41, petugas BPPTKG kembali mengamati terjadinya guguran lava pijar dengan jarak luncur 1.100 m dan durasi 111 detik.
Setelah rangkaian guguran itu, BPPTKG menyebut sempat terjadi hujan abu tipis di sejumlah wilayah di Boyolali pada Selasa malam. ”Hujan abu tipis dilaporkan terjadi di beberapa desa di Kecamatan Musuk dan Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, serta Kota Boyolali,” tulis BPPTKG di akun resmi Twitter mereka.
Peristiwa guguran di Merapi itu terus terjadi hingga Rabu (30/1/2019) dini hari. Pada Rabu pukul 01.49, petugas BPPTKG kembali mengamati terjadinya guguran lava pijar ke arah hulu Kali Gendol dengan jarak luncur 600 m. Sementara itu, pada Rabu dari pukul 00.00 sampai 06.00 total terjadi enam kali guguran di Merapi dengan durasi 17-70 detik.
Meski demikian, BPPTKG menyatakan, status Gunung Merapi tetap Waspada (level II). Radius bahaya yang ditetapkan BPPTKG juga belum berubah, yakni tiga kilometer (km) dari puncak Merapi. Wilayah dalam radius inilah yang harus dikosongkan dari aktivitas masyarakat.
Beberapa waktu sebelumnya, Kepala BPPTKG Hanik Humaida mengatakan, guguran lava di Merapi belum membahayakan masyarakat yang tinggal di lereng gunung api itu. Hal ini disebabkan jarak luncuran guguran lava tersebut masih jauh dari permukiman di lereng gunung.
Oleh karena itu, masyarakat tak perlu khawatir saat melihat atau menerima informasi mengenai guguran lava di Gunung Merapi. ”Masyarakat diimbau tetap tenang dan beraktivitas seperti biasa,” ungkap Hanik.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kasbani menjelaskan, material guguran itu berasal dari kubah lava di puncak Merapi yang muncul sejak 11 Agustus 2018.
Pertumbuhan kubah lava itu menandakan Merapi telah masuk ke fase erupsi magmatis dengan jenis erupsi bersifat efusif (tidak disertai ledakan).