Organisasi Jurnalis Luar Negeri Desak Presiden Cabut Remisi
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Sejumlah organisasi profesi jurnalis dari berbagai negara turut mengecam keputusan Presiden Joko Widodo memberikan remisi kepada I Nyoman Susrama, dalang pembunuhan jurnalis Radar Bali, Anak Agung Gde Bagus Narendra Prabangsa. Mereka mendesak presiden mencabut keputusan tersebut karena mengancam kebebasan pers.
Selang beberapa hari setelah terbitnya Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Berupa Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara kepada Susrama, asosiasi jurnalis Timor Leste Press Union (TLPU) menyampaikan keprihatinan dan kekecewaan mereka atas kebijakan Presiden Joko Widodo memberikan remisi kepada Susrama.
“Remisi tersebut kami anggap sebuah tindakan pelecehan terhadap hak asasi manusia dan ancaman terhadap kebebasan pers di Indonesia,” kata Ketua Umum TLPU yang juga anggota Dewan Pers Timor Leste (Conselho De Imprensa De Timor-Leste) Fransisco Belo, Selasa (29/1/2019) kepada Kompas.
Seruan juga disampaikan International Federation of Journalists (IFJ) yang berkantor pusat di Brussels, Belgia dan membawahi 600.000 jurnalis di 140 negara. Menurut pelaksana tugas Direktur IFJ Jane Worthington, pemberian remisi kepada pembunuh Prabangsa menunjukkan bagaimana upaya pengungkapan kasus pembunuhan jurnalis di Indonesia telah dimanipulasi.
Pemberian remisi kepada pembunuh Prabangsa menunjukkan bagaimana upaya pengungkapan kasus pembunuhan jurnalis di Indonesia telah dimanipulasi.
“Kita harus mengakhiri impunitas ini dan mengadili para pelaku seadil-adilnya. Kami mendukung Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dalam menuntut Presiden Joko Widodo mencabut atau membatalkan remisi terhadap Susrama,” kata Jane.
Persoalan kebebasan pers di Indonesia masih menjadi sorotan di mata dunia. The Committee to Protect Journalists (CPJ) mencatat sebanyak 10 kasus pembunuhan jurnalis di Indonesia dalam kurun waktu 1992 hingga 2019.
Dalam konteks kebebasan pers, organisasi pemantau media yang berbasis di Paris, Reporter Sans Frontiers atau Reporter Without Borders, tahun 2018 masih menempatkan Indonesia pada peringkat ke-124 dari 180 negara. Dengan peringkat ini, prestasi Indonesia dalam memperjuangkan kebebasan pers masih jauh di bawah Timor Leste (peringkat ke-95), Afghanistan (peringkat ke-118), atau Nigeria (peringkat ke-119).
Di dalam negeri, AJI juga mengecam kebijakan Presiden Joko Widodo memberikan remisi kepada Susrama yang telah merencanakan pembunuhan keji terhadap Prabangsa. Fakta persidangan jelas menyatakan bahwa pembunuhan ini terkait berita dan pembunuhannya dilakukan secara terencana. Sebenarnya, hukuman Susrama sudah lebih ringan dari tuntutan jaksa. Jaksa menuntut Susrama dengan hukuman mati, namun hakim mengganjar Susrama dengan hukuman seumur hidup.
“Kebijakan presiden yang mengurangi hukuman itu melukai rasa keadilan tidak hanya keluarga korban, tapi jurnalis di Indonesia,” kata Ketua Umum AJI Abdul Manan.
Dalam pernyataan resminya, AJI meminta presiden mencabut keputusan pemberian remisi terhadap Susrama. AJI menilai kebijakan pemberian remisi tidak arif dan memberikan pesan yang kurang bersahabat bagi pers Indonesia.
AJI beranggapan, tak diadilinya pelaku kekerasan terhadap jurnalis, termasuk juga memberikan keringanan hukuman bagi para pelakunya, akan menyuburkan iklim impunitas dan membuat para pelaku kekerasan tidak jera sekaligus memicu kekerasan terus berlanjut.
Tak mempersoalkan remisi
Di tengah segala polemik yang ada, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly justru menganggap pemberian remisi kepada Susrama adalah hal umum seperti yang diterima narapidana lain yang telah memenuhi persyaratan. “Hukuman sebelumnya memang seumur hidup. Namun, lembaga pemasyarakatan bisa memproses pengajuan remisi dengan melihat apakah kelakuan dan sikap (narapidana) baik, apakah dia ikut program pembinaan atau telah menjalani hukuman sepuluh tahun,” ujarnya.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly menganggap pemberian remisi kepada Susrama adalah hal umum seperti yang diterima narapidana lain yang telah memenuhi persyaratan
Pertimbangan pemberian remisi, menurut dia, sudah melalui prosedur pembahasan yang ketat, tidak hanya di tingkat Unit Pelaksana Teknik (UPT) Pemasyarakatan, tetapi hingga tingkat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham. Awalnya, lembaga pemasyarakatan tempat Susrama ditahan mengusulkan keringanan hukuman. Usulan disampaikan ke Tim Pengamat Pemasyarakatan, lalu ke Kanwil Hukum dan HAM.
Karena itulah, Yasonna menampik bahwa pemberian remisi pada pelaku pembunuhan wartawan mengancam perlindungan pers.”Teroris saja diberi remisi kalau memenuhi persyaratan. Jadi, jangan dianggap ini melanggar kebebasan pers. Jangan jadikan hal ini sebagai isu politik,” kata dia.
Rekam jejak Susrama dalam menjalani hukuman menjadi pertimbangan Presiden Joko Widodo memberikan remisi berupa keringanan hukuman dari seumur hidup menjadi 20 tahun penjara. Selain dinilai berkelakuan baik, Susrama juga telah menjalani 10 tahun hukuman tanpa cacat.