Omzet UMKM Oleh-oleh di Padang Turun hingga 50 Persen
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Kebijakan maskapai berbiaya hemat menghapus layanan bagasi cuma-cuma atau gratis berimbas pada usaha oleh-oleh di daerah. Di Kota Padang, Sumatera Barat, omzet usaha oleh-oleh seperti keripik balado turun mulai dari 35 hingga 50 persen karena konsumen membatasi pembelian oleh-oleh agar tidak terkena tarif bagasi.
Christine Hakim, pengusaha oleh-oleh sekaligus pemilik Kripik Balado Christine Hakim di Jalan Nipah, Padang Selatan, Rabu (30/1/2019), mengatakan, keputusan maskapai menghapus layanan bagasi gratis mulai berdampak pada usahanya. Dia mencatat, omzet hariannya turun hingga 35 persen. ”Jika biasanya sehari dapat Rp 30 juta, sekarang Rp 20 jutaan,” ujar Christine.
Hal serupa disampaikan Rani, penanggung jawab Sanjai Balado Ummi Aufa Hakim di kawasan Jalan Veteran, Padang Barat. Menurut dia, omzet mereka bahkan turun hingga 50 persen.
”Pengunjung juga agak sepi sekarang. Saya menduga ini karena tiket ke Padang juga mahal. Jadi, ya, masalahnya ada dua, belum selesai urusan tiket, mereka juga dihadapkan pada persoalan biaya bagasi,” lanjut Rani.
Minta ditimbang
Baik Christine maupun Rani menuturkan, sejak penghapusan layanan bagasi gratis, perilaku konsumen yang datang ke toko mereka berubah.
”Sebelumnya mereka biasa-biasa saja. Datang, pilih, dibungkus, bayar, dan selesai. Itu pun beli banyak. Sekarang, mereka minta ditimbang terlebih dahulu dan tidak mau memakai kotak besar. Tamu yang biasa menerima jasa penitipan dari teman juga susah. Tidak mau lagi,” tutur Christine.
Rani menambahkan, karena menolak menggunakan kotak besar, pembeli yang tetap ingin membawa oleh-oleh dalam jumlah besar membagi belanjaan ke kotak kecil dan tas plastik.
”Selain itu, kondisi ini juga kami siasati dengan menawarkan kepada pembeli oleh-olehnya dipaket dan dikirim dengan jasa pengiriman. Rata-rata yang ingin membawa banyak oleh-oleh memilih ini karena kalau dihitung, lebih murah dari tarif bagasi yang harus mereka bayar,” ucap Rani.
Menurut Christine, jika kondisi terus berlanjut, dirinya khawatir dampaknya akan semakin buruk. Apalagi selain memproduksi sendiri, ia juga menjual berbagai oleh-oleh yang diproduksi oleh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dari sejumlah daerah Sumbar. UMKM itu yang juga ia bina.
”Saat ini, saya menerima produksi dari sekitar 300 UMKM dengan total produk sekitar 700. Tetapi, dengan kondisi seperti sekarang, pilihannya yang mengurangi pasokan. Tidak mungkin mengambil seperti biasa. Misalnya dari biasa 50 bungkus, dikurangi jadi 40 bungkus,” ucap Christine.
Kalau memang harga tiket tidak bisa diturunkan, paling tidak layanan bagasi gratis berlaku kembali. Itu sangat penting bagi pelaku UMKM yang memang jumlahnya sangat besar di Sumbar.
Selain itu, Christine juga khawatir hal itu akan berdampak kepada karyawannya yang berjumlah lebih dari 100 orang. ”Tapi saya berharap dan berusaha jangan sampai ada pengurangan karyawan. Kasihan mereka,” katanya.
Christine dan Rani berharap, layanan bagasi gratis bisa kembali sehingga kekhawatiran-kekhawatiran mereka tidak sampai terjadi.
”Kalau memang harga tiket tidak bisa diturunkan, paling tidak layanan bagasi gratis berlaku kembali. Itu sangat penting bagi pelaku UMKM yang memang jumlahnya sangat besar di Sumbar. Apalagi saat ini Sumbar tengah mengembangkan sektor pariwisata dan UMKM sangat bergantung dari sana,” ujar Christine.
Maskapai penerbangan di bawah Lion Group kini hanya menggratiskan bagasi kabin 7 kilogram. Jika lebih dari bobot itu, penumpang harus membayarnya (Kompas, 15/1/2019).